Mohon tunggu...
Indra Furwita
Indra Furwita Mohon Tunggu... Aircraft Engineer -

Aviation & Travel Enthusiast, juga berkarya di IG @FlightEnjoyneer.

Selanjutnya

Tutup

Money

Menyelamatkan IPTN, Segera!

25 Januari 2011   17:07 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:11 2226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Beberapa hari yang lalu saya mendapatkan mailis dari AerospaceIndonesia (A club for anyone interested with what is happening in Indonesian Aerospace scene (Education,Research,General Interest etc).  Mailis itu menyertakan file yang berisi sebuah catatan dari Mantan Dirut IPTN, Hari Laksono. Beliau menuliskan beberapa gagasan yang menarik sebagai upaya untuk menyelamatkan IPTN yang sekarang PTDI dari kehancuran yang semakin menghampiri. Setelah saya baca, sungguh merupakan sebuah jalan keluar yang terekomendasi menurut saya pribadi. Ilustrasi-ilustrasi yang sangat potensial untuk bisa dilakukan oleh pemerintah dalam meningkatkan daya saing kita di bidang kedirgantaraan. Merasa perlu untuk dibaca dan diketahui oleh kompasiner sekalian apalagi salah satu diantara kita juga turut serta Bapak Chappy Hakim sebagai pakarnya.

IPTN harus segera diselamatkan

IPTN yang sekarang bernama PT Dirgantara Indonesia ini terus terpuruk setelah “kematian” program pesawat andalannya N250 ditahun 1998. Selama 12 tahun terakhir hanya terjual tidak lebih dari 10 pesawat terbang. Pesawat  NC212, CN235, helicopter NBO105, NBell412 dan Super Puma NAS332 sudah “tidak layak bisnis” lagi. Sulit menjualnya, walaupun pemasaran terus digalakkan. Padahal kapasitas dan kapabilitas sumberdaya manusia yang tersedia adalah untuk memproduksi 12 pesawat pertahun (144 pesawat dalam 12 tahun). Ini menunjukkan sangat rendahnya produktivitas IPTN. Tidak heran jika sekarang ini perusahaan mengalami kesulitan keuangan yang kronis. Bahkan untuk membayar gaji karyawannya seperti yang terjadi beberapa bulan terakhir ini.

Jika hal seperti ini tetap berlangsung, IPTN akan terus merugi. Dan harus terus hidup dari subsidi, sampai Pemerintah kehabisan dana. Perusahaan akan terpaksa harus ditutup. PHK seluruh karyawan tak terhindarkan. Investasi yang sangat besar yang belum sempat “dikembalikan” kepada Negara, akan hilang percuma.

Investasi pemerintah yang sudah ditanamkan di IPTN untuk semua program produksi pesawat terbang (3 program pesawat fixed-wing dan 3 program pesawat helicopter), sampai dengan tahun 1998 saja sudah mencapai lebih dari 1.4 miliar dollar AS. Sedangkan hanya untuk program N250 saja hampir 1 miliar dollar AS, (tepatnya 999 juta dollar), atau dengan kurs dollar AS saat ini senilai 9 triliun rupiah.

Teknologi ditangan, bisnis hilang.

Dalam laporan hasil akhir diagnostic-study mengenai prospek IPTN tertanggal 22 Maret 1996, Booz.Allen & Hamilton menggaris-bawahi prasyarat bagi Indonesia jika ingin berhasil membangun industri pesawat terbang yang “economically sustainable”, dan yang tidak bergantung terus pada subsidi pemerintah:

Industri pesawat terbang di Indonesia hanya bisa tumbuh dan berkembang jika fokus pada pembuatan pesawat pesawat transport komersial (airliner) berkapasitas kursi sedikitnya 50 penumpang, karena “pintu masuk” ke pasar dirgantara dunia yang memungkinkan pabrik pesawat Indonesia untuk mendapatkan pangsa pasar cukup memenuhi “economies of scale” untuk diproduksi di Indonesia hanya jika dapat membuat pesawat transport komersial berpenumpang 50 atau lebih. Prasyarat ke2 adalah: pesawat ini harus masuk pasar selambat-lambatnya tahun 1998.

Statement ini menegaskan bahwa N250 adalah “Raison d’etre’-nya IPTN. Kunci keberhasilan IPTN adalah, bila IPTN dapat men-deliver N250 ketangan pembelinya tepat waktu, yaitu paling lambat akhir tahun 1998. Delivery pesawat “on-time” adalah segalanya bagi airlines kelas dunia (Airbus didenda 200juta dollar karena delivery Airbus A380 Singapore Airlines terlambat 18 bulan).

Saat itu tidak terpikir akan gagal, karena pesawat prototype sudah terbang yang membuktikan bahwa teknologi sudah dikuasai. Investasi sudah 974juta dollar AS, atau 3 kali lebih besar dari ATR42/72, saingan terdekat N250.

Pada kenyataannya ternyata program N250 gagal. IPTN berhasil menguasai teknologi pembuatan pesawat terbang komersial modern, akan tetapi gagal memenuhi janjinya kepada customers-nya. Karena gagal menyediakan pesawat N250 ‘on-time, on-performance dan FAA certificated”. “On time” delivery adalah harga mutlak bagi maskapai penerbangan didunia. Program N250 ini bahkan berhenti total karena subsidi pemerintah dihentikan atas “instruksi IMF” tahun 1998.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun