Mohon tunggu...
Lukman Hamarong
Lukman Hamarong Mohon Tunggu... Administrasi - Sangat sulit menjadikan aku seperti kamu, karena aku adalah aku, kamu ya kamu

Mengalir seperti air

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Real Madrid Tanpa Gelar Musim Ini?

17 Mei 2013   17:58 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:25 1050
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Siapa pun tahu Real Madrid adalah klub terbaik abad XX. Hal itu tidak bisa dibantah karena sudah tercatat dalam sejarah panjang persepakbolaan dunia era lampau. Koleksi gelar sudah menggunung di lemari prestasi Madrid. Piala/Liga Champion sudah sembilan kali direngkuh. Gelar domestik seperti La Liga dan Copa del Rey, masing-masing sudah 32 dan 18 kali digenggam. Hanya orang yang tidak mengerti bola yang mengatakan Madrid bukan tim hebat. Namun…..????

Namun, semua kejayaan di masa lampau itu sepertinya “tidak” berarti apa-apa karena Madrid di 10 tahun terakhir kalah berprestasi dan kalah pamor dari rival abadi mereka, Barcelona. Kalau periodenya kita pangkas lagi menjadi lima tahun saja, maka Madrid betul-betul hanya menjadi sebuah klub “semenjana” di hadapan seteru abadinya tersebut.

Bagaimana tidak…! Di Liga Champion, Madrid sudah puasa gelar selama 10 tahun. Terakhir kali Madrid juara di musim 2001-2002 dengan mengalahkan klub Jerman, Bayer Leverkusen. Jangankan juara, masuk final saja pada periode tersebut susahnya minta ampun. Kampanye La Decima pun seakan seperti peribahasa berikut ini, Bagaikan Pungguk Merindukan Bulan, harapan dan keinginan yang tidak bisa tercapai.

Di kompetisi domestik La Liga pun prestasi Madrid setali tiga uang. Poin saya ada pada kalimat berikut ini: KALAU PERIODENYA KITA PANGKAS LAGI MENJADI LIMA TAHUN TERAKHIR, MAKA MADRID BETUL-BETUL HANYA MENJADI SEBUAH KLUB “SEMENJANA” DI HADAPAN SETERU ABADINYA, BARCELONA. Nah, coba kita tengok dua kuda pacu di Liga Spanyol tersebut pada gelaran kompetisi lima tahun terakhir, khususnya ketika Josep “Pep” Guardiola menukangi Barcelona, pada 2008-2009.

Musim 2008-2009 adalah musim paling emas Barcelona, musim sensasional, kalau tidak bisa dikatakan musim paling sempurna. Belum ada sebuah klub mampu melakukan prestasi ini. Enam gelar sekaligus diraih, masing-masing Piala Spanyol, Liga Spanyol, Piala Super Spanyol, Piala Super Eropa, Piala Dunia Klub dan Liga Champion. Rentetan juara ini sepertinya sangat susah dibukukan klub lain. Entah sampai kapan akan bertahan torehan emas ini. Musim 2009-2010, 2010-2011 dan 2012-2013, Barca masih meraja menjadi yang terbaik di Spanyol. Hanya musim 2011-2012 Madrid mampu melewati Barca. Ya, cuma itu…!

Sebenarnya Madrid sudah melakukan berbagai macam cara agar predikat terbaik di masa lampau bisa kembali berulang di masa kini. Namun usaha tersebut tidak membuahkan hasil. Sejak Florentino Perez berkuasa di institusi Madrid tahun 2000 hingga sekarang, upaya mengembalikan kejayaan di kompetisi nomor satu di benua biru, Liga Champion, hanya sebatas jargon saja. Bayangkan, di era Perez-lah sebutan Los Galacticos akrab di mulut bumi. Siapa pun manusia di bumi ini, jika menyebut Los Galacticos pasti arahnya adalah Madrid, karna di sanalah pemain dari “Galaxy” merumput, sebut saja Zinedine Zidane, Ronaldo Luiz Nazario, Luis Figo, David Beckham. Michael Owen, Robinho, Kaka hingga Cristiano Ronaldo.

Betul, Madrid bisa juara Liga Champion 2001-2002, namun setelah itu, nir gelar hingga 2013. Belum lagi kalau kita memasukkan nama pelatih Jose Mourinho yang menangani Madrid sejak 2009-2010. Kalau periode Mou menangani Madrid yang kita bahas, maka semakin lengkaplah stigma Madrid inferior di hadapan Barca. Betul, El Clasico musim ini menjadi milik Madrid namun yang keluar sebagai juara La Liga adalah Barca. Mou, Sang Special One, atau sekarang The Only One, hanya mampu membuat Madrid meraih satu gelar setiap musimnya. Apakah karena Mou men-juluki dirinya sebagai The Only One atau The Special One, sehingga gelar setiap musimnya hanya satu bagi Madrid? Di luar Piala Super Spanyol, maka Madrid di tangan Mou hanya mampu memasukkan satu piala ke lemari Madrid setiap musimnya.

Nah, musim ini, stigma tersebut mungkin akan menjadi lebih buruk lagi jika Madrid gagal di Final Copa del Rey kontra rival se-kotanya, Atletico Madrid, yang akan mentas pada pagi dini hari nanti. Setelah di Liga Champion dikandaskan Dortmund di semifinal dan di La Liga lagi-lagi menyerah di tangan Barca, maka harapan satu-satunya “memelihara” stigma tersebut ada pada laga nanti subuh. Sanggupkah Mou mempertahankan stigma The Only One? Mari kita tunggu hingga selesainya laga final tersebut. Saya melihat Mou sudah tidak memiliki rasa lapar akan gelar. Sepertinya rasa lapar itu telah hengkang dari tubuh Mou. Hal yang tidak kita dapatkan kala menukangi Chelsea dan Inter Milan.



Terciptanya polarisasi di internal Madrid menguatkan dugaan saya akan hilangnya ambisi Mou. Jika Mou serius, tidak ada yang namanya perpecahan. Komentar-komentar yang meluncur dari mulutnya pun selalu menjadi debatable di ruang ganti. Casillas ditepikan walau kondisinya sudah 100% fit. Ramos kerap melawan bos-nya. Pepe pun akhirnya dipinggirkan karena berani melawan keputusan big boss yang mem-bangkucadang-kan Casillas. Sudah jelas terasa kalau Mou kini hatinya mendua. Setengah di Madrid, setengahnya lagi di Chelsea. Rumor kian gencar kalau Mou akan kembali “pulkam” ke Chelsea. Mou tidak menemukan cinta di Madrid. Cinta Mou sesungguhnya ada di Stamford Bridge, kandang Chelsea. Kalau begitu, gawat…! Bisa-bisa Madrid tanpa gelar musim ini. Walau saya fans Barca, saya tetap berkata kepada mereka, ayo semangat Madrid. Hehehe…..

Tulisan ini memang subjektif karena penulis tidak dalam kapasitas sebagai pengamat tapi penulis menulis dalam posisi sebagai fans Barcelona. Jadi, kalau ada pihak yang dirugikan dari tulisan ini, maka saya meminta maaf. Namun saya juga memohon, hargailah subjektifitas dalam dunia sepakbola. Hal itu mutlak karena sepakbola adalah surganya subjektifitas, di mana fans termasuk bagian dari lahirnya penilaian yang subjektif. Salam Damai (Lukman Hamarong)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun