Mohon tunggu...
Ibn Jabal
Ibn Jabal Mohon Tunggu... Freelancer - Bukan Putra Mahkota

masih mencari jati diri

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ngemong Santri ala KH Maimoen Zubair, Sebuah Refleksi terhadap Guru Bangsa

6 Januari 2020   03:55 Diperbarui: 6 Januari 2020   04:06 515
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Dikalangan pesantren hal ini banyak disebut sebagai khidmah. Seperti pengalaman salah satu sopir yang oleh Mbah Moen diajak tidur dihotel dan sekamar dengan Mbah Moen. 

Juga tardapat kisah yang mana Mbah Moen pernah menjadi imam sholat janazah dari orang yang dulunya menjadi sopir beliau, bahkan beliau sampai meneteskan air mata atas meninggalnya sang sopir tersebut.

Tentu dibutuhkan hati yang begitu mulia untuk bisa melakukan semua hal tersebut. Sesuatu yang oleh banyak orang dianggap remeh, walaupun pada kenyataannya berjasa besar.

Hari ini mungkin sulit kita temui panutan yang mengajar dengan hati dan ketulusan seperti beliau. Justru kekerasan  terhadap siswa makin sering kita temui di Indonesia akhir-akhir ini.

6) Menyikapi perbedaan

"Perbedaan yang ada diumatku adalah sebuah rahmat" begitulah kiranya Nabi kita memberikan gambaran, bahwa perbedaan bukanlah sebuah faktor terpecahnya sebuah negara, justru dengannya rahmat akan kita rasakan. 

Tentu rahmat ini akan terwujud jika perbedaan disikapi dengan baik. Tangan, kaki, badan dan kepala adalah beberapa entitas yang berbeda, namun dengan kesemuanyalah orang dapat menjalankan tugas yang diemban dibumi ini. Perbedaan harus dijadikan sebagai bagian-bagian yang saling melengkapi dan saling mendukung, bukan saling menghancurkan.

Begitu juga dengan seorang pendidik, harus mampu mengolah dan merespon perbedaan yang dihadapi. Mendidik siswa agar dapat menjadi penerus bangsa yang dapat menjaga keutuhan NKRI. Menjadi pemuda yang siap menghadapi perbedaan, Pemuda yang menjadikan demo sebagai ajang demokrasi, bukan ajang kekerasan.

Mbah Moen sering kali menggambarkan perbedaan ini, atau lebih tepatnya beliau sebut sebagai filsafat bangsa Indonesia, bahwa bangsa ini adalah "Bedo tapi podo, podo tapi bedo". Kalimat tersebut biasanya beliau dawuhkan ketika membahas kemajemukan yang ada di Indonesia. 

Memang maksud daripada istilah tersebut tidak secara eksplisit dijelaskan oleh beliau, namun ketika kalimat itu tidak dilepas dari konteksnya kita akan menemukan bahwa bangsa ini mempunyai sekian banyak perbedaan, mulai dari agama, suku, bahasa, budaya dan lainnya. Namun disisi lain perbedaan itu dapat disatukan dengan adanya pancasila yang menjadi dasar negara ini. 

Didalam lambang negara Indonesia tersebut juga terpatri semboyan "Bhineka Tunggal Ika" yang berarti berbeda-beda tetapi tetap satu kesatuan. Mungkin juga sebab seperti ini lah di didinding ndalem Mbah Moen selalu terpasang lambang Negara Burung Garuda dan foto presiden dan wakilnya. Pemandangan yang sangat jarang kita jumpai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun