Mohon tunggu...
Hany Ferdinando
Hany Ferdinando Mohon Tunggu... Ilmuwan - Penikmat buku dan musik yang suka tentang teknologi, psikologi, pendidikan, flora dan fauna, kebudayaan, dan hubungan antar manusia.

Belajar menulis dengan membaca, belajar kritis dengan menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Konfirmasi 7 Sistem Pendidikan di Finlandia: Laporan Pandangan Mata

8 Januari 2020   19:32 Diperbarui: 8 Januari 2020   19:35 586
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://pixabay.com/photos/tree-flag-nature-outdoors-finnish-3357002/

Banyak video yang beredar tentang sistem pendidikan di Finlandia yang katanya luar biasa. Isi video tersebut menurut saya agak berlebihan, misalnya tidak ada PR, jam belajar pendek, dll. Namun, saya menanggapinya langsung di akun facebook yang membagikan video-video seperti itu. Cukup banyak yang tercengang ketika membaca tanggapan saya, bahwa PR tetap ada dan panjang jam belajar sesuai dengan tingkatan sekolah anak.

Beberapa hari yang lalu saya membaca berita di laman kompas.com tentang 7 sistem pendidikan Finlandia. Sepertinya, inilah saatnya untuk menuliskan laporan pandangan mata terkait dengan isu yang selalu hangat ini. Mari kita mulai!

#1 Persaingan tidak penting

Sistem sosial masyarakat di Finlandia tidak mengenal yang namanya persaingan dalam arti mencoba untuk mengalahkan yang lain dan menjadi pemenang. Tentu saja yang namanya persaingan bisnis selalu ada, tetapi bukan dalam arti berusaha mematikan bisnis lain. Sepertinya filosofi ini yang diterapkan di sekolah.

Sepanjang 6 tahun saya tinggal di Finlandia, saya belum pernah mendengar kabar tentang berbagai olimpiade keilmuan dan berbagai macam lomba  (menggambar, mewarna, merangkak untuk balita, menyanyi, dkk). Satu lomba yang saya tahu adalah tiernapoika (star boy), dimana 4 orang anak akan bernyanyi sambil mendramakan kisah seputar Natal. Ini sudah menjadi tradisi setiap bulan Desember di Finlandia dan Swedia. 

Ajang pencarian bakat yang ada cuma Masterchef, the voice of Finland, dan mencari pembuat roti terbaik. Saya belum pernah menyaksikan Finland idol, Finland got talent, atau program sejenis lainnya. 


https://pixabay.com/photos/skills-can-startup-start-up-3371153/
https://pixabay.com/photos/skills-can-startup-start-up-3371153/

Alih-alih mempromosikan persaingan antar siswa, sekolah mendorong siswa untuk bersaing dengan dirinya sendiri. Oleh karena itu tidak ada kelas favorit atau kelas khusus bagi yang dianggap cerdas atau sekolah favorit. Semua siswa dianggap punya keunikan sehingga tidak perlu ada kelas khusus. 

Bagaimana cara melatih siswa bersaing dengan dirinya sendiri? Guru akan memberikan soal latihan yang lebih tinggi tingkatannya bagi siswa yang telah menyelesaikan soal latihan yang diberikan kepada semua siswa. Jadi, guru punya cadangan soal untuk menantang siswa naik ke level berikutnya, tetapi dengan syarat siswa tersebut telah menyelesaikan soal latihan standar yang diberikan. Dengan demikian, setiap siswa bisa mendapatkan soal tingkat lanjut yang berbeda untuk setiap mata pelajaran. 

Apakah semua sekolah dimiliki oleh pemerintah? Tidak! Ada beberapa sekolah yang dimiliki oleh semacam asosiasi. Untuk sekolah yang seperti ini, pemerintah menanggung sebagian biaya operasional dan asosiasi bertanggung jawab mencari sumber pendanaan lain. Setahu saya, siswa tidak dikenakan uang sekolah sehingga pemasukan untuk sekolah swasta diperoleh dari donatur. Seandainya ada uang sekolah, itu pun nilainya tidak terlalu besar.

#2 Guru adalah profesi yang dihormati

Guru adalah profesi yang prestisiu jika boleh dikatakan demikian karena guru harus menyelesaikan pendidikan setingkat Master dengan hasil yang memuaskan. Jika tidak demikian, dia akan kalah dalam seleksi penerimaan guru. Guru SD dihasilkan oleh jurusan yang dikelola oleh fakultas pendidikan. Namun, guru bidang studi diambil dari lulusan terbaik bidangnya masing-masing yang telah menyelesaikan training pedagogi semasa kuliahnya. Jadi, seorang mahasiswa Fisika yang ingin menjadi guru Fisika harus mengambil training pedagogi 60 kredit untuk bisa melamar menjadi guru Fisika. Demikian juga untuk guru sejarah, Kimia, Biologi, matematika, dkk. Training pedagogi inilah yang disebut di laman kompas.com sebagai pendidikan profesi. 

https://pixabay.com/illustrations/teacher-school-university-board-1015630/
https://pixabay.com/illustrations/teacher-school-university-board-1015630/

Memiliki 60 kredit training pedagogi tidak menjamin seseorang bisa menjadi guru. Ada proses seleksi yang ketat karena banyaknya peminat. Seseorang harus menunjukkan kemampuan yang lebih untuk bisa terpilih. Biasanya, guru tetap diambil dari guru tidak tetap yang dikontrak selama 11 bulan dan diperbarui kontraknya untuk tahun ajaran yang akan datang jika diperlukan. Oleh karena pendidikan menjadi motor utama kemajuan bangsa, maka profesi guru menjadi prestisius.

Apakah seseorang yang sudah lulus boleh mengambil training pedagogi? Bisa, namun biasanya dia akan kesulitan untuk memenuhi kredit terkait dengan praktek mengajar. Peserta training yang masih kuliah lebih mendapat prioritas karena mereka sejak awal sudah ingin menjadi guru.

#3 Finlandia mendengarkan penelitian

Fakultas pendidikan biasanya memiliki sekolah yang disebut sebagai laboratorium. Di sana berbagai hipotesa diuji dan diterapkan untuk dilihat hasilnya. University of Oulu, misalnya, memiliki Normaalikoulu yang terletak di area kampus. Sekolah ini sama seperti sekolah pada umumnya, namun lebih berdinamika karena berbagai macam penelitian dan pengamatan dilakukan di sekolah ini.

https://pixabay.com/photos/concept-man-papers-person-plan-1868728/
https://pixabay.com/photos/concept-man-papers-person-plan-1868728/

Metode mengajar terus dikembangkan dan berbagai training dilakukan untuk meningkatkan kualitas guru. Seingat saya, hampir tiap tahun ada program training baru yang diluncurkan. Hal ini tidak mungkin dilakukan ketika kementerian pendidikan tidak bekerja sama dengan para peneliti.

#4 Finlandia tidak takut bereksperimen

Sebuah eksperimen belum tentu menjanjikan sebuah keberhasilan, sehingga kita enggan melakukannya. Apalagi jika ini dikaitkan dengan masa depan anak. Saya setuju bahwa kita tidak boleh mengorbankan masa depan anak atas dasar sebuah penelitian. Lalu bagaimana mereka melakukannya?

Dalam diskusi dengan beberapa peneliti dari fakultas pendidikan, saya menemukan sesuatu yang menarik. Eksperimen dilakukan dalam skala kecil untuk sub-topik sebuah pelajaran, tetapi sampel yang diambil jumlahnya besar dan dilakukan untuk sub-topik yang berbeda. Hal ini memerlukan persiapan yang dalam dan cara mengevaluasi yang tepat. Di sinilah terjadi kerja sama antara guru dan peneliti.

https://pixabay.com/photos/laptop-mac-computer-browser-2557615/
https://pixabay.com/photos/laptop-mac-computer-browser-2557615/

Selain itu, guru juga diberi kebebasan mengelola bahan ajar secara mandiri, mulai dari buku pegangan hingga cara mengevaluasi. Guru juga dimina untuk aktif melakukan berbagai eksperimen skala kecil di kelas masing-masing untuk dapat dibagikan dalam pertemuan rutin mereka.

Sebenarnya, penelitihan tindakan kelas yang di Indonesia mirip-mirip dengan yang dilakukan di Finlandia. Namun sepertinya sudah tidak terdengar gaungnya lagi. Selain itu, ada terlalu banyak beban administrasi bagi guru yang melakukan eksperimen semacam ini.

#5 Waktu bermain penting

Berita di laman kompas.com menuliskan bahwa siswa diberi waktu bermain 15 menit setiap 45 menit. Sepertinya ini terlalu umum, sehingga ijinkan saya menyampaikan pengamatan saya dan jadwal belajar anak saya di kelas 7. Jam bermain pertama adalah 09.45-10.15 setelah belajar dari 08.15 sampai 09.45. Jadi memang mereka mendapatkan 2 kali 15 menit setelah belajar 2 kali 45 menit. Istirahat kedua agak panjang karena digabung dengan makan siang, yaitu 45 menit.

https://pixabay.com/photos/water-play-kids-youth-children-863053/
https://pixabay.com/photos/water-play-kids-youth-children-863053/

Saat jam istirahat, anak-anak harus keluar ruangan. Akan ada guru yang patroli untuk 'mengusir' anak keluar ruangan, kecuali yang bersangkutan sakit. Itu pun dengan aturan ketat, tidak boleh menggunakan smartphone. Bagaimana ketika musim dingin? Aturan adalah aturan, sehingga mereka tetap harus keluar, kecuali suhunya di bawah -15 C.

Mereka yang masih di bawah umur biasanya masuk semacam PAUD yang akan membawa mereka untuk bermain di taman atau berjalan-jalan menikmati alam. Anak dibiasakan untuk berada di luar ruangan dan beraktivitas.

Selain itu, siswa tidak dibebani dengan tuntutan belajar tingkat tinggi seperti di Indonesia sehingga perlu les pelajaran. Saya belum pernah menemui satu LBB pun di negara ini. Anak dibiarkan dalam natur sebagai anak yang bermain. Ketika liburan sekolah pun, pemerintah kota menyediakanbebagai macam aktivitas fisik sesuai dengan usia, seperti hiking, mendayung, memasak, olah raga, bersepeda, ski, ice skating, dll.

#6 PR siswa sangat sedikit

Video yang menyatakan bahwa di Finlandia tidak ada PR perlu diedit ulang. PR tetap ada tetapi ada batasannya. Saya bersyukur diberi kesempatan untuk melihat bagaimana anak-anak saya mengerjakan PR sejak kelas 1 hingga 12.

https://pixabay.com/photos/homework-the-student-tablet-3235100/
https://pixabay.com/photos/homework-the-student-tablet-3235100/

Di level SD, secara umum PR dapat diselesaikan dalam waktu 30 menit. Seiring dengan berjalannya waktu, anak mulai diberi tugas yang akan makin besar seperti herbarium, mencari informasi tentang demografi sebuah negara, dll. lalu menyajikan dalam bentuk presentasi. Untuk tingkat SMA, tugasnya bisa lebih kompleks dan tidak ada PR secara khusus. Mereka dituntut untuk bertanggung jawab terhadap studinya dengan berlatih secara mandiri. Guru memberikan soal latihan lengkap dengan jawaban akhirnya sehingga siswa bisa memeriksa hasil akhirnya sendiri.

Situasi ini sangat kontras dengan di Indonesia. Guru harus bejibaku dengan siswa yang tidak mengerjakan PR, bahkan di tingkat SMA. PR adalah sebuah beban bagi siswa di Indonesia. Saya tidak tahu apa alasannya. Dugaan saya, ini masalah motivasi belajar. Celakanya, guru di Indonesia jug a harus bertanggung jawab terhadap motivasi belajar siswa, bukan orang tuanya.

Menurut saya, orang tua bertanggung jawab terhadap motivasi belajar anaknya dan bukan menyerahkan ke sekolah, dalam hal ini guru. Sepertiya orang tua bisa seenaknya lepas tangan dengan urusan motivasi belajar anaknya, tetapi menuntut guru dan sekolah memberikan nilai yang baik. Banyak kasus terjadi di Indonesia terkait dengan kemarahan orang tua karena anaknya mendapatkan nilai yang dianggap tidak sepadan. Lha, kemana saja mereka selama ini dalam hal memotivasi anaknya dalam belajar?

#7 PAUD gratis

Anak bisa masuk PAUD sejak usia 2 atau 3 tahun, tergantung dari kondisi orang tua. Jika kedua orang tua bekerja, maka anak bisa di sana selama 5 hari per minggu. Untuk anak yang salah satu orang tuanya tidak bekerja, batasan maksimalnya 3 hari. 

https://pixabay.com/photos/kindergarten-children-play-fun-504672/
https://pixabay.com/photos/kindergarten-children-play-fun-504672/

Selama di PAUD, anak hanya bermain dan mengerjakan berbagai macam aktivitas. Tidak ada pelajaran seperti berhitung, mengenal warna, nama hewan, dll. PAUD isinya bermain, bermain, dan bermain. Lebih khusus lagi, PAUD memfasilitas bermain yang tidak melibatkan gadget. Jadi, anak-anak akan bermain di halaman sekolah atau di ruangan untuk bermain. Selama di PAUD, anak juga mendapatkan makan siang.

Apakah PAUD gratis? Ya dan tidak! Ya, bagi keluarga dengan penghasilan rendah. Ketika keluarga memiliki penghasilan yang tinggi maka biaya PAUD bisa mencapai 300 euro per bulan untuk anak pertama, anak kedua mendapat potongan 30%, anak ketiga mendapat potongan 75% dan selanjutnya gratis.

PAUD ditangani oleh pendamping profesional yang memang menempuh pendidikan untuk menjadi guru PAUD. Biasanya, jenjang pendidikan ini ditawarkan oleh program vokasi 4 tahun.

Anak berada di PAUD hingga usia 6 tahun, karena setelah itu anak dipindah ke Eskari (persiapan masuk SD selama setahun). Saat anak berusia 7 tahun, maka dia bisa masuk SD. Perlu dicatat di sini bahwa ketika anak masuk SD, sebagian besar belum bisa membaca. Itu bukanlah hal yang aneh di sini. Nanti di kelas 1 SD itulah mereka belajar membaca.

Penutup

Demikian sekilas pandang laporan saya dari Finlandia berdasarkan pengamatan dan wawancara. Kiranya bisa menjadi bahan pelengkap bagi kita semua. Saya menulis beberapa artikel terkait pendidikan secara umum dan juga pengalaman di Finlandia. Silakan membacanya di kompasiana.com.

Salam kompasiana!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun