Mohon tunggu...
Herman Hidayat
Herman Hidayat Mohon Tunggu... Lainnya - Karyawan Swasta

Peminat Kajian-Kajian Filsafat dan Spiritualitas. Penikmat Musik Blues dan Jazz. Menyukai Yoga dan Tai Chi

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Perbedaan

7 Mei 2010   10:46 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:21 936
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

1.

Tahun itu, 1993, dengan jubah rahibnya yang berwarna kuning kunir dan merah marun, Dalai Lama menyeruak di Arizona State University, di sebuah stadion basket, dan memulai rangkaian ceramah umumnya selama sepekan di Arizona, dengan perkenalan yang sangat memikat.

"Saya kira, ini pertama kalinya saya berjumpa dengan sebagian besar anda. Tetapi bagi saya, entah kawan lama atau kawan baru, tak banyak bedanya karena saya selalu percaya bahwa kita sama, kita semua sama-sama manusia. Tentu saja, mungkin ada perbedaan latar belakang budaya atau gaya hidup, mungkin ada perbedaan keyakinan, atau mungkin ada perbedaan warna kulit. Tetapi kita sama-sama manusia, yang terdiri atas tubuh dan pikiran. Struktur fisik kita sama, dan pikiran serta emosi alami kita juga sama. Dimana pun saya bertemu dengan orang lain, saya selalu punya perasaan bahwa saya sedang berhadapan dengan seorang manusia yang sama seperti diri saya sendiri. Saya merasa jauh lebih mudah berkomunikasi dengan orang lain pada tataran seperti itu. Andai kata saya menekankan karakteristik khusus, misalnya bahwa saya orang Tibet atau saya orang Buddhis, perbedaan akan tampak. Tetapi hal-hal itu bersifat sekunder. Kalau kita bisa menyisihkan perbedaan-perbedaan itu, saya kira kita dapat mudah berkomunikasi, bertukar gagasan, dan berbagi pengalaman."

2.

Adalah rasa takut, atau kekhawatiran, entah terhadap apa, yang sering membuat kita selalu menjaga jarak terhadap perbedaan. Menjadikannya sebagai sesuatu yang asing. Sesuatu yang kita pandang dengan rasa curiga. Bahkan, sedemikian curiganya kita terhadap perbedaan-perbedaan, sampai-sampai kita lalu mengabaikan kesamaan esensial kita yang jelas, yaitu sama-sama manusia.

Sementara itu, menurut Islam, sejauh yang saya pahami dari Al Qur'an, pada dasarnya semua manusia adalah bersaudara, keturunan Bapak Adam dan Ibu Hawa. Sedangkan perbedaan-perbedaan sekunder ini sebenarnya memang dikehendaki oleh Allah [QS. 49:13]. Tujuannya supaya kita justru saling belajar. Saling melengkapi. Saling memanfaatkan. Saling membantu. Karena kita belajar dari perbedaan-perbedaan. Kita mengokohkan diri juga melalui perbedaan-perbedaan. Kita memanfaatkan perbedaan-perbedaan. Kita membantu dengan perbedaan-perbedaan.


Melalui tamparan, kita tahu nikmatnya belaian. Melalui rasa sakit, kita menghargai anugrah kesehatan. Karena dia timpang kakinya, maka engkau menyiapkan penyangga. Karena petani-petanilah, kita pegawai-pegawai kantoran ini mengetahui beras dan makan nasi. Karena anak yatim dan orang-orang miskinlah kita berkesempatan menyucikan diri dengan kedermawanan.

Itulah makanya, Nabi Muhammad Saw tidak pernah khawatir untuk menganjurkan ummatnya belajar hingga ke Cina. Kabarnya Nabi juga ada mengirimkan sahabat-sahabatnya untuk pergi ke Romawi, mempelajari kedokteran. Dan dari Sayyidina Ali Ra terkenal ucapan: undzur ma qala, wala tandzur man qala, lihat apa yang dia katakan, dan jangan lihat siapa yang mengatakan.

Justru kitalah yang phobia, bahkan hingga di abad modern ini. Dan akibat kebiasaan untuk membiarkan ketakutan, kekhawatiran dan kecurigaan mencengkeram batin kita seperti inilah, yang menyebabkan kita gagal menghayati ajaran Islam ini, dan oleh karenanya, gagal pula mengambil manfaatnya.

3.

Tentu saja, perbedaan yang paling menakutkan kita adalah perbedaan pemikiran dan/atau keyakinan. Salah satu penyebabnya menurut saya adalah karena kegagalan kita untuk mengakui bahwa sebuah pemikiran dan/atau keyakinan, tidak pernah monolitik. Lebih tepatnya, sebuah sistem nilai tidak pernah monolitik. Kita selalu mengira, sekali suatu sistem nilai memiliki satu point pemikiran salah atau suatu konsep salah, kita lalu mengira semuanya salah. Sebaliknya, kita dengan gegabah mengira, sekali kita cocok dengan suatu sistem nilai tertentu, lalu kita mengira, keseluruhan nilai di dalamnya adalah benar mutlak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun