Mohon tunggu...
Hendri Teja
Hendri Teja Mohon Tunggu... Novelis - pengarang

Pengarang, pengemar narasi sejarah. Telah menerbitkan sejumlah buku diantaranya: Suara Rakyat, Suara Tuhan (2020), Tan: Gerilya Bawah Tanah (2017), Tan: Sebuah Novel (2016) dan lain-lain. Untuk narasi sejarah bisa salin tempel tautan ini: Youtube: https://www.youtube.com/@hendriteja45

Selanjutnya

Tutup

Politik

Indonesia Negara Paling 'Sengsara' se-Dunia?

21 September 2015   16:23 Diperbarui: 21 September 2015   16:29 490
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Badan Pusat Statistik (BPS) akhirnya merilis kondisi kemiskinan di Indonesia. Tercatat per Maret 2015 terjadi kenaikan jumlah penduduk miskin di Indonesia menjadi 28,59 juta jiwa. Angka ini naik 310 ribu jiwa dari Maret 2014 yang mencapai 28,28 juta jiwa.

Kenaikan jumlah orang miskin ini sebenarnya bukan sesuatu yang mengejutkan. Pasalnya, perekonomian nasional di era Jokowi-Jusuf Kalla memang cenderung tidak stabil. Banyak kebijakan pemerintah yang gagal mengungkit bahkan menjaga daya beli masyarakat.

Ambil contoh kebijakan menaikan harga BBM, gas elpiji dan listrik, tanpa kebijakan bernas untuk mengantisipasi melambungnya kebutuhan bahan pokok. Penyaluran raskin dan Bantuan Langsung Tunai (BLT) tertunda akibat  pemerintah lambat mengatur belanja. Hal ini diikuti dengan gelombang PHK yang menurut catatan Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri mencapai sekitar 26 ribu buruh. Belum lagi melemahnya daya tukar rupiah terhadap dollar USA hingga mencapai kisaran 14 ribu-an.

Dalam konteks ini menjadi menarik, meskipun wacana ini sudah tergolong usang, mendiskusikan kritik garis kemiskinan BPS yaitu pengeluaran US$ 0,79 per kapita perhari. Kendati demikian, sejak jauh-jauh hari para ekonomi sejatinya menyarakan agar Indonesia menggunakan indikator Bank Dunia, yaitu US$ 2 per kapita perhari. Jika indikator Bank Dunia yang digunakan sudah pasti jumlah penduduk miskin di Indonesia akan jauh lebih besar dari jumlah yang dipublikasikan BPS.

Terkait statistik ini pula, sebuah artikel Business Insider telah menempatkan Indonesia sebagai negara paling “sengsara”. Indonesia berada di posisi 17 dari 21 negara yang diteliti, yaitu sedikit di atas Brasil, Rusia dan Spanyol. Indikator yang digunakan adalah indeks sengsara (misery index)-nya ekonom Arthur Okun yang menghitung berdasarkan tingkat pengangguran dan inflasi suatu negara. Semakin tinggi angkanya, semakin sengsara negara tersebut. Logikanya adalah seseorang akan  sengsara karena tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya akibat tidak memiliki pekerjaan dan harga barang terus meningkat.

Jika penderitaan masyarakat Spanyol terkait perihal pengangguran, maka Rusia dan Brasil lebih karena inflasi yang meningkat tinggi.  Sedangkan penderitaan masyarakat Indonesia terkait dengan keduanya, yaitu angka pengangguran dan tingkat inflasi yang cukup besar. Dengan alasan yang bertolak belakang, Switzerland, Taiwan dan Japan dinobatkan sebagai negara yang paling tidak menderita karena memiliki tingkat penganguran dan inflasi yang rendah.

Sebagai catatan, memang ada beberapa kritik terkait misery index. Beberapa studi yang menyebut tingkat penganguran membawa pengaruh yang lebih besar atas ketidakbahagiaan ketimbang inflasi. Jika menggunakan studi ini artinya Spanyol, Itali, Francis, dan Polandia lebih sensara dari Indonesia.

 

referensi 

http://uk.businessinsider.com/misery-index-of-major-global-economies-2015-9?utm_source=feedly&utm_medium=webfeeds?r=US&IR=T

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun