Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Pro Kontra PLTSa dalam Penanganan Sampah di Indonesia

2 Februari 2020   15:05 Diperbarui: 2 Februari 2020   15:07 1524
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagaimana Fakta beberapa sahabat yang berada di asosiasi atau institusi lain yang mendukung KPB-KPTG berseberangan dengan penulis. Penulis tetap menolaknya, sebelum pelakunya dengan jujur dan terbuka mempertanggungjawabkan dana-dana yang telah dipetik pada masyarakat sejak 2016 sampai 2020. Jumlahnya pasti sudah triliunan rupiah. 

Baca Juga: Pengelolaan Sampah Masih Buruk dalam 100 Hari Jokowi Maruf

Pertayaannya "Kenapa tidak ada yang belajar dari kegagalan demi kegagalan Jakarta dalam membangun PLTSa ?"

Ilustrasi: Kondisi TPA Tamangapa Kota Makassar, Sulawesi Selatan dan tidak memenuhi syarat untuk membangun PLTSa (15/1/20). Sumber: Dokpri.
Ilustrasi: Kondisi TPA Tamangapa Kota Makassar, Sulawesi Selatan dan tidak memenuhi syarat untuk membangun PLTSa (15/1/20). Sumber: Dokpri.
Sedikit lucu dan aneh Indonesia, beberapa kolega (sebut namanya X, Y, Z) menyorot langkah penulis sebagai pemerhati regulasi sampah mendukung pemerintah dan pemerintah daerah (pemda) dalam membangun PLTSa dengan sebuah inovasi berbasis regulasi atau bermaksud melakukan sebuah terobasan dan perubahan agar pemerintah dan pemda termasuk investor jangan menuai kerugian dalam kerakusan dan kebodohan dalam sikapi sampah melalui pengembangan energi berbasis PLTSa dengan atas nama ramah lingkungan. 

Lucunya di mana? Saat penulis menggugat dan menolak rencana pemerintah dan pemda, Xyz skeptis dan antipati. Penulis mencoba melakukan tindakan paradox dengan balik arah "strategi melingkar" mendukung pemerintah dan pemda, Ternyata Xyz tetap skeptis dan antipati dan malah memilih memperlihatkan sikap prontal berhadap-hadapan dengan penulis. 

Koreksi dan kritis itu halal, tapi fahami masalahnya terlebih dahulu, agar jangan terjebak dalam kebodohan. Kelihatan semua terjebak dalam strateginya sendiri yang tidak berkarakter dan sangat kental pada subyektifitas kepentingannya. Mereka pada bercermin dalam dirinya sendiri. Kelihatan sebuah ketakutan besar yang menyelimutinya. Nampak sangat kurang memiliki ide dan idealisme. 

Hampir disetiap momentum, penulis selalu mengingatkan dan mengatakan bahwa "Janganlah mencoba masuk menelaah tata kelola sampah atau waste management, bila tidak berlapang dada keluar dari kepentingan sendiri atau kepentingan kelompok" Bila masih punya bisnis berkaitan langsung dengan sampah atau ada hubungan emosional kental dengan stakeholder sampah, Anda pasti gagal dan subyektif bila tidak keluar dari zona nyaman. Keluarlah dari pagar masalah, bila ingin melihat masalah secara obyektif.  

Baca Juga:
Jalan Panjang Proyek ITF, dari Era Foke sampai Anies
Para Pemulung Bantargebang Tak Setuju PLTSa

Makanya, kunci keberhasilan dari setiap urusan dunia adalah "miliki jiwa usaha atau entrepreneurship" Apapun profesi Anda, baik itu pejabat negara atau birokrasi, akademisi, praktisi, pengelola asosiasi, pengelola LSM/NGO, termasuk pengelola dan pengusaha sampah. Juga terhadap pengusaha industri berbasis sampah. Ingat bahwa sampah itu berkarakter dan unik sekaligus misteri.

Termasuk para pengusaha sendiri terlebih pengusaha yang berasosiasi. Kenapa? Karena seorang pengusaha atau komunitas asosiasi belum tentu memiliki jiwa usaha atau entrepreneurship itu. Bisa jadi hanya memiliki jiwa dagang, yang sifatnya hanya ingin atau bernapsu menambah yang telah ada dan bukan mengadakan yang belum ada.

Hal tersebut yang menjadikan seseorang serakah atau ramak bila tidak berkarakter sebagai seorang entrepreneurship. Maka akan melakukan korupsi atau mendzalimi dirinya. Sesungguhnya bukan mendzalimi orang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun