Mohon tunggu...
Hamdanul Fain
Hamdanul Fain Mohon Tunggu... Penulis - Antropologi dan Biologi

Membuat tulisan ringan. Orang Lombok.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sebuah Catatan: Peran Penting Prabowo Untuk Kemenangan Jokowi di Pilpres 2014

21 Agustus 2017   01:52 Diperbarui: 21 Agustus 2017   10:25 1965
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Suarabanten.com

Ada hal menarik di pemilihan presiden Indonesia 2014, tiga tahun  lalu. Prabowo yang menjadi sponsor utama bagi Walikota Solo saat itu  (Jokowi) menjadi Gubernur DKI Jakarta, tiba-tiba menjadi lawan tarung di  Pilpres 2014. Masyarakat dan media terkena imbas, runcingnya  pertarungan dua kutub. Di desa kelahiran ibu saya, beberapa tokoh  masyarakat jadi tidak bertegursapa lantaran beda jagoan kala itu. Di  banyak tempat juga sempat terjadi hal serupa. Beruntungnya, saya tidak  terpengaruh sama sekali.

Saya terus mengamati pola yang  terjadi menjelang pilpres 2014, sampai akhirnya saya menemukan sebuah  hipotesis. Apa itu? Prabowo mempunyai peran penting untuk kemenangan  Jokowi. Ada pola menarik yang terjadi jelang pilpres 2014 yang membuat  hipotesis itu tergambar jelas di ranah analitis saya.

Pertama, muncul isu akan terbentuk koalisi poros islam seperti saat pemenangan Gus Dur.

Kedua,  Demokrat mengadakan kompetisi di tubuh internal partai untuk menjaring  bakal calon presiden yang akan diusung di 2014. Dahlan Iskan adalah  calon kuat yang cukup dikenal masyarakat melalui berbagai prestasinya.  Terlebih melalui jaringan koran Jawa Pos Grup.

Ketiga, Gerindra  meminang PAN supaya Hatta Radjasa bersanding menjadi wakil presiden bagi  Prabowo. Perlu dicatat SBY dan Hatta Radjasa adalah besan.

Keempat,  Yusuf Kalla didaulat untuk berpasangan dengan Jokowi. Seperti diketahui  bahwa Yusuf Kalla adalah kader Golkar sekaligus memiliki kedekatan  emosional dengan NU.

Kelima, PKS ditarik dalam koalisi Gerindra-PAN. Secara spiritual PKS lebih dekat dengan Muhammadiyah ketimbang NU.

Keenam, Golkar bimbang menentukan arah tapi akhirnya tidak merapat ke Jokowi.

Ketujuh, Demokrat tidak mampu mengusung calon presiden dan calon wakil presiden. SBY bimbang dan berakhir pada sikap netral.

Bagi saya, point SBY dan Demokrat menjadi netral  di pilpres 2014 adalah goal dari sebuah strategi cantik.

Dua  kutub kuat terbentuk, Jokowi vs Prabowo. Dua kutub yang mampu  membungkam Demokrat agar tidak mampu tanding di kancah pilpres 2014.  Mengapa demikian?

Dengan Gerindra menarik Hatta Radjasa sebagai  calon wakil presiden, maka sebagai orang jawa SBY tentu tidak enak untuk  bertarung dengan besan sendiri, SBY ngalah.

Lalu mengapa salah  satu kutub  hanya menarik salah satu dari dua ormas islam terbesar di  Indonesia (NU dan Muhammadiyah) ke dalam koalisinya? Di poin pertama,  sempat muncul isu akan terbentuknya koalisi poros islam. Membagi dua  ormas ke dua kutub adalah langkah jitu untuk membendung koalisi poros  islam.

Bagi saya pribadi, Prabowo memiliki peran  penting bagi kemenangan Jokowi di pilpres 2014. Oleh karena itu, lebih  baik kita berhenti berdebat lebih bagus Jokowi atau Prabowo. Karena bisa  jadi di dalam lubuk hati dua tokoh ini, mereka menginginkan rakyat  Indonesia menjadi sejahtera, hanya saja caranya saja yang berbeda.

Salam damai Indonesiaku !

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun