Mohon tunggu...
Hamdali Anton
Hamdali Anton Mohon Tunggu... Guru - English Teacher

Saya adalah seorang guru bahasa Inggris biasa di kota Samarinda, Kalimantan Timur. || E-mail : hamdali.anton@gmail.com || WA: 082353613105 || Instagram Custom Case : https://www.instagram.com/salisagadget/ || YouTube: English Itu Fun

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Mewariskan Kurikulum

3 Mei 2024   13:47 Diperbarui: 9 Mei 2024   14:56 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pendidikan (kompas.id/SUPRIYANTO)

Sempat timbul perdebatan perihal jumlah pertemuan dan durasi lamanya PPL menimbang guru-guru SD tersebut juga mempunyai kewajiban sebagai guru kelas yang harus mengajar banyak mata pelajaran, seperti Bahasa Indonesia, IPA, IPS, Seni Budaya, PKN, dan Matematika. Menambah beban satu mata pelajaran di pundak para guru tersebut tentu akan menimbulkan persoalan kelelahan

Setelah cukup lama berdiskusi alot, akhirnya pihak program studi memutuskan "memangkas" jumlah pertemuan mengajar dari enam belas kali pertemuan menjadi delapan kali pertemuan.

Durasi PPL tetap dua bulan dengan ketentuan satu kali pertemuan dalam seminggu dan bisa lebih dari dua bulan jika delapan kali pertemuan tidak tercapai dalam durasi tersebut dikarenakan faktor libur hari raya atau hari besar nasional.

Terlihat dari pengalaman ini, arogansi perguruan tinggi tercermin dalam penetapan sepihak jumlah pertemuan mengajar dan durasi PPL. Pihak program studi memutuskan kebijakan tanpa melihat kondisi di lapangan, dalam hal ini jumlah pertemuan dalam mengajar bahasa Inggris di SD, khususnya SD Negeri, dalam seminggu.

Ini baru dari satu sisi. Untuk skala Kurikulum harusnya lebih lagi. Guru mendapat peranan yang besar dalam penyusunan Kurikulum. Pemerintah sudah seharusnya melibatkan guru dalam tata rencana dan tata kelola kurikulum.

3. Jangan (seakan) hebat dalam jargon dan rencana; tapi lemah dan miskin dalam pelaksanaan dan evaluasi

Sudah jamak melihat dan mendengar janji-janji manis dan jargon setinggi langit dari para caleg, capres, cagub, cawali, atau cabup. Meniupkan harapan surga pada masa kampanye meninabobokan kebanyakan warga.


Padahal, setelah menjabat, tak jarang malah kebanyakan dari mereka tidak merealisasikan janji-janji tersebut.

Atau mereka mewujudkan, namun tidak menyelesaikan. Proyek mangkrak. Dan parahnya, beberapa tahun kemudian, ada temuan dugaan korupsi berjemaah dalam proyek tersebut.

Berkoar-koar dalam jargon dan panjang kali lebar kali tinggi dalam rencana kebanyakan tidak berbanding lurus dengan pelaksanaan yang "lemah" dan evaluasi yang" miskin".

Kurikulum selalu berlangsung dalam ketergesaan; dan carut marut dalam pelaksanaan tanpa alur yang jelas. Ketidakjelasan konsep dan ketidaksiapan materi menjadi kendala.

Dan pada akhirnya, kurikulum berganti dengan yang baru tanpa evaluasi yang jelas: gagal atau harus didaur ulang. Karena biasanya, seperti permainan sepakbola, pergantian pemain terjadi karena pemain tersebut gagal menunjukkan kontribusi yang maksimal dalam permainan sehingga pelatih terpaksa harus menariknya keluar dan menggantinya dengan pemain lain yang lebih fresh dan menjanjikan perubahan yang diinginkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun