Mohon tunggu...
Hadi Samsul
Hadi Samsul Mohon Tunggu... PNS -

HS try to be Humble and Smart

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Bersyukurlah untuk Bahagia

22 Desember 2009   00:37 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:50 585
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebagai manusia, kita diberikan beberapa kelebihan yang, kadang, tidak kita sadari bahwa itu adalah potensi diri. Allah Swt menciptakan setiap manusia dengan beberapa kelebihan yang spesifik. Charmed!!! Bakat, jika kita sebut dalam bahasa sehari-hari. Atau talenta jika kita ingin menyebutkan dengan bahasa yang lebih unik. Atau anugerah, jika kita istilahkan lebih dalam lagi. Tidak semua orang, memiliki bakat yang sama. Unik, menarik, dan spesifik. Itulah ciri bakat atau talenta yang dimiliki setiap orang. Sebuah buku berjudul Quantum Ikhlas, karya Erbe Sentanu, telah memberikan pencerahan seputar konsep ikhlas yang selama ini saya cari. Apa itu ikhlas dan bagaimana caranya supaya kita bisa menjalani hidup dengan penuh keikhlasan. Sebagai manusia, fitrah kita adalah bahagia. Begitu bung Erbe menularkan pencerahannya melalui bukunya yang menjadi best seller tersebut. Saya jadi turut berfikir, kalau begitu saya juga bisa dong berbahagia? BISA!!! Itu kalimat sakti yang harus saya tanamkan di otak dan hati saya mulai saat ini. Masih menurut bung Erbe, jika kita ingin melihat fitrah manusia yang sebenarnya, kita harus sering-sering mencermati kehidupan anak-anak. Karena dalam setiap kegiatannya, anak-anak selalu melakukannya dengan penuh totalitas. Ketika dia menangis, maka dia akan menangis seratus persen. Pun ketika dia tertawa, maka dia akan tertawa seratus persen. Anak-anak selalu terfokus pada apa yang mereka laksanakan. At present moment. Dari penjelasan diatas, saya sedikit menarik benang merah bahwa kita menikmati hidup bahagia itu saat ini, bukan kemaren dan bukan hari esok. Totalitas dalam melaksanakan sesuatu adalah kunci untuk memperoleh kebahagiaan. Maksud saya dengan kata ‘totalitas’ adalah: bahwa ketika kita mengerjakan sesuatu, maka kita harus menyelesaikannya dengan sempurna. Dari situ, akan terukur rasa syukur yang kita panjatkan sebagai bentuk keberhasilan ‘menyelesaikan dengan sempurna’ tersebut. Dengan banyak bersyukurlah kita akan merasakan bahagia. Saya jadi teringat dengan kehidupan pribadi seorang guru saya, yang kisahnya saya angkat dalam artikel lain, dan pernah saya munculkan di blog kompasiana. Ukuran kebahagiaan hakiki itu berasal dari hati, bukan dari akademi apalagi dari materi, itu pesan dari ibu guru saya yang menjadi inspirator saya untuk menulis ini. Seorang guru SD yang penuh dedikasi ini, telah mengajarkan banyak hal terhadap saya. Menularkan ilmu dan semangatnya. Terlihat raut muka bahagia, demi melihat anak didiknya meraih puncak karir dan kesuksesan. Demikian juga dengan kehidupan kakak saya, seorang paramedis yang mengabdikan dirinya di sebuah puskesmas dan poskesdes, dan tinggal di sebuah pedesaan. Banyak tetangganya yang meminta pertolongan jika anak mereka sakit, berhubung jarak ke puskesmas yang lumayan jauh. Ketika saya melihat kondisi ini, saya berpikir licik. “wah bisa jualan obat nih”. Tapi apa yang kakak saya jawab ketika saya mengutarakan inti pikiran tersebut? “Jangan, Kasihan mereka. Kita disini Cuma ingin membantu mereka saja. Sebagai wujud membantu sesama.” Wow betapa mulianya kedua orang ini, Ibu guru saya, dan kakak saya. Saya jadi ikut-ikutan berfikir lagi, hmmm.. berarti saya juga bisa dong berbuat baik seperti mereka jika saya ingin menemukan kebahagiaan yang selama ini saya cari. (HS)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun