Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Setop Pamer "Kisah Asmara" di Media Sosial Bila Ingin Hidup Lebih Tenang

13 Oktober 2018   06:54 Diperbarui: 13 Oktober 2018   10:05 2117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Setop pamer kisah asmara di media sosial/Foto: hipwee.com

Apakah (sampean) termasuk warga yang aktif, bahkan sangat aktif di media sosial? Aktif dalam artian, rajin membagikan informasi mengenai apapun di akun media sosial Anda. Tidak hanya sharing berita-berita yang sedang menjadi ulasan banyak orang, tetapi juga membagikan cerita perihal apapun yang sampean alami/kerjakan.  

Dan memang, era media sosial telah memunculkan kelompok masyarakat 'jenis baru'. Masyarakat yang di kehidupan nyata cenderung pasif, rapuh, dan tidak punya banyak kawan. Namun, di kehidupan mayanya (di media sosial), dia berubah menjadi sangat aktif, pemberani dan temannya luar biasa banyak (meski tidak jelas apakah semuanya dikenal).

Tidak jarang, karena keaktifan bermedia sosial itu, mereka sampai tidak punya batasan antara kehidupan prbadi dan kehidupan sosial. Segala hal yang sejatinya merupakan urusan pribadi yang disimpan di ruang sendiri, malah diumumkan kepada orang lain. Salah satunya urusan asmara. Dari urusan pedekate, kemesraan, 'cinta monyet' yang putus nyambung, hingga urusan rumah tangga.

Saya pernah memiliki 'saudara jauh' yang gemar pamer urusan asmara di media sosial. Ironisnya, yang dipamerkan adalah urusan rumah tangganya yang sedang terombang-ambing. Hampir setiap hari, cerita yang diunggah di media sosial "sejuta pengikut" berisi tentang kekesalan, amarah dan saling curiga. Astaga.

Sebagai kerabat, saya lantas mengingatkan agar tidak memamerkan urusan rumah tangga kepada orang lain. Bahwa urusan begituan, cukup diselesaikan berdua, ngomong baik-baik. Atau bila perlu, silahkan curhat ke teman yang dipercaya bisa memberikan solusi. Bukan malah disebarkan di media sosial.

Lha wong aib sendiri kok malah dipamerkan ke banyak orang yang ujung-ujungnya tanpa solusi. Sebab, kalaupun mendapat banyak respons di kolom komentar, toh mereka yang berkomentar sejatinya tidak tahu apa-apa.

Ada lagi kawan yang tengah kasmaran, aktif sekali membagikan foto-foto tengah berdua dengan kekasihnya. Baik foto ketika sedang makan bareng, nonton bareng, nge-trip bareng dan lain-lain. Plus, 'dibumbui' narasi yang bikin orang 'mupeng'.   

Dan memang, momen kemesraan dengan pasangan, seringkali sangat ingin kita bagikan ke publik. Biasanya yang mendorong perasaan ini adalah karena kita tengah berbunga-bunga atau karena merasa bahwa kebahagiaan tersebut perlu dibagikan ke orang banyak.

Benar, kebahagiaan memang perlu dibagikan. Namun, bila terlalu berlebihan, malah kurang elok. Apalagi, ketika kita membagikan kemesraan itu, rasanya tidak semua orang ikut senang. Apalagi, bila ternyata hubungan dengan pasangan masih belum resmi alias masih dalam status pacaran.

Karenanya, kita perlu untuk mengerem dan menahan diri agar tidak berlebihan dalam memamerkan urusan asmara di ruang publik (media sosial). Setidaknya, ada beberapa alasan bagi kita untuk bisa lebih menahan diri agar tidak pamer urusan asmara semisal kemesraan dan kawan-kawannya di media sosial.

Mencegah diri jadi 'korban' nyinyiran warganet

Ketika berniat memamerkan urusan asmara di media sosial, ada banyak orang yang mungkin mengharapkan feed back positif dari warganet. Namun, harus disadari, tidak semua warganet (pun warga di alam nyata) yang ikut merasakan bahagia ketika ada orang lain bahagia

Yang terjadi justru seringkali sebaliknya. Maunya dipuji dengan memamerkan kemesraan di media sosial, tetapi malah dinyinyirin oleh netizen yang memang 'ringan tangan' untuk berkomentar apapun.

Ya, harus dipahami bahwa nyinyir itu sejatinya sudah ada sejak zaman sebelum media sosial ada. Namun, ketika media sosial menjadi "dunia kedua" seperti sekarang, orang yang suka nyinyir kini menjadi lebih mudah menyalurkan 'hobi' mereka. Dan, salah satu yang menjadi objek nyinyiran adalah mereka yang suka mengumbar foto-foto mesra dengan pasangan mereka, apalagi yang belum menikah.

Nah, dengan tidak pamer kemesraan secara berlebihan, sampean tentunya terhindar dari nyinyiran orang yang acapkali kata-katanya menyakitkan hati. Terlebih bila sampean ternyata suka baperan (bawa perasaan) dan tidak siap dengan komentar dari warganet. Itu bisa berbahaya bagi kesehatan pikiran.

Tak perlu berlelah-lelah agar tampak baik di mata orang lain

Ada banyak orang yang sejatinya senang melakukan pencitraan dalam artian ingin dianggap baik. Daripada dicitrakan orang negatif, tentunya lebih bagus bila di-stigmakan positif. Salah satunya dengan mencitrakan dirinya merupakan pasangan yang berbahagia, kehidupan asmaranya menyenangkan ataupun keluarganya harmonis tanpa pernah ribut.

Namun, perlu diingat bahwa mencitrakan diri kita 'sukses' dalam urusan asmara di media sosial, sejatinya tidak perlu. Sebab, kita tidak bisa mengetahui perasaan orang lain, begitu juga dengan orang yang melihat foto mesra kita dengan pasangan. Mungkin tidak banyak orang yang peduli dengan itu. Malah, siapa tahu ternyata diam-diam ada yang merasa iri dengan kasmarannya sampean.

Pada akhirnya, setiap orang memiliki pandangannya masing-masing. Maka dari itu, tidak usah berlelah-lelah agar tampak baik di mata orang lain. Sebab, untuk menjadi terlihat baik di mata manusia, itu bak tujuan tanpa ujung. Malah, sebaik apapun sampean, kita adalah orang-orang jahat di dalam tatapan orang-orang yang iri.

Agar tidak jadi target 'serangan' pertanyaan

Nah, ini untuk yang masih pacaran, apalagi bila keseriusan menuju pelaminan masih lama, maka menahan diri untuk tidak mengumbar kemesraan di media sosial justru lebih banyak memberikan keuntungan.

Umumnya, pertanyaan yang seringkali diterima oleh mereka yang belum menikah dan kadangkala sukses bikin kesal dan sakit hati adalah pertanyaan "kapan nikah?". Bagaimana tidak kesal, ketika ada acara keluarga besar dan semua kerabat menghujnai pertanyaan seperti itu.

Lha wong yang masih 'jomblo' dan selalu tampil sendiri di media sosial saja, sering mendapat pertanyaan seperti itu, apalagi yang sering mengumbar foto asmara di media sosial. Bisa-bisa pertanyaannya ditambah dengan kalimat "sebenarnya kamu serius apa nggak?".

Belum lagi bila hubungan yang dijalani ternyata tidak seperti yang diharapkan. Semisal ternyata putus ditengah jalan. Karena kita tidak bisa mengetahui siapa jodoh kita yang telah 'tertulis'.

Akan repot bila kita terbiasa mengumbar kemesraan dengan pasangan di media sosial ternyata malah "tidak jadi" dengan dia. Itu bukan hanya repor menghapus foto dia di akun media sosial. Yang lebih repot tentunya menjawab 'serangan' pertanyaan dari mereka yang terbiasa sampean jadikan "penonton" pameran kemesraan.

Karenanya, bila ingin "hidup lebih tenang" dari nyinyiran warganet dan juga cecaran pertanyaan orang lain, setop kebiasaan pamer kisah asmara di media sosial. Sebelum menulis 'status' urusan asmara, sebelum upload foto mesra, sebelum memamerkan kemesraan di media sosial, silahkan dipikirkan ulang, apa sih manfaatnya. 

Kalaupun ingin menggunggah foto ataupun tulisan narasi tentang kehidupan asmara kita di media sosial, secukupnya saja. Sekadar sebagai jejak digital yang menjadi pengingat di masa mendatang. Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun