Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mari Mengkritik dan Memuji Secukupnya Saja

12 Oktober 2018   14:27 Diperbarui: 16 Oktober 2018   13:08 639
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Alkisah, ada seorang pimpinan di sebuah media cetak yang berniat mencalonkan diri menjadi kepala daerah. Media cetaknya tersebut terkenal "garang" dan "pedas" dalam mengkritik pemerintahan yang sedang berjalan di daerah tersebut.

Jangankan hal-hal besar yang memang jadi sorotan umum, hal-hal kecil semisal keramik pedestrian yang retak,  hingga daun jatuh di badan jalan yang belum disapu petugas kebersihan pun, bisa "digoreng" sesuai selera. Pendek kata, bila membaca media ini, sulit menemukan kabar baik dari pemerintahan di daerah itu. Yang ada hanyalah kabar memprihatinkan.

Lho, bukannya itu wajar karena sudah menjadi tugas media untuk melakukan fungsi controlling terhadap pemerintahan? Benar. Namun, menjadi tidak wajar ketika berita yang ditampilkan sekadar mengkritik tanpa memberikan "ruang" bagi pihak yang dikritik untuk dimuat penjelasannya. Sementara media-media yang lebih kredibel, dalam memuat berita lebih mengedepankan prinsip cover both sides.    

Nah, andai pimpinan media cetak tersebut ternyata kemudian menang dalam pemilihan kepala daerah, tentunya menarik menunggu "nasib" media yang dipimpinnya. Tidak mungkin media tersebut akan istiqomah mengisi halaman korannya dengan kritikan, kritikan dan kritikan. Boleh jadi malah akan berubah drastis menjadi koran yang isinya hanya memuji, memuji dan memuji.

Alkisah lagi, ada seorang dosen yang terang-terangan mengumumkan afiliasi politiknya terhadap salah satu calon presiden di akun media sosialnya. Dalam keberpihakan tersebut, si dosen ini membuat pengumuman menarik. Kata dia, "saya hanya akan menuliskan hal-hal baik dari tokoh yang saya dukung, saya tidak akan menjelek-jelekkan lawan politiknya". Begitulah prinsip framing yang akan dia jalakan di "rumah maya" nya.

Jadilah laman akun media sosialnya setiap hari dipenuhi dengan tulisan-tulisan manis tentang calon yang didukungnya. Berita-berita tentang nilai plus dan kehebatan calon yang didukungnya itu juga setiap hari ia bagikan. Pendek kata, bila berkunjung ke akun media sosial dosen ini, yang ada hanya kabar manis. Manis tentang tokoh yang dia dukung.

Dari dua kisah dalam alkisah tersebut, kita bisa melihat gambaran "dua wajah" tentang mereka yang berlebihan dalam mengkritik dan mereka kelewat batas dalam memuji. Lebih bagus mana?

Kalau kata nenek saya dulu, tidak ada yang bagus dalam berlebih-lebihan. Bahkan, hal yang sejatinya bagus, bila berlebih-lebihan malah menjadi tidak bagus. Contohnya, belajar itu bagus, tetapi bila berlebihan sehingga lupa istirahat, itu menjadi tidak bagus. Pun, bekerja mencari nafkah juga bagus. Tetapi bila berlebihan sehingga sampai tidak punya waktu untuk keluarga di rumah, itu juga tidak bagus.

Karenanya, penting untuk menjalani hidup ini dengan secukupnya. Bekerja dengan sungguh-sungguh itu harus, tetapi harus memiliki sikap "merasa cukup". Sebab, dengan merasa cukup, kita tidak terjebak pada keserakahan ataupun lupa bersyukur dengan apa yang sudah kita raih.

Berkaitan dengan alkisah yang pertama, dulu ketika bekerja di pabrik koran, saya acapkali 'gemas' dengan kawan-kawan yang sangat bersemangat ketika melihat hal-hal buruk sembari berucap "ini baru berita". 

Sementara bila melihat hal-hal baik semisal pemerintahan mendapatkan penghargaan ataupun ada inovasi layanan publik, dianggap berita biasa yang tidak menarik. Katanya sih "bad news is good news". Meski sayang, kaidah tulisannya seringkali babak belur karena terlalu semangat menonjolkan substansinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun