Mohon tunggu...
Humaniora Pilihan

Pamong Praja Sebagai Pelopor Revolusi Mental dan Pemerintahan yang Baik

26 September 2017   09:05 Diperbarui: 26 September 2017   09:25 2862
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sebetulnya program membangun perbaikan karakter bangsa dari dahulu sudah dilalukan sebagai akibat kehilangan nilai budaya bangsa anti korupsi, anti kemalasan, sikap dan sopan santu. Sebagai contoh adalah terbentuknya Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik. Hal demikian berarti telah menandakan bahwa sebetulnya ruh Revolusi Mental itu sudah ada dalam program pemrintahan pada masanya, dimulai dengan upaya pemberantasan korupsi dimana budaya berkorupsi yang telah mendarah daging dan susah untuk dihilangkan pada para pejabat maupun masyarakat Indonesia. Selanjutnya upaya pemerintah dalam meningkatkan pelayanan publik dan merubah mind set atau pola pikir bahwa pemerintah itu melayani dan mengayomi masyarakat bukan untuk dilayani masyarakat, merupakan tantangan baru dalam membangun sebuah karakter bangsa.

Saat itu Revolusi Mental yang telah di programkan secara besar-besaran oleh Presiden Joko Widodo sebagai upaya untuk mencapai sebuah gerakan praktis dan dapat nyata untuk diimplementasikan. Gerakan Revolusi Mental ini jika dianalisis memiliki nilai strategis dan nilai instrumental. Aspek nilai strategis Revolusi Mental ditujukan untuk kedaulatan bangsa dan negara, daya saing dan persatuan bangsa yang melibatkan seluruh bangsa dengan menguatkan institusi pemerintahan dan sosial budaya.

Nilai secara instrumental adalah usaha atau upaya secara keseluruhan anggota masyarakat bangsa Indonesia untuk menyadarkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, bangsa yang kuat dan sangat berpotensial untuk produktif dan berprestasi dan bukan tidak mungkin akan bisa menjadi bangsa yang maju dan sejahtera sehingga tidak dipandang sebelah mata dengan negara lain termasuk negara tetangga. Dalam implementasinya dimulai dari merubah mind set, sikap dan perilaku melalui pemahaman nilai-nilai penting yang dimiliki oleh setiap individu, keluarga, institusi pemerintahan maupun swasta dan seluruh lapisan masyarakat Indonesia secara utuh. Muncul pertanyaan publik terhadap kebijakan pemerintahan ini, seperti apa bentuk Revolusi Mental yang diprogramkan oleh bapak Presiden?, tujuan dan sasaran dalam pelaksanaan Revolusi Mental itu apa? dan kenapa harus diperlukan sebuah Revolusi Mental?.

Pada sebuah tulisan bertajuk Government Public Relations Report Direktorat Jenderal Informasi Dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi Dan Informatika Republik Indonesia Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa "untuklebih memperkokoh kedaulatan, meningkatkan daya saing dan mempererat persatuan bangsa kita perlu melakukan Revolusi Mental". Dan mengutip dari pernyataan Presiden RI yang pertama bahwa "Revolusi Mental merupakan satugerakan untuk menggembleng manusia Indonesia agar menjadi manusia baru, yang berhati putih, berkemampuan baja, bersemangat elang rajawali, berjiwa api yang menyala-nyala". Dari kedua pernyataan tersebut penulis menyimpulkan bahwa Revolusi Mental merupakan suatu gerakan seluruh masyarakat (pemerintah dan rakyat) dengan cara yang cepat untuk mengangkat kembali nilai-nilai strategis yang diperlukan oleh bangsa dan negara untuk mampu menciptakan ketertiban dan kesejahteraan rakyat sehingga dapat memenangkan persaingan di era globalisasi.

Adapun tujuan dari sebuah Revolusi Mental antara lain yaitu pertama, mengubah cara pandang, cara pikir, sikap, dan perilaku dan cara kerja yang berorientasi pada kemajuan dan kemodernan sehingga Indonesia mampu menjadi bangsa yang besar dan mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Kedua, untuk mewujudkan Indonesia yang berdaulat secara poltik, mandiri dari segi ekonomi dan berkepribadian yang kuat dengan memprioritaskan nilai-nilai integritas, kerja keras dan gotong royong.

Pertanyaan yang paling mendasar mengapa bangsa Indonesia memerlukan suatu program gerakan Revolusi Mental?. Hal ini diantaranya karena terjadi krisisnya karakter bangsa seperti halnya berperilaku baik serta jujur dan bersih, karena intoleransi yang terjadi di masyarakat, bentuk pemerintah dan siapa yang duduk di pemerintahan itu ada tetapi tidak pernah hadir dalam melayani dan mengayomi masyarakat. Adanya anggapan mengenai masyarakat hanyalah menjadi sebagai obyek dalam pembangunan, semua pembangunan mengatas namakan masyarakat tetapu masyarakat sampai sekarang belum sedikitpun merasakan akan proyek pembangunan tersebut.

Kementerian Pemberdaayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi sebagai lembaga yang paling diharapkan dapat mengelola dan menerapkan implementasi Revolusi Mental terutama pada kalangan birokrasi di Indonesia. Target utama Revolusi Mental adalah merupakan "mengembangkan nilai" kepada birokrasi dan masyarakat.

Berbicara mengenai birokrasi saat ini memang banyak sekali yang bisa untuk didiskusikan berkaitan dengan program pemerintah dalam menerapkan Revolusi Mental dalam segala bidang. Birokrasi jika dilihat dari sisi historis sebetulnya semenjak awal telah ditempatkan sebagai lembaga yang berada diatas masyarakat. Contohnya pada masa kerajaan, keberadaan birokrat adalah mengabdi kepada sultan atau raja yang merupakan penguasa bagi rakyat. Sejalan dengan masa kolonial keberadaan birokrasi ditempatkan sebagai pengawas bagi masyarakat dan para bupati yang berasal dari kalangan pribumi dengan maksud supaya tidak memberontak kepada pemerintah kolonial. Secara historis birokrasi merupakan suatu lembaga yang mengawasi publik bukan lembaga yang diawasi oleh publik. Kemudian pada masa orde baru, birokrasi telah ditempatkan pula sebagai lembaga yang mengontrol masyarakat dengan alasan menjaga stabilitas nasional. Jadi terlihat bahwa birokrasi justru terseret pada arus politik dan dijadikan instrumen politik dalam mengontrol setiap aktivitas publik.

Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa yang menduduki jabatan dari sebuah sistem birokrat adalah pamong praja. Dalam hal ini pamong praja yang mampu dituntut untuk mengemban tugas dan tanggung jawab untuk mengabdikan diri kepada negara dan mengayomi serta melayani masyarakat. Jadi muncul pertanyaan, kenapa dan bagaimana pamong praja itu? Apa kah ada kaitanya pamong praja dengan birokrasi di Indonesia yang mampu berdaya saing? Hal itu yang mungkin perlu diketahui jawabannya oleh masyarakat. Dengan program pemerintah yang mengkampanyekan Revolusi Mental sudah tidak mungkin lagi untuk dipungkiri bahwa pamong praja adalah ujung tombak dalam mengimplementasikan sebuah gerakan Revolusi Mental pada sistem birokrasi di Indonesia ini.

Pamong praja diartikan secara etimologis sebagai aparat atau pejabat pemerintahan yang momong, ngemong (mengasuh) dan menjadi abdi masyarakat, abdi negara. Pamong praja mencakup pejabat pusat yang berada dipusat atau pejabat pusat yang berada di daerah serta pejabat daerah yang berada di daerah. Pamong praja sebagai profesi dan juga sebagai institusi penting untuk didiskusikan. Peraturan Presiden Nomor 1 tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun 2004 Tentang Penggabungan Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri telah memberi ruang terhadap pamong praja untuk menunjukkan eksistensinya. Peserta didik atau dapat disebut sebagai praja IPDN merupakan kader pamong praja yang dididik dalam lingkungan pendidikan tinggi kepamong prajaan.

Kemudian jika merujuk kepada Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2009 tersebut telah menyebutkan bahwa terdapat perguruan tinggi kedinasan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi kepamongprajaan, ini mengisyaratkan bahwa setidaknya dua hal, yang pertama, bahwa ada institusi yang dibentuk oleh negara untuk menyiapkan pamong praja yang akan menjadi aparat pemerintahan, dan yang kedua, karena ada institusi pendidikan tinggi kepamongprajaan yang akan menghasilkan lulusan yang akan ditugaskan sebagai pelayanan masyarakat atau tugas-tugas kepamongprajaan yang dilaksanakan oleh para pamong praja.

Pamong praja adalah mereka yang menyelenggarakan pelayanan pemerintahan pada organisasi pemerintahan lini kewilayahan yang dididik secara khusus yang memiliki kualifikasi kepemimpinan dan kemampuan manajerial untuk melayani masyarakat serta konsistensi menjaga keutuhan bangsa dan negara, dengan bidang keahliannya sebagai generalis yang mengkoordinasikan cabang-cabang pemerintahan lainnya.

Istilah good governance sendiri adalah istilah yang relatif baru dalam administrasi publik. Konsep tersebut diciptakan oleh World Bank pada 1989 untuk mengidentifikasi "krisis pemerintahan" di Afrika. "the way state power isused in managing economic and social resources for develovement of society", Good governancemerujuk pada cara yang di dalamnya kekuasaan di laksanakan dalam manajemen sumber daya ekonomi dan sosial negara demi kepentingan pembangunan.

Pemerintahan yang baik mempunyai beberapa karakteristik dalam buku karangan oleh Prof. Dr. Mardiasmo, MBA, Ak menyebutkan bahwa UNDP memberikan beberapa karakteristik pelaksanaan good governance, meliputi :

  1. Partisipasi masyarakat, artinya, semua warga masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembaga-lembaga perwakilan sah yang mewakili kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat, serta kapasitas untuk berpartisipasi secara konstruktif.
  2. Aturan hukum, kerangka hukum yang adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu
  3. Tranparansi artinya, tranparansi dibangun atas dasar arus informasi yang bebas. Seluruh proses pemerintahan, lembaga-lembaga dan informasi dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan,
  4. Sikap responsif artinya, lembaga-lembaga dan seluruh proses pemerintahan harus berusaha melayani semua pihak yang berkepentingan.
  5. Berorientasipada konsensusartinya, tata pemerintahan yang baik menjembatani kepentingan-kepentingan masyarakat yang berbeda demi terbangunnya suatu konsensus menyeluruh.
  6. Kesetaraan/kesederajatan artinya, semua warga masyarakat mempunyai kesempatan memperbaiki atau mempertahankan kesejahteraan mereka.
  7. Efektifitas dan efisiensi, artinya, pengelolaan sumber daya publik dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna.
  8. Akuntabilitas, artinya pertanggung jawaban terhadap publik atas setiap aktivitas yang dilakukan.
  9. Visi strategis, artinya penyelenggaraan pemerintahan dan masyarakat harus memiliki visi juh kedepan.

Lembaga Political and Economic Risk Consultancy (PERC) melakukan sebuah survey terhadap ketidak efisiensi suatu birokrasi pada 12 negara di Asia. Dengan hasil sebagai berikut :

Tabel hasil survey ketidak efisieni birokrasi pada 12 negara Asia

No.

Negara

Nilai ketidak efisienitas birokrasi

1

Singapura

2,53

2

Hong Kong

3,49

3.

Thailand

5,53

4.

Korea Selatan

6,13

5

Jepang

6,57

6.

Taiwan

6,60

7.

Malaysia

6,97

8.

China

7,93

9.

Vietnam

8,13

10.

Filiphina

8,37

11.

Indonesia

8,59

12.

India

9,41

Berdasarkan survey yang dilakukan oleh Political and Economic RiskConsultancy(PERC). Sudah jelas bahwa Indonesia memiliki nilai ketidak efisiensi birokrasi yang sangat tinggi maka sudah seharusnya Indonesia segera berbenah diri dan mau belajar dengan keadaan tersebut. Supaya Indonesia tidak tertinggal jauh oleh negara lainnya, dan bukan tidak mungkin dapat menjadi sistem birokrasi yang terbaik.

Dari hasil survei persepsi masyarakat terhadap Reformasi Birokrasi tahun 2014 yang dilakukan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi secara Independen adalah diketahui bahwa pelaksanaan reformasi birokrasi di wilayah Jawa-Bali dipersepsikan masyarakat berjalan cukup cepat dengan indeks persepsi 6,48 sedangkan untuk wilayah luar Jawa-Bali dipersepsikan masyarakat berjalan cukup cepat dengan indeks persepsi 5,92. Sama-sama mendapatkan persepsi masyarakat sebagai pelaksanaan reformasi birokrasi yang cukup cepat tetapi terdapat kesamaan juga jika melihat dari 9 program reformasi birokrasi yang dicanangkan, maka di wilayah Jawa-Bali tingkat persepsi terendah justru pada program "Peningkatan Transparansi dan Akuntabilitas aparatur pada sub area peribahan pertanggung jawaban" dengan indeks 5,52. Sedangkan di wilayah luar Jawa-Bali dengan program "Peningkatan transparansi dan akuntabilitas aparatur pada sub area perubahan pertanggung jawaban" dengan indeks 4,89. Jadi dengan demikian sebenarnya program percepatan refomasi birokrasi dipersepsikan masyarakat tergolong cepat tetapi terlihat bahwa kurangnya pemerataan percepatan reformasi birokrasi antara wilayah Jawa-Bali dengan di wilayah luar Jawa-Bali. Dimana percepatan reformasi birokrasi di wilayah luar Jawa-Bali mengalami sedikit keterlambatan. Tapi dengan hasil demikian tidak menyurutkan optimisme penulis dalam menganggapi proses perbaikan birokrasi yang menjadi lebih baik melalui 9 Program percepatan reformasi birokrasi.

Menurut data yang penulis ambil bahwa output lulusan APDN mencapai 25.000 orang, 13.000 IIP dan 16000 STPDN -- IPDN per tahun 2011. Dari semua output yang dihasilkan tersebut secara kuantitas sudah begitu banyak dan sebagian besar sudah menduduki jabatan yang strategis, diharapkan akan menjadi pelopor dan pengemban tugas dalam dinamika pemerintahan menuju good governance. Dan mampu menjadi agen/penggerak dinamika perubahan/aset bangsa dan sebagai sarana strategis untuk membentuk kader birokrasi yang diamanatkan sebagai perwujudan pencapaian birokrasi good governance.

Good governancemenurut Mardiasmo (1999:18) adalah suatu konsep pendekatan yang berorientasi kepada pembangunan sektor publik oleh pemerintahan yang baik. Sedangkan menurut Bank Dunia yang dikutip Wahab (2002:34) menyebut Good Governance adalah suatu konsep dalam penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab sejalan dengan demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dan investasi yang langka dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and politicalframeworkbagi tumbuhnya aktivitas kewiraswastaan. Dalam Peraturan pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 Tentang Pendidikan Dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil dapat dirumusan mengenai GoodGovernanceadalah kepemerintahan yang mengemban akan dan menerapkan prinsip-prinsip profesionalitas, akuntabilitas, transparansi, pelayanan prima, demokrasi, efisiensi, efektifitas, supremasi hukum dan dapat diterima oleh seluruh masyarakat.

Dapat disimpulkan bahwa Revolusi Mental itu merupakan suatu pergerakan nasional untuk mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara menjadi lebih baik, mempunyai daya juang dan daya saing untuk meningkatkan kualitas diri bangsa sehingga tidak tertinggal lebih jauh lagi dengan negara lain. Dan melalui pamong praja yang memang telah disiapkan sebagai calon birokrat yang berkompeten dalam ilmu pemerintahan dan kepamongprajaan serta telah menjiwai revolusi mental sehingga bisa diharapkan terciptanya dinamika pemerintahan yang baik untuk menuju good governance.

Penulis optimis terhadap kebijakan pemerintah mencanangkan Revolusi Mental dapat diwujudkan pada diri seorang kader pamong praja yang nantinya menjadi pamong praja yang siap terjun ke lapangan melalui fungsi pendidikan, kemasyarakatan, serta kolaborasi. Karena hal yang dijiwai oleh seorang pamong praja telah tertuang pada kode kehormatan praja dan lagu hymne abdi praja. Sehingga nantinya pelopor dalam pembangunan menuju good governance adalah pamong praja yang mampu meningkatkan daya saing serta meningkatkan pemerintahan yang efektif dan efisien.

Penulis menyajikan beberapa solusi terkait dengan peran pamong praja melalui program Revolusi Mental untuk mewujudkan perubahan goodgovernance.Yang pertama pemerintah harus tetap konsisten dengan program yang telah dicanangkan yaitu revolusi mental, jangan sampai program ini hanya terlihat pada masa awal pemerintahan Presiden Joko Widodo saja. Kedua, harus terus menjaga konsistensi dalam reformasi birokrasi melalui 9 program percepatan reformasi birokrasi. Ketiga, terus menigkatkan kesejahteraan kepada pamong praja berupa apresiasi terhadap kinerja ataupun prestasi pamong praja dalam mengemban tugas. Keempat, meningkatkan kompetensi pamong praja melalui pendidikan dan pelatihan yang berdasar kepada norma dan moral bagi kehidupan seorang birokrat yang ideal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun