Mohon tunggu...
Gurgur Manurung
Gurgur Manurung Mohon Tunggu... Konsultan - Lahir di Desa Nalela, sekolah di Toba, kuliah di Bumi Lancang Kuning, Bogor dan Jakarta

Petualangan hidup yang penuh kehangatan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Anak Samosir Menggapai Mimpi

21 Juli 2017   05:53 Diperbarui: 21 Juli 2017   09:13 4469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Sekira tiga tahun lalu dalam sebuah acara barbeque anak-anak  eagle academy dibawah  binaan Universitas Pelita Harapan (UPH) persis di pinggir kolam renang UPH. Dalam acara itu coach Stephen  L Metcalfe  menyampaikan kepada orang tua anak-anak bola eagle academy bahwa 2 tahun kita berteman belum tentu saya mengenal karakter anda, tetapi 2 kali kita bermain bola saya bisa mengenal anda. Eagle academy tujuan utamanya bukan menciptakan pemain bola tetapi membangun karakter anak-anak menjadi karakter yang baik. Bola adalah sarana untuk pembentukan karakter. Bola adalah olah raga yang komunikatif. Bermain harus dengan orang lain.

Sejak itulah saya sangat serius membawa anak-anak saya bermain sepakbola. Tiga tahun lalu, saya membawa 12 orang  anak-anak masuk eagle academy. Setiap Sabtu pagi saya seperti sopir angkot  jurusan Sambu ke Tanjung Sari Medan mengumpulkan anak-anak untuk latihan di Eagle Academy. Ucapan coach Stephen Metcalfe  mengakar dalam pikiran saya. 

Setiap Sabtu hingga saat ini tidak ada yang bisa mengganggu saya. Mulai dari rapat yayasan, pekerjaan kantor, pesta, rapat organisasi, apapun itu saya tinggalkan. Kata kuncinya adalah membangun karakter bangsa. Saya menjadi sopir angkut gratis setiap Sabtu pagi untuk mereka. Sayang, dari 12 anak itu kini tinggal  hanya 2. Anak saya Daniel dan tetangga kami  Morgan Pasaribu. Dua anak inilah yang bertahan dan kini sangat menikmati permainan bola.

Sejak kecil saya mencintai bola. Hingga terakhir kali  5 tahun terakhir ini saya membangun klub bola amatiran. Kami dirikan Bintang Tobasa yang keliling Jabodetabek bermain bola hingga pernah bermain di kampung halaman saya di Porsea. Kami pernah bertanding dengan group Sekolah Sepakbola Putra Porsea yang dipimpin sahabat saya Richardo Hutajulu. Kami sangat menikmati pertandingan itu. Terakhir, saya membuat klub bola Dairi Berbintang yang mengikuti PSBI Cup. Kami masuk semifinal dan dijungkalkan  klub Bintang Tobasa yang saya terlibat membidaninya.  Sesuatu yang unik bagi saya.

Pengalaman empirik inilah saya menyadari dan melihat fakta banyak anak-anak muda yang berpotensi dalam dunia sepakbola tetapi tidak tersalurkan dengan baik. Mereka bermain bola dengan serius dan latihan dengan serius tetapi kesejahteraan hidupnya terlunta-lunta.  Selama bermain bola mereka mengikuti seleksi masuk liga. Selama itu pula mereka mengikuti kompetisi tarkam.  Tidak jelas arah karir mereka. Mereka kompetisi tarkam sekaligus melihat di televisi konflik pengurus PSSI. Sistematika manajemen persepakbolaan kita sangat memprihatinkan. Di sisi lain potensi bola kita sangat menggembirakan. Wajar saja, istri saya mengkuatirkan anak saya untuk mencintai bola.

Di tengah fakta keprihatinan itu, saya bertemu dengan seorang kolega yang bergerak di dunia pendidikan. Teman itu menceritakan adiknya yang paling kecil  suka "nakal". Saking "nakal" nya lupa mengurus kerbau karena bermain bola. Bermain bola saja kerjanya. Suka sekali bermain bola. Katanya, ayanya sudah melarang mencintai bola karena tidak ada masa depan bola. Fakta, pengalaman ayahnya sebagai pemain bola  tidak memberikan apa-apa bagi hidupnya.  Menjadi pemain bola hanya dipuji dan dipuja, dielu-elukan  ketika bermain baik. Lebih dari itu tidak dianggap.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Tidak lama kemudian, anak yang disebut "nakal" itu bertemu saya di Aek Rangat Pangururan. Ketika itu ada pelatihan guru Olimpiade Sains Nasional. Mempersiapkan anak-anak Samosir mengikuti Olimpiade Sains Nasional.  Anak itu bernama Silvester Simbolon. Kami berbincang-bincang dan ternyata cukup banyak kompetisi sepakbola yang dia ikuti. Salah satu yang mengagetkan saya adalah dia adalah tim Samosir untuk Piala Suratin. Cukup luas pengetahuan Silvester tentang bola. 

Pemain-pemain andalan di Sumatera Utara pun banyak yang dia kenal. Saya kenal dan dia kenal pula. Pemain Legendaris PSDS Deli Serdang Roser Manalu dan adiknya Ucok Manalu pun dia kenal. Roser Manalu itu cukup lama tinggal di rumah saya, kataku meyakinkan Silvester. Bahkan, yang saya kenal itu pernah satu tim dengannya. Wah, hebat juga anak remaja seperti ini, pikirku. Kami begitu akrab dalam perbincangan itu. Dan, saya ajak dia mengikuti kompetisi PSBI Cup di Jakarta setelah  habis Ujian Nasional. Tanpa pikir, dia mau saja. Dan, keluarganya setuju pula.

Selama kompetisi yang berlangsung 3 bulan di Jakarta, Silvester bermain sangat bagus. Berani dan kerja keras di lapangan.  Harapan saya sampai "maliklik" dan berjiwa petarung ditunjukkanya. Dia tidak canggung diantara pemain para senior, walaupun awalnya banyak yang meragukan kemampuannya. Oleh waktu yang jujur,  keraguan itu terjawab dalam proses. Pada akhirnya, kami semua sepakat untuk membuatnya di tim inti.  Pemain senior dibangku cadangkan karena posisinya lebih tepat di bek kiri. Walaupun selama ini di wing kiri.

Di tengah kompetisi, Silvester mengikuti seleksi masuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang dikenal dengan SBMPTN. Dia memilih hukum di Udayana dan Olahraga di UNJ. Silvester tidak lulus melalui jalur SBMPTN. Karena tidak lulus, kami survei Universitas Swasta. 

 Ketika proses inilah saya teringat akan UPH yang menyediakan tempat bagi anak-anak Indonesia yang berprestasi di dunia olah raga.  Lalu, kami mendaftarkan dan menyiapkan seluruh kebutuhan administrasi. Kami meminta rekomendasi KONI Kabupaten Samosir dan piagam penghargaan dari PSSI Samosir. Semua yang berhubungan dengan Samosir sangat lancar. Sayang, surat rekomendasi dari panitia PSBI Cup tak kunjung selesai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun