Mohon tunggu...
Al Mujizat
Al Mujizat Mohon Tunggu... profesional -

Jutaan ide milyaran rasa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Tahlilan, Memeringati Kematian Sembari Berbagi "Kebahagiaan"

23 April 2017   19:03 Diperbarui: 24 April 2017   22:00 4516
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Di kampung tukang ojek langganan ada yang sedang kemalangan belum lama ini. Ada orang yang meninggal dari keluarga yang terhitung cukup berada menurut ukuran kampung tersebut.  Seperti kebiasaan banyak orang di Indonesia, diadakanlah tahlilan, yaitu pengajian untuk memperingati dan mendoakan orang yang sudah meninggal.

Saat si tukang ojek dipanggil ke rumah karena ada keperluan, dia menceritakan bagaimana tahlilan itu dilaksanakan dengan nada sumringah. Loh ada orang meninggal kok malah senang, sedikit nada protes melihat ekspresi dia. Apa pasal?

Rupanya dia senang karena pada saat selesai tahlilan, orang-orang mendapat besek alias buah tangan yang lebih dari biasanya.

“Emang dikasih apa?” tanya saya pengen tahu.

“Lumayan mas, setiap orang dikasih beras dua liter, telur dua butir, mie instan dua bungkus, dan jeruk sebuah”, jelasnya. Bahkan yang bikin dia tambah senang adalah anaknya yang ikutan tahlilan juga dapat. Karena itu dia dapat double.

Penasaran mendengar penjelasannya saya tanya lebih jauh selama tujuh hari dapat apa saja. Yah, karena namanya tahlilan sesuai tradisi dibanyak tempat di Indonesia dilaksanakan tujuh hari berturut-turut sejak adanya orang meninggal, kemudian dilaksanakan lagi pada hari ke-40, bahkan ada juga hari ke-1000. Ndak tahu apakah ada lagi hari-hari lainnya.

Ading, nama tukang ojek yang sering saya panggil kalau ada keperluan itu, menjelaskan, hari pertama sampai hari ketiga yang dikasih sama, yaitu beras 2 liter, telur dua butir, mie instan dua bungkus dan buah sebiji. Berbeda dihari keempat, yang dikasih berupa nasi kuning. Kemudian sama lagi dihari kelima dan keenam, bedanya hanya dari jenis buahnya saja, dari jeruk jadi pisang. Sedangkan dihari ketujuh yang dikasih adalah makanan satu kotak, isinya nasi lengkap dengan sayur dan daging ditambah dengan kue-kue tujuh rupa.

Pantesan dia senang, pikir saya, karena yang dia peroleh membuatnya tidak perlu untuk membeli kebutuhan sehari-hari beberapa hari lamanya. Jadi sangat membantu.

Di sebuah kampung dekat  Tajur, Kota Bogor, dimana Ading tinggal, banyak orang yang berpenghasilan pas-pasan. Apa yang didapat hanya bisa untuk memenuhi kebutuhan dihari itu saja. Bahkan tidak jarang, karena pekerjaan tidak setiap hari didapat, mereka menganggur. Kalau sudah demikian, terpaksa ngutang dulu. 

Ading misalnya, harus bekerja keras dan siap menerima pekerjaan apa saja untuk menghidupi isteri dan anak-anaknya. Dia memiliki empat orang anak saat ini, yang sulung SMP kelas 2, nomor dua mau masuk SD, nomor tiga berumur tiga tahun, dan paling kecil belum cukup satu tahun. Syukurlah dia seorang yang rajin, sehingga sering dimintai tolong mengerjakan banyak hal. Mulai dari ngojek, motong rumput, beli air galon sekaligus pasang, beli tabung gas sekaligus pasang, beli makanan dan lain-lain.

Tak heran dengan besek seperti itu, bikin warga senang. Banyak sekali yang datang. Ratusan orang laki-laki dewasa hingga anak-anak. Sehingga rumah tidak cukup untuk menampung warga yang datang, meluber sampai keluar. Kontras jika yang mengadakan orang biasa, tak bakal sebanyak itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun