Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Anak Sekarang Harus Mewaspadai Pergaulan Sosmed Orangtuanya

24 Mei 2019   22:53 Diperbarui: 25 Mei 2019   13:39 4573
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Grandma iPhone oleh Rupert B. - Foto: pixabay.com

Beberapa kali saya melihat sebuah postingan cukup menggelitik. Di mana pesan posting tersebut menyoal pergaulan orangtua mereka yang mengkhawatirkan. Bukan pergaulan orangtua mereka di dunia nyata. Namun menyoal pergaulan orangtua mereka di dunia maya.

Thread ini menyoal keresahan seorang anak perempuan pada ayahnya. Ayahnya begitu fanatik mendukung pasangan capres selama Pemilu. Sampai-sampai ayahnya pun ikut berdemonstrasi membela pasangan capresnya. Sejak saat itu, sikap sang ayah pun dianggap sangat berbeda pada sang anak.

Fenomena fanatisme menyimpang pada Pilpres ini pun sudah banyak diberitakan. Bulan April 2019 lalu, para emak turun berdemo menuntut Ketua KPU mundur. Mereka menganggap komisioner KPU tidak becus melaksanakan Pemilu 2019. 

Ada juga seorang bapak yang marah-marah di pasar mengira telur palsu sudah banyak beredar. Setelah dikonfirmasi aparat, akhirnya ia mengaku khilaf karena termakan video viral telur slime yang dinarasikan telur palsu.

Lalu viral emak-emak door-to-door menyampaikan mapel agama akan dihapus. Dan setelah diamankan polisi, ketiga emak ini mengaku tidak tahu kalau informasi yang ia dapat adalah hoaks.

Riset Andrew Guess, dkk (2019) melihat korelasi kuat usia users dengan fanatisme politik di U.S. Baik users pendukung Demokrat atau Liberal yang berusia di atas >65 tahun, berpotensi 7 kali lebih banyak menyebar berita bohong.

Mungkin membandingkan orangtua di U.S dengan di Indonesia tidak apple-to-apple. Namun bila ditelisik, orangtua di U.S yang dianggap negara maju saja menyebarkan hoaks. Bagaimana dengan di Indonesia?

Data APJII tahun 2017 menemukan ada 262 juta pengguna internet di Indonesia. Denga users berusia 35-54 tahun mengambil porsi hampir 30%. Ditambah users berusia >54 tahun hanya 4,24%. Terbesar, users milenials (19-34 tahun) mendominasi internet dengan porsi 57,70%. 

User dengan usia >54 tahun disebut Baby Boomers. Sebuah generasi yang benar-benar asing dengan teknologi. Lalu users dengan usia 35-54 tahun disebut digital migrant. Generasi yang "kaget" dengan teknologi tapi berusaha terus mengikuti tren yang ada. 

Katakanlah users berusia 35-54 tahun plus >54 tahun kita anggap "orang tua". Maka didapati 35% users di Indonesia berusia tua atau bukan masuk kategori milenials. 

Izinkan saya membuat sebuah proposisi. Dengan besaran porsi users 35% dan kecenderungan menyebar hoaks 7 kali lipat. Maka bisa dibayangkan dampak tsunami misinformasi ini pada mereka. Baik dinilai dari aspek perspektif, aktivitas dan perilaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun