Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Indonesia dan Ancaman "Digital Workforce"

26 Juli 2018   09:36 Diperbarui: 26 Juli 2018   09:48 1232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hasil survey riset Future of Humanity Institute di Oxford University memprediksi Artificial Intelligent (AI) dapat:

  • menerjemahkan bahasa di tahun 2024
  • membuat esai siswa sekolah menengah di tahun 2026
  • mengemudi truk di tahun 2027
  • mengatur penjualan retail di tahun 2031
  • menulis buku best-selling di tahun 2049
  • menggantikan dokter bedah di tahun 2053

Sebuah prediksi dari hasil survey beragam periset AI diatas mungkin 'guyon' buat kita orang Indonesia. Mana mungkin AI bisa mengemudi truk besar? Tidak masuk akal juga AI menggantikan dokter bedah di masa depan. Karena ini Indonesia bung!

Pekerjaan manusia tidak mungkin digantikan robot/komputer/mesin dengan AI. Penyangkalan seperti ini mungkin serupa pada era agraria dulu. Banyak yang tidak percaya kota industri dapat mengalahkan ekonomi agraris daerah. Faktanya, manufaktur mesin industrialis kini mengolah, merekayasa, dan mendistribusikan hasil pertanian dan peternakan. Genetically modified food (GMF) guna meningkatkan kuantitas dan kualitas pangan pun ditanam di lahan para agrarian.

Dari tahun 1990-2016, jumlah petani turun signifikan menurut Bank Indonesia. Dari 55,1% di 1990, menjadi 31,9% di 2016. Dengan UMR kurang dari 1,5 juta, profesi petani kian tidak digandrungi. Usia produktif petani pun kian mengkhawatirkan dengan kebanyakan berusia 55 tahun ke atas. Sehingga sampai dengan tahun 2035, diprediksi penduduk desa turun 0,35% per tahun.

Di US sendiri ada 12 pekerjaan manusia yang semakin cepat digantikan AI dengan model automatisasi:

Tabel 12 Pekerjaan yang Digantikan Sistem Automatisasi - ilustrasi: businessinsider.com
Tabel 12 Pekerjaan yang Digantikan Sistem Automatisasi - ilustrasi: businessinsider.com
Ke-12 pekerjaan diatas memiliki tingkat automatisasi tinggi. Secara lengkap O'Net Online sudah menilai ratusan pekerjaan yang akan digantikan robot. Automatisasi tinggi ini dikarenakan pekerjaan rutin dilakukan berulang dan serupa produknya. Sedang pekerjaan seperti ini mudah dilakukan robot dengan AI. Diprediksi, semua pekerjaan manusia akan diambil alih digital workforce 120 tahun lagi.

Fenomena 'eliminasi' pekerja manusia di era digital tidak sepenuhnya terjadi. Menurut riset Gartner, manusia dan AI dengan robotnya akan menjadi co-bot. Seperti dalam industri retail, dimana customer experience dalam membeli tidak sepenuhnya bisa digantikan robot. Pembeli tentu ingin berbicara langsung dengan pendamping retail dari manusia.  

Pekerja dengan skill digital dan kompetensi teknologi mumpuni menjadi kebutuhan industri masa depan. Dari laporan survey Deloitte oleh para eksekutif indutri, optimisme cognitive technology dan AI semakin tinggi. Para eksekutif pun optimis AI dapat menggeser pekerjaan manusia sampai 40% dalam 2-3 tahun ke depan. Walau sepenuh tidak tergantikan AI, manusia akan mendapatkan peran baru dalam pergeseran ini.

Kembali ke konteks Indonesia, pergeseran ini dimulai dari kebutuhan akan profesi yang melek teknologi. Menurut Monroe Consulting, Indonesia memiliki sedikit skilled professional dan over supply non-skilled workers. Banyak pekerja profesional memilih bekerja di luar negri karena alasan gaji dan kesejahteraan. Ditambah minimnya universitas kredibel di Indonesia yang masuk dalam 500 World Top University. Dalam hal ini tidak sinkronnya teknologi yang dibutuhkan industri dengan pendidikan tinggi. 

Basic Universal Economy - ilustrasi: moneybadger.stocktwits.com
Basic Universal Economy - ilustrasi: moneybadger.stocktwits.com
Di lapangan kerja, perusahaan digital seperti Go-Pay dan Tokopedia membutuhkan adaptasi teknologi dan profesi ilmuwan data. Menurut chief eksekutif Go-Pay, banyak pegawainya belajar otodidak ranah digital karena minimnya pengalaman saat kuliah dulu. Pun CEO Tokopedia meminta pendidikan soft skill teknologi dalam kurikulum harus diaplikasikan. Sejak tahun 2015 Rudiantara meminta coding masuk ke dalam kurikulum. Tetapi sampai saat ini belum juga terwujud.

Kini di era disrupsi industri 4.0, digital workforce menjadi kekhawatiran kita. Saat stagnansi pendidikan kita masih berkutat pada kognisi manusia. Dunia sedang menciptakan kecerdasan artifisial (AI). Tak heran jika pesatnya AI mungkin dapat menggantikan peran manusia dalam rutinitas pekerjaan. Walau analoginya sarkas, robot tidak 'rewel', bertahan lama, dan dapat segera dibetulkan/diganti jika aus. Sehingga, kenyataan pahit ini patut kita terima dan dicarikan solusi win-win.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun