Mohon tunggu...
Gilang Dejan
Gilang Dejan Mohon Tunggu... Jurnalis - Sports Writers

Tanpa sepak bola, peradaban terlampau apatis | Surat menyurat: nagusdejan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Rapor Merah Rahmad Darmawan

17 Januari 2018   16:04 Diperbarui: 17 Januari 2018   19:13 1609
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Tribunnews.com

Billy dan Puja contohnya, kedua pemain ini masuk dalam starting eleven. Sedari menit pertama Puja yang beroperasi di sayap kiri dan Billy yang beroperasi di sayap kanan tidak terlibat langsung dalam permainan.

Ada rasa canggung yang dipertontonkan Puja maupun Billy saat bermain dengan seniornya. Eka Ramdani yang dianggap paling senior setelah Supardi Nasir, Tony Sucipto, dan Hariono. Bahkan belum bisa memberikan garansi untuk dapat dijadikan mentor bagi pemain junior.

Alih-alih menjadi penyambung antara pemain senior dan junior. Eka masih kesulitan ketika berkomunikasi dengan Michael Essien. Hal demikian sempat terekam kamera saat Essien tidak dapat menerjemahkan maksud dan permintaan Eka ketika Ia hendak mengeksekusi tendangan bebas.

Eka terlihat beberapa kali menepak jidatnya tanda atau isyarat bahwa dirinya pening sekali menjelaskan sesuatu kepada Essien. Sedangkan Eka-Essien menjadi tandem di lini tengah tim Persib.

Komunikasi jadi masalah baru di tim ini. Bisa saja banyak orang mengatakan bahwa sepakbola itu bahasa universal. Kita tentu saja pernah bermain dalam satu tim yang senyap.

Artinya, ketika bermain tidak ada satu pun pemain yang bicara. Tim benar-benar tidak ada komunikasi antara satu pemain dengan pemain lainnya. Permainan mungkin bisa saja terus berlanjut namun akan banyak misskomunikasi atau kesalahan komunikasi.

Hingga permainan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Eka bisa saja menjelaskan semuanya dengan bahasa isyarat atau bahasa tubuh namun bahasa tersebut mudah terbaca oleh lawan. Tidak ada bahasa yang lebih baik selain bahasa sehari-hari yang lazim digunakan untuk berdiskusi.

Masalahnya, Essien dan Eka bukanlah pemain yang berasal dari negara yang sama. Adapun bahasa internasional (bahasa Inggris) yang bisa menjadi jalan tengah untuk masalah ini belum bisa jadi solusi.

Bahasa Inggris yang diucap seorang Ghana mungkin nada dan iramanya atau intonasinya akan berbeda dengan bahasa Inggris yang diucapkan seorang Indonesia. Secara geografis, Ghana yang berada di benua Afrika dan Indonesia yang berada di benua Asia memiliki perbedaan yang sangat jauh dalam segala hal.

Apalagi bahasa Inggris yang diucapkan didalam stadion yang bergemuruh. Tentu saja, cara memahaminya berbeda karena kebisingan tersebut. Ditambah lagi perbedaan culture tadi. Semakin menambah rumit Eka dalam menjelasakan sesuatu hal kepada tandem barunya itu (Essien) dilini tengah.

Musim lalu, Essien seolah mendapat tandem yang pas, Rafa Maitimo. Komunikasi kedua pemain tersebut sangat lancar tanpa masalah. Hal ini terlihat dari sesi-sesi latihan yang membuat Essien dan Maitimo selalu bersama-sama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun