Mohon tunggu...
iGenst
iGenst Mohon Tunggu... Guru - Ion Genesis Situmorang

Hanya seseorang yang belajar menulis dari kegalauan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mirisnya Nasib "Artis" Papan Tulis

14 Januari 2017   15:34 Diperbarui: 14 Januari 2017   20:34 1420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Guru Honorer | Sumber: singido.com

"Istri saya seorang guru di sekolah swasta dengan gaji yang sangat minim berkisar 500 ribuan per bulan. Dalam perundang-undangan, dia dikategorikan sebagai guru profesinal karena telah memiliki sertifikat profesional yang diperoleh setelah mengikut Program Sarjana Mendidik di daerah Terluar, Terdepan dan Tertinggal (SM3T). Namun, karena tidak memenuhi kewajiban 24 jam pelajaran, maka dia tidak memperoleh tunjangan profesi yang mungkin kisarannya sebesar 1,5 juta sampai 2 juta. Karena di sekolah tersebut, dia mengajar sebanyak 18 jam pelajaran.

Di sekolah lain, masih daerah yang sama, ada sebuah sekolah negeri yang kekurangan guru untuk mata pelajaran yang diampu oleh istri saya. Ada 10 jam pelajaran yang tersisa, hal ini disebabkan semua guru yang ada di sekolah negeri tersebut telah memenuhi 24 jam pelajaran. Atas pertimbangan beberapa hal, istri saya ditawakan mengajar di sekolah negeri tersebut dengan persyaratan, SK honorer dan upah untuk 10 jam pelajaran tersebut tidak diberikan. Alasannya, bahwa jika menggunakan 10 jam pelajaran ini, istri saya berkesempatan untuk menerima tunjangan profesinya. Apakah ini bisa menjadi alasan yang tepat?"

***

Sejarah dan cerita yang panjang dan beraneka ragam selalu mengikuti Guru. Bahkan pada tahun 1981, Iwan Fals sempat merilis lagu yang menceritakan perjalanan hidup seorang guru, Umar Bakrie. Kala itu guru masih dipandang sebelah mata, sebuah profesi yang tidak bernilai dibandingkan dengan profesi lainnya. Mengapa demikian? Karena seorang guru terlebih dituntut pengabdiannya dibandingkan kesejahteraanya.

Bertahun lamanya, beban tugas yang harus diemban guru tidak sebanding dengan hak yang diperoleh. Masa depan bangsa dipertaruhkan dengan kesejahteraan yang berada dibawah rata-rata. Hingga pada akhirnya, tahun 2005 melalui Undang-undang No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, ada peraturan keseimbangan hak dan kewajiban bagi seorang guru. 

Guru, dalam UU tersebut, tanpa terkecuali, baik PNS maupun Non-PNS, merupakan pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Ada aturan main bagi daerah atau masyarakat untuk memperhatikan kesejahteraan seorang guru.

Ada 11 poin hak yang diberikan pada seorang guru yang tertuang Pada Pasal 14. Namun kali ini cukup satu hal yang disorot yang penting menjadi pertimbangan bagi pemerintah dan masyarakat. Pada pasal 14 ayat 1a, "Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berhak: memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial". Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah berkomitmen untuk menjamin kesejahteraan sosial seorang guru. Kemudian selanjutnya pada pasal 15 ayat 1, "Penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, dan maslahat tambahan yang terkait dengan tugasnya sebagai guru yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi." Jelas bahwa apa saja yang menjadi hak seorang guru dalam melaksanakan tugasnya. Lalu kini, apakah guru benar-benar sejahtera?

Jika melihat guru yang berstatus sebagai pegawai negeri sipil (PNS), sesuai dengan peraturan perundang-undangan memperoleh penghasilan berkisar 3juta - 5 juta perbulan. Dan jika telah berkedudukan sebagai guru profesional, seorang guru PNS memperoleh penghailan 6 juta - 10 juta perbulan. Mungkin hal ini, sudah dapat dikategorikan cukup untuk mensejahterakan guru dan keluarganya.

Nah yang menjadi pertanyaan, bagaimana dengan kesejahteraan sosial guru non-PNS? Ada perbedaan nasib yang sangat siginifikan yang dialami guru non-PNS. Guru non-PNS yang dimaksudkan dalam hal ini dibagi menjadi dua kategori yang dituang dalam Pasal 15 ayat 2 dan 3, yang pertama guru non PNS yang diangkat pada satuan pendidikan yang diselenggarakan pemerintah (sekolah negeri) dan guru non PNS yang diangkat oleh masyarakat (sekolah swasta).

1. Guru Non-PNS di Sekolah Negeri

Pada pasal 15 ayat 2, Guru Non-PNS di sekolah negeri disebut juga guru honorer komite, diberi gaji sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kemudian peraturan perundang-undagan mengenai penggajian guru kategori ini tertuang dalam Juknis Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Pada peraturan ini, pemerintah membatasi penggajian seorang guru honores komite (ditanggung oleh BOS) adalam Rp. 30. 000 perjam pelajaran. Misalnya seorang guru honorer komite mengajar 20 jam mata pelajaran, maka gaji yang diperoleh sebesar Rp.600.000 perbulan. Lalu bagaiman jika dia hanya mengajar 5 jam pelajaran. Maka guru tersebut hanya berpenghasilan Rp. 150.000 perbulan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun