Mohon tunggu...
Irfani Zukhrufillah
Irfani Zukhrufillah Mohon Tunggu... Dosen - dosen

seorang ibu dua anak yang sedang belajar mendidik siswa tak berseragam

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kencan Hemat ala "Harga Anak Sekolah"

17 April 2017   12:18 Diperbarui: 17 April 2017   21:05 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sabtu malam, seperti biasa saya dan suami makan di luar. Bukan untuk bergaya pacaran, tapi karena lebih merasa kasian sama suami. Kasian karena selama hampir satu minggu, suami makan catering kantor yg rasanya tidak lebih baik dari masakan rumah (baca: masakan saya).

Kami memutuskan untuk mencoba warung baru yg setiap pulang beli mie ayam, selalu kami dapati padat pengunjung. Kami berangkat dr rumah kontrakan pukul 20.30 Wita. Perjalanan sekitar 10 menit bersepeda santai. Sampai di lokasi suasana kurang mendukung. Maklum malam itu kota Tanjung sedang gelap gulita akibat pemadaman listrik. Dan hanya rumah/toko bergenset lah yg tetap terang, sayangnya warung yg kami kunjungi tersebut, nampaknya tidak punya cadangan genset, terlihat dari penerangan yg hanya mengandalkan senter.

Kami memilih kursi yang cukup terang. Memilih menu yg ternyata tidak sebanyak yang tertulis, tapi tidak apalah. Rasa penasaran kami cukup memakluminya. Sembari menunggu makanan tiba kami mengedarkan pandangan ke sekeliling warung seluas 7x7 meter tersebut. Ada cukup banyak meja untuk 4 orang. Pengunjung pun lumayan banyak, sekira separuh dari maksimal tempat yg tersedia. Kami mulai melihat 2 pengunjung beda gender di ujung depan meja kami. Masih sama sama muda. Kami menoleh ke kanan, sepasang muda-mudi juga. Tepat di depan kami, 4 muda mudi sedang bercengkerama.

Tidak berapa lama kemudian suami membisikiku, "Yank, kayaknya warung ini tempat nongkrongnya anak muda". Aku pun mengiyakan. Suami menimpali lagi, "Arek arek iki nongkrong kok nang warung. Nang cafe ta nang endi ngunu lho". Aku pun menyetujuinya lagi, sambil tertawa dalam hati. Tak mampu aku mengeluarkan tawaku, karena kasir yg ku duga merupakan pemilik warung, sedang menatapi kami semua seolah kami akan melakukan tindakan tak terpuji di warungnya. Tapi helloo... Cow di sebelahku ini suamiku nyonya pemilik warung. Dan maaf kalau kami salah pilih warung di tengah anak-anak muda sedang kencan dan ditambah keremangan kota akibat pemadaman ini.

Kami keluar dari warung, dengan membayar beberapa rupiah yg kami kategorikan sebagai "harga anak sekolah". Bukan maksud menyombong, tapi memang harganya terjangkau, setara dengan harga mie ayam langganan kami.

Di akhir perjalanan sabtu malam itu, kami putuskan lain kali kami akan cari warung lain saja. Cukup utk coba cobanya malam itu

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun