Mohon tunggu...
Yudel Neno
Yudel Neno Mohon Tunggu... Penulis - Penenun Huruf

Anggota Komunitas Penulis Kompasiana Kupang NTT (Kampung NTT)

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Antara Kritis dan Rendah Hati

27 Agustus 2018   13:50 Diperbarui: 27 Agustus 2018   14:07 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
screenshoot pribadi

Paus Benediktus XVI pernah mengatakan bahwa jika ada orang yang sombong karena potensi yang ia miliki pada akhirnya ia jatuh karena kesombongannya sendiri. 

Merenungkan pernyataan ini, saya terkesima untuk merenungkannya lebih lanjut dalam kehidupan sehari-hari.

Seringkali dalam menyikapi suatu persoalan atau situasi atau kebijakan kita terperangkap dalam cara berpikir "remeh" untuk menegaskan identitas serentak membangun rationalisasi defensif. Patut diperhatikan bahwa sikap kritis karena merupakan sebuah kebajikan filosofis tidaklah tepat kalau kita mengabaikan sikap rendah hati. 

Patut dibedakan berpikir kritis dan bersikap rendah hati. Kritis berarti tajam dalam membuat distinksi atau perbedaan. Di sini kritis tidak berurusan dengan meremehkan pihak lain sebab obyek kritis dalam kacamata filosofis mengacu pada ide atau forma bukan figur. 

Rendah hati berarti mengaktifkan nurani untuk mendengar ide pihak lain, mengatakan sesuatu dengan cara etis serentak menerima pihak lain sebagai sesama. Rendah hati berbeda dengan rendah diri. Rendah hati itu kebajikan sementara rendah diri atau minder adalah gejala gangguan psikis. Rendah hati tidak berarti diam atau menerima saja ide atau apa yang salah. 

Sikap kritis dan rendah hati adalah keberagaman bercorak filosofis, bercita rasa humanis dan menjunjung tinggi kebenaran, kebaikan dan keindahan. 

Barang siapa menyimpang dari prinsip ini dalam setiap perjuangan, bukanlah nilai filosofis yang ia perjuangkan melainkan kesombongannyalah yang ia perjuangkan.

Kita boleh kritis tetapi caranya mesti etis. Kita boleh rendah hati tetapi prioritasnya mesti kritis. Kualitas berpikir boleh sistematis tetapi caranya janganlah vulgar. Identitas boleh ditegakkan tetapi identitas pihak lain janganlah dikorbankan. Meremehkan pihak lain untuk menegaskan identitas adalah sebuah kontradiksi filosofis.

Pada akhirnya orang-orang yang ingin menegaskan identitasnya dengan mengambil cara meremehkan pihak lain, sesungguhnya kepadanya kejatuhan sudah dekat.

Selamat bermenung.....

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun