Mohon tunggu...
Fery. W
Fery. W Mohon Tunggu... Administrasi - Berharap memberi manfaat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penikmat Aksara, Musik dan Tontonan. Politik, Ekonomi dan Budaya Emailnya Ferywidiamoko24@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menakar Posisi Jokowi dalam Keriuhan Ciptaan DPR

21 September 2019   12:17 Diperbarui: 21 September 2019   13:35 397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Kompas.com

Kemesraan ini janganlah cepat berlalu, potongan lagu "Kemesraan" ciptaan legenda musik Indonesia Iwan Fals. Rasanya pas dikumandangkan bersama oleh Jokowi dengan sebagian para pendukungnya. 

Tak sedikit pendukung Jokowi balik badan, akibat persetujuan Jokowi merevisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) yang sekarang telah disepakati dan siap-siap diterapkan oleh DPR dan Pemerintah.  Jokowi menyetujui revisi itu dengan menandatangani Surat Presiden (Supres) untuk membalas hak Inisiatif DPR dalam merevisi UU KPK tersebut.

Kendati Jokowi beranggapan bahwa revisi yang dilakukannya bersama DPR tak memiliki niat memperlemah posisi KPK. Namun sebagian besar masyarakat sipil penggiat anti-korupsi bahwa yang Presiden setujui itu merupakan bentuk nyata dari pelemahan KPK.

Seperti diketahui bersama, sekarang ini bagi sebagian pihak KPK masih dianggap sebagai ujung tombak utama dari pemberantasan korupsi, kendati ada juga yang mem-framing bahwa KPK itu tidak sehebat dan sebersih sangkaan kita.

Ada yang bicara data, katanya jika lihat data pengembalian harta kekayaan negara, Polri lebih besar dibanding KPK, menang nama doang.

Ada juga yang berbicara hanya berdasarkan asumsi semata, KPK itu sarang radikalisme, pegawainya banyak beraliran Islam keras atau istilah mereka "ada Taliban di KPK".

Dengan dua alasan berbeda namun tujuannya satu men-disgrace/mengecilkan/menjelekan  pimpinan KPK dan para punggawanya yang saat ini menjalankan KPK. Agar masyarakat mendukung revisi KPK.

Jika kita amati di media sosial, isu Taliban di KPK itu memang sudah ada agak lama, di pusaran gosip publik. Saat pilpres 2019 kemarin isu ini sudah sempet naik, namun kemudian hilang. Sekarang muncul lagi lebih tegas, namun yang menggoreng ya itu-itu juga.

Mereka pendukung hardliner Jokowi, yang tak rela sang presiden di bully gegara UU KPK ini. Beda nya mereka sekarang berhadapan dengan pihak yang dulu pernah se kubu dalam pilpres. Dan tentu saja peluang emas ini tak disia-siakan oleh Alumni 02, jadi riun rendahnya serasa Pilpres 2019 lalu.

Belum selesai isu UU KPK, DPR kembali memantik polemik dengan rencana menggolkan RUU -RUU lain di penghujung usia kerjanya yang tinggal beberapa hari ke depan.

RUU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS), RUU Sumber Daya Air (SDA), RUU Pemasyarakatan. (PAS), serta RUU MD3.

Selain UU KPK ada 2 RUU lain yang sudah berhasil disahkan dengan diam-diam yakni UU PAS dan UU MD3.

RKUHP sepertinya akan ditunda pembahasannya setelah Jokowi men-drop  dengan alasan masih banyak permasalahan yang belum selesai karena masih banyak menimbulkan kontroversi dimasyarakat. "Saya perintahkan Menkumham untuk menyampaikan sikap ini kepada DPR ini. Agar pengesahan RUU KUHP ditunda dan pengesahannya tak dilakukan DPR periode ini," kata Jokowi di Istana Bogor, Jumat (20/9/2019)kemarin seperti dilansir Kompas.com.

UU PAS pun sebenarnya melahirkan kontroversi terkait perubahan syarat untuk mendapatkan Pembebasan Bersyarat dan Remisi hukuman bagi koruptor menjadi lebih mudah, bahkan ada ayat yang membolehkan napi bisa pelesir selama masa hukumannya. Yang tentu saja hal ini bisa dinikmati hanya oleh napi berduit, karena untuk pelesir keluar, duit yang berbicara. Napi koruptor lah yang paling mungkin menggunakan fasilitas ini.

Berbagai manuver  DPR yang dimotori oleh anggota dewan yang berasal dari partai pendukung Jokowi ini membuat posisi Jokowi sangat sulit, karena disisi lain sebagian besar masyarakat menolak berbagai hal yang berimplikasi memberikan privilage bagi para koruptor tersebut.

Jokowi sadar benar sebetulnya bahwa rakyat tak menghendaki itu, namun ia pun harus berhitung tanpa dukungan partai-partai roda pemerintahannya tidak bisa berjalan efektif.

Jokowi seperti berada ditengah-tengah pusaran konflik kepentingan, diperlukan political sense yang mumpuni untuk bisa mengatasinya. Dan bisa berakhir tanpa konflik dari kedua sisi.

Awal periode ke II yang berat bagi Jokowi, seharusnya DPR terutama dari partai pendukungnya tak membebani ia dengan hal-hal semacam ini, namun berharap terhadap DPR untuk bijak sama seperti mengharapkan Godot datang, nyaris mustahil.

Jika masih ada kesempatan berharap, saya sih berharap Jokowi akan memakai hati nuraninya dalam menentukan sikapnya. Ingat saja bahwa yang memilihnya adalah rakyat, kepada rakyat lah ia harus berpihak dan bertanggungjawab.

Sumber.

https://amp.kompas.com/nasional/read/2019/09/20/14422211/jokowi-minta-pengesahan-rkuhp-ditunda

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun