Mohon tunggu...
Febby Litta
Febby Litta Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Dreamer

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dark Chocolate

5 Maret 2014   17:21 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:13 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13939892881206901712

Jatuh cinta pada teman kecil itu enak. Sudah mengenal dari kecil tak perlu beradaptasi. Sudah tau benar buruk baiknya dia. Gak perlu jaim-jaiman. Tapi, kenyataan tak selalu sama dengan andaian. Mereka yang bilang jatuh cinta pada teman kecil itu enak, harus mengalaminya. Agar mereka tau bagaimana sebenarnya rasanya.

***

Hujan bercampur petir. Di rumah sendiri. Mati lampu. Gak bisa tidur. Semua masih bisa aku tolerir. Tapi kalau sudah kehabisan coklat?? Ampuuun.............. Beteeee………..!!!!!!!!  Coklat, dark chocolate. Camilan kesukaanku. Rasanya pait-pait manis. Makan coklat ini seperti merasakan hidup.  Ada pahit ada manis.

Aku suka makan coklat pelan-pelan. Menggigitnya sedikit dan membiarkannya lumer perlahan dimulutku. Nikmaaat……!!! Aku pikir dark chocolate itu makanan surga. Makanan terenak di dunia. Kecuali dark chocolate dari dia. Rasanya begitu pahiit di lidah. Lha gimana? Lha wong yang dikasih selalu coklat pemberian gebetannya.

“Bengong ajaaa….. lagi kehabisan coklat??? Nih aku bawain”.  Baru juga dipikirin udah nongol dia. Rambutnya basah. Pasti dia kesini dengan menerobos hujan. Sebatang coklat dilemparkannya padaku.

“dari siapa lagi?”, tanyaku.

“ada deeeh… aku kasih tau juga kamu gak kenal”, jawabnya sambil menjatuhkan diri duduk disebelahku.

“jangan dekat-dekat aah… pindah sana….!!”

“kenapa?? Grogi ya duduk deket cowok ganteng??”

“aaaaiiiihhhh….. sempruuulll….. kamu kan basah…. Ikutan basah aku nanti”

“hahahaaa… bilang aja grogi”

Huuuft… sialan cowok satu ini. Gerutuku dalam hati.  Aku segera beranjak dari sofa. Takut kelihatan beneran grogi. Gimana gak grogi kalau lagi mikirin tiba-tiba dia nongol. Kebiasaan keluar masuk semaunya.

“Aku ambilin handuk dulu. Udah tau hujan gak bawa payung.  Mentang-mentang dekat. Memangnya kamu ini manusia super yang gak bisa saikit” omelku sambil beranjak menuju kamar.

“na… na… na… naa…” jawabnya  cuek.

Ku sodorkan handuk biru untuknya. Dia mulai mengusapkan handuk kerambutnya. Kereen. Aduuh. Mana di rumah cuma berdua lagi. Kok jadi gini ya? Padahal dulu mau di rumah cuma berdua. Mau tidur bareng. Biasa saja.

Kami tinggal bersebelahan. Besar bersamaan. Aku anak tunggal, dia juga. Sekolah bersama. Main berdua. Dulu semua biasa, tapi sekarang sulit bagiku bersikap biasa. Segala hal darinya terlihat keren dimataku.

“Aku pulang dulu. Lagi banyak kerjaan . Handuknya kubawa buat tutup kepala. Ntar basah lagi kamu omeli lagi. Cuma mau nganter itu. Aku tau kamu paling galau kalau gak ada coklat. ”, katanya membuyarkan lamunanku.

“makasih..” jawabku lirih.

“hahaa… tumbeeen mau bilang makasih. Biasanya diem aja. Jangan kebanyakan bengong. Kesambet setan ntar ” katanya sebelum pergi.

“Iyee…. Iyeee….”jawabku sekenanya.

Tiba-tiba dia balik lagi. Mendekat padaku. Dekat sekali. Lalu berbisik, “ada yang lupa”. Dicubitnya kedua pipiku.

“Edooooooo…….. awas kamuuuuu……!!!!” kupegang dua pipiku. Sedikit panas karena dicubitnya. Dia malah lari sambil ketawa-tawa. Sakit….. tapi ……..

***

Seperti biasa, sore hari kami mengobrol di teras rumah. Menikmati senja, aku dengan sebatang coklat dan susu kotak. Sedangkan dia dengan secangkir kopinya. Menceritakan apa saja yang kami alami seharian.

Aku gigit coklatku banyak banyak. Kukunyah dengan cepat. Coklat darinya. Dari gebetannya lebih tepatnya. Entah kenapa coklat ini terasa begitu pait. Aku kunyah cepat-cepat biar cepat habis. Menolak merasakannya lebih lama.

“uhuk.. uhuk…” hampir aku tersedak.

“pelan-pelan. Kenapa sih kalau makan coklat dariku selalu cepet-cepet. Pelan-pelan saja seperti biasa kamu makan coklat.” Katanya sambil menepuk-nepuk punggungku.

“biar cepet habis lalu cepat kamu kasih lagi”, kelakarku.

Tentu saja hanya bercanda. Kalau boleh jujur aku akan berkata. “Biar cepat habis. Secepat-cepatnya. Seperti harapanku agar kisahmu dengannya juga cepat habis. Segera berakhir. ”

“Besok aku berangkat”, kataku sambil menatap hujan yang mulai turun.

“kamu senang?” tanyamu

“tentu saja. Kamu kan tau ini impianku. Pekerjaan impianku. Meskipun harus jauh meninggalkan pulau ini tapi aku senang. Pekerjaan baru, teman baru, lingkungan baru, harapan baru. Aku berharap disana nanti aku menemukan apa yang aku cari”

“Masih juga mau mencari? Sampai kapan kamu mencari??”

“kamu tuh yeee… cakep-cakep dudul. Yang namanya mencari ya sampai ketemu lah.” Aku berusaha mencairkan suasana.

Dia menatapku. Baru kali ini aku melihatnya menatapku seperti itu. Tatapan matanya seperti menyiratkan kemarahan. Tapi kenapa dia harus marah??

“Berhentilah mencari. Cinta semakin dikejar akan semakin menjauh. Cinta akan menemukanmu tanpa harus kamu kejar”

“Mudah bagimu berkata begitu. Karena kamu tak pernah mencari. Kamu tak perlu mencari. Gadis-gadis selalu mengelilingimu tanpa harus kamu kejar. Sedikit lirikan saja sudah membuat para gadis tergila-gila. Tapi aku tak sehebat dirimu. Bagaimana aku bisa menemukan cinta tanpa harus mencari?”

Hening.

katakan kamu mencintaiku, maka aku akan berhenti mencari”, bisikku dalam hati.

Hujan mengguyur semakin deras. Ingin rasanya aku membasahi diri dibawah hujan. Berharap deras airnya mampu meluruhkan beban berat yang menyesakkan hati.

“aku lelah. Boleh aku tidur? ada payung dibelakang pintu kalau kamu mau pulang”. Kutinggalkan dia sendiri menuju kamar.

Kujatuhkan badanku di kasur, memeluk guling. Menumpahkan segala rasa sesak di hati. Air mataku mengalir deras, sederas air hujan yang turun di luar sana.

“Rena…” suaranya mengagetkanku. Tak aku sadari bahwa tadi dia mengikutiku.

“ngapain kamu disini??? Pulaaang……” kataku histeris disela isak tangis.

Dipegangnya pundakku dan berkata, “Aku tak bermaksud menyakitimu. Aku pikir sudah cukup bagimu mencari. Apa kau tak lelah? Kamu tak perlu mencari-cari. Sadarlah kamu istimewa. Cinta akan segera datang. Percayalah!”

Tak tertahankan, Air mataku turun semakin deras.

“yaa… aku memang lelah… benar-benar lelah… aku lelah mencari  yang sepertimu. Aku lelah melihatmu bersama kekasih-kekasihmu. Aku lelah menunggumu menyadari bahwa aku telah jatuh cinta padamu. Aku harus tetap mencari agar aku bisa melupakanmu. Pergilah……. aku mohon…”

Kudorong dia keluar dari kamarku. Tak aku pedulikan ekspresi kaget diwajahnya. Pintu aku kunci dari dalam. Diketuknya  pintu kamarku berkali-kali. Memanggil-manggil namaku. Aku tak peduli. Kututup telingaku dengan bantal. Tak mau ku dengar suaranya, kali ini.

***


  1. Susu Kotak
  2. Roti
  3. Mie instant
  4. Dark Chocholate
  5. Camilan

Kulihat daftar belanjaanku. Hanya makanan. Aku malas pergi ke warung tiap pagi, jadi harus sedia banyak makanan di kos. Gak tahan lapar tapi males beli sarapan.

Sudah hampir seminggu aku di kota ini. Aku berusaha menerima kenyataan bahwa ternyata aku tak terlalu berarti bagi Edo. Dia tak mencegahku untuk pergi, bahkan dia tak mengantarkanku ke bandara. Hanya pesan singkat yang memintaku hati-hati saja yang dia kirimkan.

Sebenarnya itu lebih baik. Aku tak tau bagaimana harus bersikap jika bertemu dengannya. Aku maluuu… malu telah menyatakan rasaku. Lebih malu lagi karena dia tak menanggapi.

“Susu.. Roti… Mie… Camilan…sudah. Tinggal coklat”. Kusapukan pandanganku mencari rak yang memajang aneka coklat.

“kurang ini kan?” suara berat yang sangat familiar mengagetkanku.

“Edo….???” 10 batang coklat dimasukkan  ke dalam keranjang belanjaanku.

“hahahahaa… mingkem! Nih buat persediaan seminggu. Bukan dari gebetanku kok. Beli sendiri. ”

Katanya sambil nyengir kuda.

“kok bisa disini?? Sejak kapan?? Ngapain??” berondongku.

“hahahaaa… menurutmu? Tunggu aku di kos. Sepulang kerja aku kesana.” Sekilas dikecupnya pipiku lalu berlari-lari kecil menuju belakang.

sumbergambar : www.high-resolution-wallpapers.com

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun