Mohon tunggu...
faatun biasrisuarin
faatun biasrisuarin Mohon Tunggu... Administrasi - fatun biasri

fatun biasri

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Berbalut Tembe Nggoli di Uma Lengge

5 Januari 2019   07:27 Diperbarui: 5 Januari 2019   07:38 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam suku Bima-Dompu (dibaca;mbojo) pada zaman dulu menggunakan kain tenun yang dalam bahasa Bima disebut Tembe nggoli dengan tempat tinggal rumah panggung yang sederhana tapi memiliki makna dan ciri khas tersendiri. Di suku Mbojo rumah tersebut disebut dengan Uma Lengge, dalam bahasa Bima Uma artinya rumah dan Lengge artinya mengerucut atau pucuk yang menyilang karena pada ujung bagian atas uma lengge berbentuk menyilang yang merupaka peninggalan nenek moyang suku mbojo.

Uma lengge memiliki bentuk yang berbeda dengan rumah tradisional lainnya, ibaratkan dengan rumah tradisional padang yaitu rumah Gadang yang artinya besar dengan pucuknya menyerupai tanduk kerbau pun memiliki filosofi tersendiri dalam peninggalan nenek moyang mereka. Kembali ke pembahasan Uma Lengge, uniknya pucuk uma lengge yang berbentuk menyilang seperti tanduk diyakini oleh suku mbojo bahwa arwah leluhur mereka menjaga keselamatan yang memiliki rumah tersebut. 

Saking kentalnya adat di suku mbojo. Lain dengan halnya pada masa modern ini pemuda-pemudi lebih mengikuti trend budaya barat dan menganggap bahwa peninggalan nenek moyang mereka hanya simbolis belaka, tanpa mempelajari makna dari budaya yang ditinggalkan oleh leluhur.

Secara umum struktur uma lengge berbentuk kerucut setinggi lima centimeter sampai tujuh centimeter, bertiang empat dari bahan kayu beratap alang-alang yang sudah dirangkai menutupi tiga per empat bagian rumah sebagai dinding dan memiliki pintu masuk pada bagian bawah atap, terdiri atas butu uma atau atap rumah yang terbuat dari alang-alang, langit-langit atau taja uma yang terbuat dari kayu lontar, serta lantai tempat tinggal terbuat dari kayu pohon pinang atau pohon kelapa. 

Pada bagian tiang rumah juga digunakan kayu yang cukup kuat untuk menyanggah pada setiap tiang-tiang Uma Lengge. Jumlah tiangnya pun harus empat, karena kalau lebih hanya diperbolehkan untuk rumah bangsawan pada masanya.

Yang menarik dari Uma Lengge, tikus tidak dapat naik keatas karena terhalang oleh batu fondasi yang "katanya" sudah dimantrai oleh Sando (Dukun) supaya tidak bisa naik ke atas rumah. Tidak seperti rumah era modern saat ini yang harus menggunakan perangkap tikus agar tikus tidak dapat masuk, itu pun tikunya masih mampu meloloskan diri dari cerita masa lalu sama mantan kekasih. Eh, maksudnya masih bisa melepaskan perangkapnya atau melewati jalur yang lain.

Lantai Uma Lengge pun tidak dipaku, hanya di ikat saja menggunakan tali dari kulit pisang. Itu saja sudah cukup kuat dan nyaman. Meskipun Uma Lengge terlihat minimalis, tapi memiliki beberapa lantai didalamnya, lantai pertama digunakan untuk menerima tamu atau untuk kegiatan menenun karena jaman dulu menenun adalah kegiatan wajib bagi para perempuan yang pemakaiannya seperti foto diatas. 

Pembahasannya pun akan kita bahas setelah Si Manis Uma Lengge, pada lantai kedua terdapat tangga yang dibuat antara tiang-tiang penyangga digunakan untuk tidur dan lantai ketiga digunakan untuk tempat penyimpanan bahan makanan. Tepat dikolong Uma Lengge, terdapat kandang ayam yang sengaja dibuat oleh pemilik rumah tujuannya apabila ayam berkokok akan terdengar sangat jelas dan langsung membangunkan tuan rumah.

Selanjutnya dengan tembe nggoli, terlihat pemakaiannya seperti Ninja Hatori atau siskamling yang sedang berjaga. Padahal di suku mbojo pemakaian kain tenun dengan dililit beberapa kali dan hanya terlihat matanya saja menandakan bahwa perempuan yang mengenakannya masih gadis, apabila terlihat seluruh wajahnya berarti perempuan tersebut sudah menikah atau pernah menikah (janda). 

Pada jaman leluhur dulu wanita yang ingin keluar rumah menggunakan Rimpu sebagai jilbab untuk menutup auratnya, kalau pada era modern saat ini disebut dengan Hijab Syar'i yang sedang trend. Padahal jilbab model seperti itu sudah sekian tahun menjadi warisan nenek moyang di suku mbojo, untuk penggunaan cadar pun di suku mbojo sudah ada sejak dulu dikenal oleh suku mbojo dengan sebutan Rimpu Mpida, rimpu yang hanya terlihat matanya saja. 

Sama persis dengan niqab yang ada saat ini, indonesia memang kaya akan budayanya. Jadi niqab ini juga tidak hanya dimiliki oleh budaya arab, tapi dimiliki juga oleh Indonesia tepatnya di Nusa Tenggara Barat. Bima-Dompu letaknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun