Mohon tunggu...
Farid Wadjdi
Farid Wadjdi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Bekerja di perusahaan kontraktor nasional, memiliki minat khusus di bidang arsitektur dan konstruksi, tapi juga ingin beceloteh dan curhat tentang apa saja.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Sumpah Pemuda dan Playboy

28 Oktober 2012   06:23 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:18 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi tadi saya lagi santai nonton TV. Seperti biasa, tangan nggak bisa diam ganti-ganti channel. Hingga akhirnya berhenti sejenak di channel RCTI, iseng-iseng nonton acara Dahsyat, acaranya anak ABG. Apa salahnya santai dulu menikmati lagu-lagu anak muda. Seperti biasa, di antara lagu-lagu, ada obrolan antara presenter Rafi Ahmad dengan penyanyi, saya lupa namanya, yang jelas ada 7 cewek cantik. Setelah ngobrol ngalor-ngidul, tiba-tiba mereka meneriakkan teks sumpah pemuda. Ah ya, sekarang kan Hari Sumpah Pemuda. Saya pikir bagus juga selebritis mau meneriakkan teks sumpah pemuda di acara televisi.

Tapi ada membuat hati saya tidak sreg dan terasa mengganjal. Saya merasakan suasananya sama sekali tidak patriotik. Bahkan cenderung main-main. Mereka mengucapkan teks sumpah pemuda sambil cengengesan, seolah-olah itu bukan sesuatu yang penting buat mereka. Mungkin mereka menganggapnya cuma sebagai bagian dari pertunjukan. Ah, benarkah perasaan saya? Ataukah itu cuma prasangka buruk saya saja?

Saya masih ingat waktu masih sekolah SD sampai SMA. Saya besar dalam lingkungan pendidikan yang dipengaruhi politik orde baru. Waktu ada hal-hal yang membuat saya terpasung. Ya, apalagi kalau bukan otorianisme politik yang merasuk ke sistem pendidikan. Banyak sekali penjejalan doktrin-doktrin orde baru dalam kurikulum pendidikan. Saya ingat, selain ada pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP), yang sekarang jadi PKn (Pendidikan Kewarganegaan), juga ada pelajara PSPB (Pendidikan Sejarah dan Perjuangan Bangsa) dan P4. Waktu itu saya harus hafal teks Pancasila, Pembukaan UUD '45, bahkan 36 butir-butir Pancasila. Dan yang tak ketinggalan, sering sekali ada acara upacara bendera. Bahkan waktu itu, ada guru SMA saya yang bilang negara kita ini negara upacara, sedikit-sedikit upacara. Hah, guru saya saja bilang begitu, apalagi muridnya ..........

Tapi di balik itu, sekarang saya merasakan sisi positif dari suasana waktu itu. Sikap nasionalisme dan penghormatan terhadap bangsa benar-benar dipupuk. Lagu nasional, atau bahkan lagu kebangsaan harus dinyanyikan dengan sikap tegap dan sempurna. Demikian pula pembacaan teks Pancasila atau pun Sumpah Pemuda. Saya ingat, waktu SMP saya sering kebagian membacakan teks Pembukaan UUD '45 waktu upacara bendera. Tentunya pembacaan UUD '45 itu dilakukan tanpa teks, yang berarti saya harus hafal teksnya.

Kembali ke acara Dahsyat itu tadi. Benar-benar sangat berbeda. Saya berpikir, sudah seperti inikah negera kita saat ini. Apakah kita akan mengarah seperti negara Amerika, di mana mereka menyanyikan lagu kebangsaan sambil bercanda atau dengan muka cengengesan? Dan benar pula dugaan saya, hanya sekejap setelah pembacaan teks Sumpah Pemuda, mereka (para penyanyi itu) langsung menyanyi, berjingkrak-jingkrak, sambil mengajak penonton yang hampir semuanya ABG untuk ikut berjingkrak-jingkrak. Dan akhirnya saya tahu bahwa judulnya lagunya adalah "Playboy". Hah, njomplang sekali, habis baca teks Sumpah Pemuda, langsung nyanyi "Playboy". Sebuah judul lagu yang sangat jauh dari semangat Sumpah Pemuda.

Pada sisi lain, saya juga miris. Mereka merasa seolah-olah merasa sudah menjadi nasionalis hanya dengan membaca teks Sumpah Pemuda, yang dilakukan tanpa jiwa. Tapi apa daya, dunia entertainment pun mendukung terciptanya nuansa itu. Padahal saya yakin, keseharian mereka (para selebritis) sangat jauh dari semangat itu. Sementara banyak anak-anak sekolah yang bergiat di kegiatan Pramuka, Palang Merah Remaja (PMR), Kelompok Ilmiah Remaja (KIR), kelompok kerohanian atau kegiatan positif lainnya, tidak terekspose oleh media televisi. Padahal meraka inilah yang kesehariannya sangat kental dengan nilai-nilai kepemudaan yang positif. Tanpa mengikrarkan Sumpah Pemuda pun mereka telah mengamalkannya.

Saya pun berharap, media televisi akan lebih banyak memberikan porsi ekspose kegiatan positif para remaja di atas. Mungkin ini tidak menghasilkan nilai bisnis atau rating yang tinggi. Tapi saya yakin, di tangan produser yang kreatif, mestinya ini bisa digarap dengan menarik, namun tetap edukatif. Tapi saya juga berharap buat para remaja masa depan bangsa, seandainya pun media televisi kurang memberikan ekspose kegiatan positif kalian, tetaplah teguh dengan semangat kalian. Kalian akan menjadi tulang bangsa di masa depan.

Tanpa mengikrarkan Sumpah Pemuda pun, kalian telah mengamalkannya dalam keseharian kalian. Tetap semangat ........!!!

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun