Mohon tunggu...
Jamalludin Rahmat
Jamalludin Rahmat Mohon Tunggu... Penjahit - HA HU HUM

JuNu_Just Nulis_

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mari Menjadi Kesatria Cahaya

5 April 2019   21:38 Diperbarui: 5 April 2019   21:56 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Illustrated by republika.co.id)

Fokuslah pada kekuatan yang dimiliki diri sendiri jangan memikirkan kelemahan diri_Jack the Ripper_

Kesatria cahaya mengetahui kekuatan dibalik kata-kata_Paulo Coelho_

Kitab Suci Kesatria Cahaya karya Paulo Coelho adalah bukunya yang kesekian kali terbit setelah Seperti Sungai yang Mengalir, Sang Alkemis, Ziarah, Gunung Kelima dan buku lainnya yang pernah diterbitkan oleh PT. Gramedia Pustaka Utama.

Untuk ukuran orang yang sudah mencapai usia tua yaitu 71 tahun (lahir 24 Agustus 1947), Paulo Coelho merupakan penulis subur. Usia tak menghalanginya untuk berkarya. Seperti santan kelapa semakin tua kelapa itu maka semakin bagus santannya untuk digulai.

Kecenderungan karya Paulo Coelho adalah novel yang berisi kata-kata kebijaksanaan agar siapa pun orang yang membacanya tergerak hati, pikiran dan diri berbuat kebajikan. Novelnya sarat pesan mendalam dan penuh kebijaksanaan dalam mengarungi hidup.

Di sinopsis Kitab Kesatria Cahaya dituliskan " Jalan orang-orang untuk menjadi Kesatria Cahaya tak selalu mudah, tetapi dia menerima kegagalan-kegagalanya dan berjuang tak kenal lelah untuk memenuhi legenda dirinya"

(Illustrated by gramedia.com)
(Illustrated by gramedia.com)
(Illustrated by nu.or.id)
(Illustrated by nu.or.id)
Apa Istimewanya Menjadi Kesatria Cahaya?

Izinkanlah saya menuliskan quote dari buku tersebut, "Sebelum memulai pertempuran penting, kesatria cahaya bertanya pada dirinya sendiri, seberapa jauh aku telah mengasah dan mengembangkan kemampuan-kemampuanku?"

Dalam setiap diri seseorang terdapat kemampuan yang sayangnya ada yang belum menyadari karena ia tak mau memanggil itu dari jiwanya sendiri. Atau ia masa bodoh sehingga berlakulah motto rumput tetangga lebih hijau dari rumput sendiri. Seperti apa orang lain maka ia ingin seperti itu. Tak mengukur bayang-bayang diri.

Akan lebih elok jika ia mengenali kemampuannya dan ia terus menerus mengasahnya. Butuh waktu, memang. Ingat, pisau yang tumpul semakin diasah semakin tajam.

Ada sebuah cerita tentang ahli hadis bernama Ibnu Hajar Al Asqalani (773 H/1372 M – 852 H/1449 M) . Keahlian di bidang hadis justru ia dapatkan ketika berusia tua setelah sering memperhatikan sebuah batu yang terus-menerus ditetesi air setiap hari maka batu yang keras itu akhirnya berlubang. 

Ilmu batu berlubang ia terapkan untuk dirinya. Siang malam ia fokus mempelajari ilmu hadis sehingga jadi ahli ilmu hadis ternama. Ibnu Hajar berarti anak batu, nama itu dilekatkan kepada beliau karena ia mengambil pelajaran dari ilmu batu berlubang itu. Nama aslinya adalah Syihabuddin Abul Fadhl Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Muhammad bin Ali bin Mahmud bin Ahmad bin Hajar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun