Mohon tunggu...
Fajrul Affi Zaidan Al Kannur
Fajrul Affi Zaidan Al Kannur Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahasiswa

Lidah akan terus berkata jujur, selagi hatinya ikhlas dan luhur

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Falsafah Kepemimpinan Jawa: Referensi Memilih Pemimpin di Pilpres 2019

11 Februari 2019   03:17 Diperbarui: 11 Februari 2019   04:10 1377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : http://thefilosofi.blogspot.com

Kontestasi Pilpres 2019 kian hari semakin dekat dengan puncaknya. Dalam kontestasi kali ini memunculkan dua pasangan calon capres dan cawapres yaitu Jokowi -- Ma'ruf Amin dan Prabowo -- Sandi. Mengingat waktu yang semakin mepet kedua tim pemenangan sedang gencar - gencarnya melancarkan strategi guna memuluskan jalan pasangan capres cawapres yang mereka usung.

Setiap hari di harian media massa dan media sosial kita selalu disuguhi debat kedua tim pemenangan pasangan calon saling perang argument untuk menunjukkan bahwa capres-cawapres yang mereka usung ialah terbaik dan pantas untuk memimpin Indonesia lima tahun kedepan.

Namun, dari semua isu dan argument yang dilontarkan, kebanyakan hanya claim sepihak dari masing-masing tim pemenangan pasangan calon tanpa ada bukti konkret dan data yang obyektif. Padahal Presiden yang kita pilih nanti adalah seseorang yang akan memimpin kita menuju kehidupan yang lebih baik dan ditangannya lah nasib bangsa lima tahun kedepan dipertaruhkan.

Memilih presiden bukanlah sekedar persoalan mencoblos di bilik suara, namun lebih dari itu memilih presiden adalah proses memilih pemimpin ideal yang menentukan arah masa depan bangsa.

Menjadi pemimpin ideal tidaklah mudah, pemimpin yang ideal adalah pemimpin yang memiliki kemampuan berpikir filosofis dan jiwa kepemimpinan yang baik.

Kepemimpinan sendiri menurut George Terry adalah kegiatan untuk memengaruhi orang lain agar mau bekerja dengan sukarela dalam mencapai tujuan kelompok (Sri Wintaka Achmad, 2018: 17). Sampai saat ini telah berkembang banyak disiplin ilmu yang mengulas tentang kepemimpinan salah satunya adalah kepemimpinan menurut falsafah jawa.

Maka dari itu, kali ini saya akan membahas tentang falsafah kepemimpinan jawa sebagai referensi memilih pemimpin yang baik dan bisa juga digunakan sebagai rujukan untuk memilih presiden ideal di Pilpres 2019 nanti.

Falsafah kepemimpinan jawa adalah suatu pandangan filosofis seorang pemimpin yang ingin mewujudkan tujuan (cita-cita) bersama (pimpinan dan yang dipimpin) dengan berdasarkan kecintaannya pada kebijaksanaan dan senantiasa berorientasi pada prinsip-prinsip ke-Jawa-an (Sri Wintaka Achmad, 2018: 21).

Dari berbagai macam falsafah kepemimpinan jawa yang cukup populer adalah falsafah kepemimpinan jawa yang ada dalam Serat Sastra Gendhing yang merupakan gubahan dari Raden Mas Jatmika atau Raden Mas Rangsang yaitu raja Mataram keempat bergelar Sultan Agung Adi Prabu Hanyakrakusuma.

Dalam Serat Sastra Gendhing dijelaskan perihal falsafah kepemimpinan Jawa yang diterapkan oleh Sultan Agung semalam melaksanakan tugas sebagai raja di kasultanan Mataram. Dalam menjalankan kepemimpinannya Sultan Agung berpedoman pada tujuh amanah utama.

Pertama, Swadana Maharjeng Tursita yang memiliki arti bahwa pemimpin harus berilmu atau berintelektual tinggi, jujur, serta mampu menjalin komunikasi dengan bawahan maupun rakyatnya berdasarkan prinsip-prinsip kemandirian.

Dengan demikian, dalam Pilpres 2019 nanti kita perlu memilih pemimpin yang berilmu atau berintelektual tinggi, jujur, serta mampu menjalin komunikasi dengan baik, agar nantinya dalam mengambil setiap keputusan seorang presiden tidak bisa diintervensi oleh pihak manapun karena telah memiliki pendirian yang kuat dan data-data pendukung yang akurat.

Kedua, Bahni Bahna Amurbeng Jurit yang memiliki arti bahwa seorang pemimpin hendaklah berada di depan untuk memberikan suri teladan kepada bawahan dan rakyatnya dalam membela kebenaran dan menegakkan keadilan.

Dalam islam juga diajarkan bahwa keteladanan tak mungkin ada tanpa adanya sifat saleh yang terpatri dalam jiwa seorang pemimpin.

Maka dari itu, dalam Pilpres kali ini kita harus memilih presiden yang bisa menjadi teladan kita dalam bertindak dan berperilaku. Jangan hanya presiden yang pintar berbicara dan beretorika tanpa ada tindakan konkret yang dilakukannya.

Ketiga, Rukti Setya Garba Rukmi memiliki arti bahwa seorang pemimpin harus memiliki tekad bulat di dalam menghimpun segala potensi yang dimiliki negara demi kemakmuran, kesejahteraan dan keluhuran martabat bangsa.

Jadi, dalam Pilpres 2019 nanti kita harus memilih yang memiliki tekad bulat yang berarti seorang presiden tidak boleh ragu-ragu dan tidak mudah dipengaruhi pihak lain dalam usaha mengoptimalkan potensi yang ada dalam Negara. Dan tekad bulat bisa diidentikkan dengan sikap tegas, lugas, dan berani.

Keempat, Sripadayasih Krani yang memiliki arti bahwa seorang pemimpin harus memiliki tekad dalam menjaga sumber kesucian agama agar bermanfaat bagi seluruh masyarakat. Hal ini dikarenakan agama adalah pondasi utama dalam pembentukan karakter dan moral masyarakat ideal. Apabila seorang pemimpin tidak mampu menjaga agama maka rusaklah moral masyarakat karena tidak beradab dan tidak bermartabat. Dan akibatnya Negara juga akan hancur karena masyarakatnya yang rusak.

Untuk itu, dalam Pilpres nanti kita perlu memilih presiden yang benar-benar menjunjung tinggi agama dan berpegang teguh pada agama. Janganlah memilih presiden yang hanya menjadikan agama sebagai alat politik untuk meraih kekuasaan tanpa pernah mau mempelajari dan mendalami agama.

Kelima, Gaugana Hasta memiliki arti bahwa seorang pemimpin harus mengembangkan seni sastra, seni suara, seni tari dan lainnya guna mengisi peradaban bangsa. Seperti halnya agama kesenian juga dapat membangun perdaban bangsa. Apabila seorang pemimpin tidak memperhatikan kesenian, maka lama-kelamaan kesenian akan hancur karena tidak berkembang, dan itu artinya peradaban bangsa juga telah mengalami kehancuran secara perlahan -- lahan.

Maka dari itu, dalam Pilpres nanti presiden ideal iala presiden yang mencintai seni dan mampu mengembangkan seni karena seni merupakan salah satu bentuk peradaban bangsa. Terlebih, kesenian juga bisa menjadi icon identitas bangsa sekaligus sarana memperkenalkan Negara indonesia ke kancah internasional.

Keenam, Stiranggana Cita memiliki pengertian bahwa seorang pemimpin harus berperan sebagai pelestari dan pengembang budaya, pelopor pencerahan ilmu, dan mampu mendatangkan kebahagiaan bagi rakyatnya. Hal itu karena budaya dan ilmu merupakan media untuk membangun karakter dan intelektual masyarakat.

Maka dari itu, di Pilpres 2019 kita perlu memilih Presiden mau melestarikan budaya serta menguasai ilmu pengetahuan, agar mampu membangun sumber daya manusia dengan baik. Karena jika sumber daya manusia baik, masyarakat memiliki karakter baik dan tingkat intelektual tinggi, maka Negara akan mengalami kemajuan dan perkembangan yang signifikan

Ketujuh, Smara Bhumi Adi Manggala memiliki arti bahwa seorang pemimpin harus menjadi pelopor pemersatu sebagai kepentingan yang berbeda-beda dan berperan menciptakan perdamaian di dunia.

Untuk itu, di Pilpres nanti kita perlu memilih presiden yang berjiwa negarawan bukan berjiwa politisi. Karena seorang negarawan akan memikirkan nasib bangsa dan generasi selanjutnya, sedangkan politisi hanya memikirkan kepentingan pribadi atau kelompoknya yang sifatnya sesaat.

Selain itu, presiden yang ideal adalah presiden yang bisa membawa kesejukan di tengah-tengah rakyatnya bukan presiden yang memiliki sifat provokatif yang justru berpotensi untuk memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa yang hanya berlandaskan kepentingan politik semata. Lebih lanjut, presiden yang baik harus juga turut serta aktif dalam kancah internasional dalam menyuarakan perdamaian dunia karena itu adalah tujuan Negara yang telah tercantum dalam pembukaan UUD 1945.

Itulah tadi tujuh Falsafah Kepemimpinan Jawa yang tercantum dalam Serat Sastra Gendhing beserta makna - makna yang terkandung didalamnya harapannya tulisan ini bisa mengedukasi  dan menjadi bahan pertimbangan pembaca dalam menentukan dan memilih pemimpin dalam Pilpres 2019 nanti.

Jikalau kedua calon capres dan cawapres yang ada belum memenuhi semua kriteria yang terkandung dalam Serat Sastra Gendhing tadi, maka carilah yang mendekati kriteria tersebut. Karena seperti kata Franz Magnis dalam PIlpres 2019 kali ini kita memilih tidak untuk mencari pemimpin yang paling ideal, namun kita memilih untuk menghalangi jahat untuk berkuasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun