Mohon tunggu...
Fadly Bahari
Fadly Bahari Mohon Tunggu... Penulis - Pejalan Sepi

Penjelajah dan Pengumpul Esensi

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Menelusuri Jejak Bahasa Adam di Austronesia [Part 3]

21 Januari 2020   16:41 Diperbarui: 28 Januari 2020   16:00 819
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendapat tersebut didasarkan atas kesamaan kebiasaan antara beberapa suku di Sumatra dan Kalimantan dengan suku Naga di Assam. Adat seperti memotong kepala dan membuat tatto pada orang Naga sama dengan adat orang Dayak di Kalimantan. 

Namun pun demikian, J.R. Logan masih ada keraguan mengenai pendapatnya tersebut dan masih membuka kemungkinan lain. "Mungkin teori-teori yang lain juga benar", katanya. 

Ernest-Theodore Hamy (hidup antara tahun 1842-1908) adalah seorang antropolog dan etnolog Perancis. Ia belajar kedokteran di Paris, dan mendapatkan gelar doktor pada tahun 1868. Setelah itu, ia melayani sebagai preparateur di bawah Paul Broca di laboratorium antropologi di Ecole pratique des hautes etudes. Pada 1872 ia menjadi asisten naturalis di Musum enational d'histoire naturelle, di mana ia bekerja sama dengan Armand de Quatrefages. 

Pada tahun 1877 Dr. Ernest-Theodore Hamy menyampaikan bantahannya dalam majalah La Nature, terkait pendapat John Crawfurd yang beranggapan bahwa bahasa Campa berasal dari bahasa Melayu akibat persebarannya.

Dr. Ernest-Theodore Hamy menyebut Bahasa Campa, Piak, Jarai dan beberapa bahasa lagi di Pegunungan Kocing Cina sebagai bahasa Melayu Kontinental. Ia lebih lanjut menyarankan bahwa baik bahasa Melayu maupun bahasa Melayu Kontinental mempunyai persamaan asal. 

Dalam Bijdrage tot de kennis der Verhouding van Cam tot de Talen van Indonesie Prof. G.K. Niemann berpendapat bahwa berbagai penelitian yang dilakukan sarjana seperti Keane, Yule dan lain-lainnya, yang menunjukkan adanya kesamaan bahasa dan kebiasaan antara berbagai bangsa di daratan Asia Selatan (India Belakang) dan Indonesia, menguatkan dugaan bahwa daratan Asia Selatan adalah tanah asal nenek moyang bangsa Melayu-Polinesia yang menetap di Indonesia. 

Pada tahun 1932 Robert von Heine Geldern, sarjana ilmu purbakala dari kebangsaan Austria, mengumumkan pendapat tentang tanah asal bangsa Austronesia dalam majalah Anthropos 27, hal. 543-619 dengan judul Urheimat und frucheste Wanderungen der Austronesier. Robert von Heine Geldern berteori bahwa nenek moyang bangsa Austronesia selama-lamanya tinggal di daratan Asia Tenggara. Mereka berasal dari Tiongkok kira-kira 2000 tahun Sebelum Masehi.

CHM Heeren-Palm dalam bukunya Polynesische Migratie (1955) mengemukakan bukti kesamaan antara kebudayaan Polinesia dan daratan Asia. Bukti-bukti kesamaan itu di dasari pengamatan antropologi budaya (bahan-bahan kebudayaan). 

Demikianlah, hingga memasuki abad ke 20, hasil penelitian bahasa Austronesia cenderung menjadi landasan argumentasi para ahli untuk mengarahkan nenek moyang Indonesia berasal dari daratan Asia.

Pada dasarnya, Saya lebih setuju dengan pendapat Prof. Santos yang mengritik tindakan pengelompokan rumpun bahasa yang dilakukan ahli bahasa, yang menyatakan: Ide yang meluas tentang "keterpisahan linguistik" -- sebuah istilah yang tidak cocok (...) [yang sebenarnya adalah] bahwa pertalian di antara bahasa-bahasa yang berbeda ini belum ditemukan, bukannya tidak ada.

Lebih lanjut santos mengatakan bahwa... "ini hanya merupakan konsekuensi dari fakta bahwa bahasa-bahasa atau rumpun-rumpun bahasa ini tidak pernah diteliti sebagaimana mestinya oleh para ahli yang ikut serta menemukan pertalian-pertalian ini. Jadi, ketimbang ditempatkan dalam kamar-kamar berbeda yang saling tidak berhubungan, dam dianggap sebagai "keterpisahan lingustik", bahasa-bahasa ini lebih pantas dianggap "belum diteliti". Sehingga, perlu dikaji lebih jauh." (Prof. Arysio Santos. Atlantis, The Lost Continental Finally Found, 2010  Hlm. 166)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun