Mohon tunggu...
Erwin Alwazir
Erwin Alwazir Mohon Tunggu... Wiraswasta - Karyawan Swasta

Rayakan Kata dengan Fiksi, Politik, Humaniora dan keluarga.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Trilogi Berpolitik Itu Medsos, Jaringan dan Uang

14 November 2016   18:25 Diperbarui: 14 November 2016   18:51 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Era politik modern sekarang ditandai makin eratnya interaksi antar pemerintah, politisi, jurnalis, dan warga negara di media sosial. Praktis tak satupun dari komponen tadi yang mengabaikan peran media sosial sebagai alat untuk mempengaruhi keputusan publik atau mendiskreditkan pihak lain. Medsos lebih dipilih dari media cetak karena dipandang lebih murah dan sangat luas jangkauannya. Sifat penyampaiannya tidak mengenal batas waktu. 

Sementara media cetak seperti koran atau majalah biayanya relatif mahal, daya jangkau terbatas, termasuk juga batas penyampaiannya karena dihinggapi penyakit akut bernama Deadline. Televisi? Unsur "kebaruan" memang menjanjikan, namun daya tahannya tak seabadi medsos. Manusia berpikir secara global. 

Unsur kebaruan sebuah informasi lebih mudah didapat dari medsos daripada berlama-lama di depan tivi. Penampilan Erdogan tak lama setelah kudeta melalui Skype adalah salah satu contoh bagaimana sebuah medsos mampu menggerakan massa dalam sekejap. Memang peran televisi yang menayangkan turut dihitung, namun kontribusinya tak setinggi medsos itu sendiri.

Interaksi menarik lainnya berkaitan dengan suguhan menu. Framing isu "sosial dan etika" adalah menu wajib yang mesti selalu ada di sebuah medsos yang digunakan dalam membangun dan membentuk opini publik. Tengok saja bagaimana medsos gencar mengulas tentang penggusuran atau bencana alam seperti banjir  di suatu daerah, lalu dikaitkan dengan pencapaian seseorang atau kelemahan seseorang dipihak lain. Semua itu tak lain untuk mempengaruhi alam bawah sadar publik tentang "berhasil" dan "tidak"nya seorang pemimpin di dalam komunitasnya. Perkara "ganteng" dan "santun" pun tak luput dari framing sebuah medsos hanya untuk menjangkau hati pemilih dari kalangan usia muda dan lanjut.

Isu sosial lainnya seperti gesekan sektarian, polemik bersifat keagamaan, terkadang hanya dijadikan senjata cadangan semata, sebab tak selamanya publik disuguhi oleh polemik seperti itu. Namun isu ini sangat dahsyat isu dan bisa bertahan cukup lama, tergantung kepiawaian si "penggoreng" isu yang bersembunyi di "medsos" sebagai wajannya. Fenomena medsos digunakan berbagai pihak sebagai alat untuk "memukul balik" bagi mereka yang berseberangan adalah keniscayaan. Mereka yang unggul terkadang bukanlah mereka yang memiliki integritas, tapi mereka yang memiliki jaringan rapi dan uang.

Donald Trump sudah mengajarkan itu. Integritasnya dipandang lebih lemah dibanding Hillary. Komunikasi politiknya buruk dan bobrok.  Media enggan  berpihak karena dipandang rasis sehingga dapat menghilangkan kepercayaan publik. Mayoritas selebriti seperti J-Lo, Stecie Wonder hingga Bon Jovi turut menyambut kelemahan tersebut dan menyatakan enggan berpihak pada Trump. Malah banyak juga yang mengancam hijrah ke negara lain jika Trump terpilih kelak. 

Namun dengan kekuatan medsos dan weblog, seperti situsnya yang menyuarakan penolakan atas imigran Muslim, yang kemudian dihapus setelah terpilih, Trump sukses mendulang suara dan mempesiunkan seorang Hillary. Kekuatan bermedsos ini tentu diimbangi juga oleh Trump dengan membangun "jaringan senyap" yang beroperasi di seluruh negara bagian. Usaha yang dipandang berhasil. Hillari dikalahkan oleh Trump dengan kekuatannya bermain di medsos atau weblog, jaringan dan uang.

Bagaimana prospek tiga kekuatan ini di Indonesia kelak? Sepertinya tidak akan bergeser dari kenyataan. Tiga hal inilah yang menurut saya akan menentukan pemenang sesungguhnya dalam pertarungan politik. Bukan istri yang soleha atau suami yang anti poligamy. Yang ini hanya bunga-bunga semata.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun