Mohon tunggu...
Emanuel Dapa Loka
Emanuel Dapa Loka Mohon Tunggu... Freelancer - ingin hidup seribu tahun lagi

Suka menulis dan membaca... Suami dari Suryani Gultom dan ayah dari Theresia Loise Angelica Dapa Loka. Bisa dikontak di dapaloka6@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sajak Geram untuk Koruptor

21 Maret 2017   08:16 Diperbarui: 21 Maret 2017   08:34 1048
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Yang pasti, saya bukan penyair sungguhan. Malah saya senang menyebut diri penyair kambuhan, sebab tidak mudah bagi saya untuk menciptakan puisi. Puisi saya baru lahir kalau saya benar-benar sedang bergumul dengan sesuatu. Persoalan korupsi di tanah air ini benar-benar menyedot pikiran dan energi, lalu lahirlah puisi ini--yang barangkali jauh dari bagus. Barangkali hanya sekadar saluran aliran frustrasi. Jika sempat, simak dan bila perlu komentari.

Sajak Geram untuk Koruptor

 Puisi Emanuel Dapa Loka

 Baru dua puluh enam langkah aku bersama anakku
 Berjalan menggenggam asa menjemput matahari
 Menyeret harapan yang sebenarnya enggan beranjak
 Tiba-tiba segerombolan rampok mengadang tanpa ampun

 Mereka durjanis!
 Syaitan berwajah malaikat
 Yang kian ke mari mengepak-kepakkan sayap
 Mengintai lalu merampas rajutan mimpi anakku

 Aku sepenuhnya sadar
 Sekitarku kini disesaki keseolah-olahan
 Seolah-olah santun
 Seolah-olah saleh
 Seolah-olah murah hati
 Seolah-olah beriman
 Seolah-olah menegakkan hukum negeri

 Benar...!
 Hanya seolah-olah

 Sesungguhnya!
 Dari bebukitan karang purba pujaan para pujangga
 Dari bentangan sabana maha luas impian para sineas

 Anakku bermimpi tentang hari-hari indah
 Tentang hari-hari yang menuntunnya
 Menyematkan hari gemilang baru
 Pada dada anak-anaknya
 Dan anak-anak dari anak-anaknya

 Tapi mungkinkah itu?

 Mereka telah merampok jatah anakku
 Tatapan nanar anakku
 Tak membuat mereka memutar haluan
 Mereka justru terus makan dan minum dengan
 rakus tanpa peduli

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun