Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Laila, Bulan Penuh Rahmat ke-1000

18 Juni 2017   08:26 Diperbarui: 18 Juni 2017   19:15 726
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.jabar.tribunnews.com

Laila terlihat masih pulas. Gaun warna jingga yang melilit tubuhnya sedikit tersingkap. Wajahnya yang binar tampak begitu tenang. Dengkur halus berirama naik turun keluar dari bibirnya yang mungil, menandakan---ia benar-benar tengah menikmati tidurnya.

Sementara ke-999 sahabatnya sudah berkumpul di hamparan langit. Hening mulai menyergap, menangkup erat pinggang senyap dan kesunyian malam.

Sebagian penduduk bumi telah merebah menanggalkan lelah. Sebagian yang lain masih bertahan melawan kantuk, tunduk terpekur di atas sajadah-sajadah.

Lailatul Qadar. Malam seribu bulan. Lantunan zikir menguar menuju langit ketujuh. Ke-999 bulan berebut menyambut puja-puji itu, lalu mereka meluruh berubah menjadi serpihan rahmat yang siap turun ke bumi.

Serpihan bulan pertama jatuh di sebuah surau berdinding bambu. Seorang laki-laki tua tengah duduk bersila seraya menggerakkan jemari keriputnya. Bibirnya yang kering khusuk merapal doa-doa.

"Allahumma innaka 'afuwwun tuhibbul 'afwa fa'fu 'anni. Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemberi ampunan dan menyukai orang-orang yang memohon ampunan. Maka ampunilah aku..."

"Allah berkenan mendengar doamu..." bisik serpih bulan kesatu penuh senyum.

Bulan kedua, meluncur suka cita menuju rumah sederhana, yang di dalamnya tampak sepasang suami istri tengah duduk beriringan memanjat doa istigfar.

"Astagfirullah hal adzim...ampunilah dosa-dosa kami, ya Rabb..."

"Allah sungguh Maha Pemurah...Insya Allah terijabahi istigfar kalian," bulan kedua mengangguk takzim.

Bulan ketiga melayang ringan menghampiri sosok perempuan bermata sembab. Perempuan itu tengah memilin tasbih di tangannya. Tasbih itu berputar berpuluh kali. Pada sajadahnya yang lusuh tampak bekas titik air mata. Ya, ia baru saja menangis seraya melantunkan doa keselamatan bagi dirinya dan juga anak-anaknya yang jauh merantau di negeri seberang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun