Benar. Mereka bilang begitu. Katanya saya sudah mati. Sejak beberapa jam lalu. Tubuh saya ditemukan terbujur di lantai dapur. Lalu orang-orang memindahkan jasad saya. Dan saya pun menjalani prosesi selayak orang yang sudah mati; dimandikan, dikafani, disholatkan kemudian diusung ke pemakaman terdekat.
Kata orang-orang ketika saya mati, anak-anak saya menangis. Kedua orang tua saya bersedih. Tetangga kanan kiri saya ikut berkabung.
Masih kata orang-orang---saat jasad saya dimasukkan ke dalam keranda, Mas Burhan---suami saya wajahnya biasa-biasa saja. Tidak menampakkan kesedihan atau rasa kehilangan. Tapi itu kan kata orang-orang. Saya tidak begitu saja mempercayainya. Sebab saya tidak melihatnya sendiri.
"Tentu saja kamu tidak bisa melihatnya. Kamu kan sudah mati!" seru seseorang---entah siapa, yang siang itu katanya ikut mengantar jenazah saya hingga ke pekuburan.
"Siapa bilang orang mati tidak bisa melihat apa-apa? Memangnya kamu sudah pernah mati?" saya menghardik orang itu. Dan orang yang saya hardik itu berlari ketakutan. Ia lalu menyebar gosip murahan. Katanya, saya sudah menjadi hantu. Nyawa saya gentayangan.
Saya lalu bertanya pada seekor kucing betina yang melintas di hadapan saya. "Pus, apa benar saya sudah mati?"
Kucing itu hanya diam. Memandangi saya. Hewan berbulu itu tidak menjawab apa-apa. Dari sini saya tahu bahwa orang-orang itu sudah berbohong kepada saya. Memfitnah saya dengan mengatakan saya sudah mati.
Saya senang ketika mendengar kucing betina yang baru saja saya tanya itu mengeong saat diganggu oleh seekor kucing jantan. Kalau saya sudah mati, pasti bukan suara eongan yang saya dengar. Bisa jadi umpatan-umpatan kasar semacam 'bangsat' atau 'bajingan'.
Konon menurut cerita, orang mati bisa memahami bahasa hewan, termasuk bahasa kucing. Jadi saya yakin, sebenarnya saya belum mati.
Saya masih berdiri di antara kerumunan orang-orang. Saya sempat mendengar beberapa dari mereka berkasak-kusuk, membicarakan saya. "Kasihan Jeng Arimbi. Ia mati mengenaskan. Dan yang lebih kasihan lagi, ruhnya belum mendapatkan tempat yang tenang."
Ya, Arimbi adalah nama saya. Nama pemberian kakek saya.