Mohon tunggu...
Efron Dwi Poyo
Efron Dwi Poyo Mohon Tunggu... -

Fanatik FC Bayern München. Mia San Mia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tidak Ada Humor di Surga

23 April 2016   10:14 Diperbarui: 23 April 2016   10:26 495
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Pak Bèndot yang selalu menjadi korban lawakan. Foto: tvguide.co.id"][/caption]Tidak Ada Humor di Surga 

Lawakan, yang kerap kita saksikan di televisi Indonesia, ialah mengolok-olok, mencela, dan juga menertawai orang lain. Ada pihak yang dirundung (to be bullied) secara sengaja untuk menciptakan lelucon. Ada pihak lain yang dikorbankan. Tentu orang tidak lupa pada alm. Pak Bèndot yang selalu menjadi korban lawakan.

Humor justru bertolak belakang dengan lawakan. Humor justru mencela, mengolok-olok, dan menertawai diri sendiri, keluarga sendiri, kelompok sendiri, suku sendiri, bahkan bangsa sendiri. Humor mengalihrupa (transform) pengalaman hidup menjadi lelucon. Mark Twain mengatakan bahwa sumber humor adalah penderitaan, kebodohan, dan kesengsaraan diri sendiri. Pelawak menyembunyikan cacat dengan mengolok-olok orang lain, tetapi jenakawan sejati justru memertontonkan cacat dirinya kepada dunia. Presiden Gus Dur ketika didesak mundur oleh lawan politiknya dengan enteng beliau menjawab: “Maju saja saya nggak bisa, apalagi disuruh mundur.”

Keterusterangan dan kejujuran memang menakutkan. Jenakawan sejati senantiasa mampu menemukan humor dalam momen yang serius, termasuk tragedi dalam hidupnya, dialihrupakan menjadi lelucon. Saya terus belajar bagaimana menghumor, menertawai diri sendiri. Tidak ada yang dibanggakan nilai sekolah saya. Di perguruan tinggi IPK saya megap-megap. Kerap rekan kerja saya bertanya mengenai sekolah saya.

“Kuliah b'rapa lama, Fron?“ tanya rekan saya.

“Enam setengah tahun.“ jawab saya.

Koq lama?”

“Habisnya bodho sih.”

Ia tertawa ngakak dan berhenti bertanya. Apa yang terjadi jika saya menjawab dengan alasan lain? Saya meyakini ia akan mengejar terus dengan pertanyaan tidak penting dan saya akan menguras energi melakukan pembelaan.

Saya bisa menunjukkan lagi bahwa humor bersumber dari penderitaan hidup. Ketika Anda melakukan reuni mengapa Anda bisa tertawa-tiwi tanpa henti saat bertemu sobat-sobat lama? Tentu saja Anda menertawai penderitaan masa lalu entah itu kekonyolan saat sekolah, entah itu diusir guru dari kelas, entah itu ditolak oleh bakal calon pacar, entah itu jual celana jins demi bisa menraktir kencan pertama, dan lain sejenisnya. Penderitaan bahkan tragedi saat sekolah Anda alihrupakan menjadi lelucon yang menghibur diri Anda dan orang lain. Dari  sini Anda sebenarnya berbakat menjadi jenakawan sejati.

Humor menunjukkan kewarasan. Bangsa ini kurang waras, karena lebih gemar melawak yaitu sibuk mencari dan menunjuk cacat-cacat orang lain. Mereka lupa melihat cacat diri sendiri. Selama orang tidak bisa berhumor, selama itu pula orang tidak waras.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun