Mohon tunggu...
Eeduy Haw
Eeduy Haw Mohon Tunggu... -

seseorang yang tinggal di makassar

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Legenda Hidup dari Kampung Tempat Tinggalku

5 September 2010   17:20 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:25 411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Sering ia ikut ke gedung olahraga, bilamana menengok rumahnya di kampung kami. Pemukiman kelas ‘menengah cenderung biasa-biasa saja’ di kota ini. Tempat dulu ia juga tumbuh besar.

Tapi tidak untuk mengayunkan raket. Bukan untuk bermain bulutangkis. Ia hanya duduk di salah satu sudut bangku, tersenyum geli bila ada kejadian lucu di tengah lapangan. Sesekali ia mengusap jenggot lebatnya, ataukah membetulkan kuncir rambut gondrongnya yang kuning keemasan oleh pewarna rambut.

Bukan berarti pula ia tak pandai bulutangkis. Ia mahir. Malah dulu, di masa usianya dua-puluhan, tiap perayaan tujuh-belasan kerap ia tampil sebagai juara. Si pemilik jumping smash keras, begitu ia kesohor di kampung kami. Tentulah jika malam ini ia bermain, paling tidak jejak-jejak kelihaiannya masih membekas.

Yang tak kalah hebatnya, saat itu ia sebenarnya adalah atlit voli pantai profesional. Sebagaimana atlit, masa mudanya mengalir dari satu kejuaraan ke kejuaraan lainnya. Kadang ia berada di Lombok, Ambon, Manado, ataukah Bali. Dari satu tepi pantai ke tepi pantai lainnya. Bertanding di ajang PON ataukah Kejurnas. Beberapa trophy masih terpajang di rumah orangtuanya, di kampung kami yang biasa-biasa saja.

Lama-lama usianya kian bertambah. Kondisi kebugarannya tak segesit dulu lagi. Karir atlitnya beralih menjadi karyawan di salah satu kantor cabang perusahaan penjualan mobil yang letaknya ratusan kilo dari kota ini.

Walau waktu itu terpaksa hidup jauh dari rumah, tetapi tali hubungan terikat erat di tiang nadi kehidupan keluarganya. Beberapa tahun sebelumnya, ayahnya berpulang. Sebagai anak lelaki tertua, ia harus menjadi motor penggerak bagi ibu dan ketujuh saudaranya yang lain. Ia tumpuan sekaligus nahkoda bagi perahu keluarga.

Segala kebutuhan sehari-hari maupun keperluan sekolah adik-adiknya ia penuhi. Peran yang ditinggalkan ayahnya berusaha dilakoni dengan baik dan sungguh-sungguh.

Syukur karirnya kian menanjak. Tumpuan itu semakin lama semakin kokoh. Ia lebih mapan. Kami masih ingat, murah-hatinya ia jika membelikan barang yang diidam-idamkan adik-adiknya. Tak tanggung-tanggung, ia hanya akan membungkus yang terbilang kualitas bagus. Made in luar negeri adalah kesukaannya. Sebab ia punya semboyan ‘lebih baik bayar mahal untuk mutu bagus ketimbang murah tapi sehari keok’. Pun tak jarang, kami para tetangganya kecipratan traktiran  beramai-ramai bila ia kebetulan datang.

Perahu itu kini bisa berlayar dengan tenang. Tak lama, ia pun menikah dengan seorang gadis di kota tempatnya bekerja dan dikaruniai 2 anak. Semua berjalan dengan baik. Rumah dan mobil pribadi meski sederhana, dimiliki. Tak lupa, Ibunya ia berangkatkan ke hadapan Ka’bah untuk menunaikan rukun islam yang kelima. Peran yang ditinggalkan ayahnya dilakoninya dengan baik dan sungguh-sungguh. Sungguh-sungguh baik malah.

Hingga sekitar tujuh tahun yang lalu. Tak ada angin apalagi hujan, tiba-tiba saja ia memutuskan berhenti dari pekerjaannya. Kemudian meninggalkan rumah dan seluruh isinya. Hijrah ke sebuah dataran di perbatasan kota ini. Memilih hidup baru secara sederhana, bersama dengan sebuah komunitas islam bernama An-Nadzir*.

Di tempat baru itu, bersama dengan komunitasnya, ia harus memulai bertani, berkebun, dan memelihara tambak ikan untuk menghidupi kehidupan bersama. Setiap orang harus memotong pohon di hutan untuk dijadikan tiang-tiang rumah tempat berteduh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun