Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Diskusi Sertifikasi Halal, Citizen Media Ikut Sebarkan Pemahaman Produk Halal

7 Oktober 2017   09:48 Diperbarui: 7 Oktober 2017   09:56 976
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi

Sebagian dari tulisan ini pernah dimuat di kompasiana pada Juni 2016, saat awal belajar menjadi penulis dengan rekan-rekan kompasianer. Karena sebagai pemula, tulisan itu tak banyak ditengok. Apalagi dibaca sampai tuntas.

Pada akhir  jabatannya sebagai Menteri Agama, M. Maftuh Basyuni bersama Dirjen Bimas Islam Nasaruddin Umar (kini Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta), Kakanwil Kemenag Jateng Imam Haromain Asy'ari, bersama penulis mendatangi kediaman Dr. (HC). KH. Mohammad Ahmad Sahal Mahfudh di Pondok Pesantren (Ponpes) Maslakul Huda di Kajen Margoyoso, Pati, Jawa Tengah.

Mohammad Ahmad Sahal Mahfudh adalah pimpinan ponpes yang didirikan ayahnya, (KH Mahfudh Salam, pada 1910), sejak 1963. Kiai Sahal Mahfudh, begitu ia biasa dipanggil, juga Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) sejak tahun 2000 hingga 2014.  Selama dua periode menjabat sebagai Rais Aam Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama sejak 1999 hingga 2014. Ia lahir pada 17 Desember 1937 dan wafat pada Jumat 24 Januari 2014.

Kunjungan Maftuh, yang sejatinya masih punya pertalian erat sebagai keluarga besar ulama tersebut, selain posisinya sebagai menteri agama yang memberi perhatian kepada kehidupan ponpes juga untuk bersilaturahim. Terpenting, mendiskusikan produk jaminan halal.

Soal jaminan produk halal, saat itu, menjadi pembahasan "hangat" di badan legislatif. Maftuh ingin RUU tentang produk halal segera dapat disahkan sebelum lengser dari jabatannya sebagai menteri agama bersamaan berakhirnya Kabinet Indonesia Bersatu (Jilid I) pimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Awalnya pertemuan berlangsung santai. Tapi, ketika memasuki pembahasan soal produk halal, pembicaraan terlihat serius. Saya sempat bengong menyaksikan pembicaran "penggede" itu. Bukan karena argumentasi yang diangkat dan disampaikan dengan nada keras, tetapi lebih pada kesungguhan agar persoalan produk halal tersebut sesegera mungkin selesai.

Jika ditengok ke belakang, memang perdebatan mengenai produk jaminan halal makan waktu sekitar delapan tahun, sejak Kabinet Indonesia Bersatu jilid II berakhir hingga Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo.

Utgamanya berkaitan kewenangan, MUI kah? Atau pemerintah (Kemenag). Umat dibuat bingung. MUI meminta DPR agar sertifikat jaminan produk halal hendaknya dikeluarkan oleh satu lembaga saja untuk mencegah agar tidak terjadi kebingungan di masyarakat bila ada perbedaan pendapat. Alasan yang mengemuka, MUI terbukti teruji selama 24 tahun. Terlebih standar halal yang dikelurkan MUI sudah diakui secara internasional.

Pemerintah, saat itu, diminta tak perlu ikut campur dalam penentuan sertifikasi halal.

Argumentasi pemerintah saat itu adalah pemerintah tak mengambil peran MUI, apa lagi memperkecil lembaga ulama ini karena sudah memiliki domain atau wilayah masing-masing terkait dalam penyusunan jaminan produk halal (JPH).

MUI paling tahu urusan syariah. Itu domin para ulama.  Pemerintah tak ikut campur dalam urusan itu. Namun pemerintah pun harus memberikan peran karena di dalamnya terkait dengan hukum positif yang menjadi domain pemerintah. Jadi, ada kapling masing-masing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun