Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Membaca Itu Membuka Tabir Ketidaktahuan

20 Desember 2018   11:58 Diperbarui: 20 Desember 2018   21:00 779
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Secara sekilas saya membaca Kompas Hari Rabu (19 Desember 2018)tentang pengalaman Ahmad Fuadi penulis Novel Negeri 5 Menara.  Bagi dia membaca adalah menuntun manusia membuka diri dan mampu menghargai keberagaman. 

Ahmad Fuadi  percaya membaca mampu mengantarkan manusia untuk saling menghargai perbedaan. 

Ia menuturkan bahwa ia pernah menjadi pembicara di sekolah- sekolah Kristen dan katolik. Ada seorang suster yang mengatakan pada dia bahwa novelnya mampu memberikan tuntunan kebijaksanaan. 

Artinya meskipun novelnya berlatarbelakang Islam tetapi ceritanya bisa memberi inspirasi positif lintas agama. Ia  bisa menulis seperti itu salah satunya karena kegemarannya membaca.

Membaca Menghargai Keberagaman

Yang terlintas dalam benak saya adalah melihat fenomena sekarang ini. Banyak orang yang gencar menonjolkan identitas, mengkotak-kotakkan keyakinan.Saya pesimis apakah mereka adalah pembaca yang baik. 

Sebab jika seseorang adalah pembaca yang baik ia akan membaca apa saja yang penting menambah pengetahuan dan memberinya banyak wawasan bahwa di luar dirinya banyak ragam ilmu yang membuka mata hatinya bahwa keberagaman itu tidak bisa dipungkiri. 

Dengan banyak membaca seseorang bisa lebih menghargai keyakinan orang lain. Respek terhadap masalah- masalah yang menimpa manusia.

membaca membuka pikiran dan menerangi pikiran yang gelap menjadi terang (pixabay.com)
membaca membuka pikiran dan menerangi pikiran yang gelap menjadi terang (pixabay.com)
Di era media sosial buku bukan satu satunya sumber pengetahuan. Internet adalah salah satu pengganti buku yang bisa menyediakan banyak ilmu. 

Begitu pentingnya smartphone sekarang membuat sebagian besar kaum milenial meninggalkan kebiasaan membaca buku dengan memainkan jemarinya di layar HP. Tinggal mencari kata kuncinya maka akan terbuka sumber referensi tentang apa yang kita cari.

Tetapi apakah sebagian pengguna smartphone adalah pembaca yang baik?belum tentu! Bisa jadi mereka hanya mencari penggalan pengetahuan yang berhubungan dengan minat pengguna smartphone. 

Mau masa buku panduan memasak yang tersedia di internet, mau melihat praktek masaknya cukup klik youtube, nanti akan diberi alternatif tutorial sesuai selera. Kesulitan bahasa gunakan saja google translate yang bisa bersuara meskipun terjemahannya cukup amburadul dan lafalnya kurang sesuai.

Membaca itu ibarat sarapan bagi penulis. Dengan sarapan rutin penulis akan mempunyai energi untuk menulis. Tanpa kebiasaan membaca seorang penulis hanya akan akan menulis tanpa nyawa, garing tidak bermakna.

Maka sebagai seorang penulis membaca itu wajib hukumnya. Bagaimana menjadi pembaca yang baik?

Membaca Tuntas Tidak Hanya Sekilas

Menurut saya jangan hanya membaca judul lantas dengan sombongnya terus komentar. Baca tuntas dahulu baru komentar. 

Sebab sekarang ada gejala aneh dari pembaca di media sosial, hanya membaca judulnya lantas langsung nyambar, padahal judulnya sebetulnya kurang mencerminkan isinya. Bahkan belum sempat membaca tetapi sudah ceramah di kolom komentar panjang lebar. Hadew!

Kenapa banyak orang sekarang yang baru tahu sedikit langsung bisa menyimpulkan dengan asumsi sendiri, karena ia tidak terbiasa membaca dengan tuntas. 

Banyak orang yang melihat permasalahan hanya sampai permukaan, menguasai ilmu agama hanya dari satu aspek, dan lebih suka mendengarkan ceramah provokatif yang membangkitkan adrenalin untuk menjelek-jelekkan keyakinan lain. 

Ibarat tong kosong berbunyi nyaring, mereka yang masih kosong ilmunya suaranya tampak lebih lantang daripada mereka yang mengusai ilmu pengetahuan secara mendalam. 

Mereka yang luas wawasan berpikirnya dan menyerap pengetahuan dengan sudut pandang yang berbeda akan banyak diam, tetapi diamnya mereka bukan berarti apatis dan tidak peduli. 

Ia akan melakukan ajaran agama dan tuntunan agama dengan laku. Dengan contoh nyata, dengan mempraktekkan kebaikan tanpa perlu menggurui.

Membaca yang Semula Gelap Menjadi Terang
Ilmu itu membuka tabir kegelapan. Seperti lilin ia akan berfungsi ketika suasana gelap, ia menjadi penerang bagi mereka yang masih dilanda kegelapan. Semakin berilmu mereka tentu akan semakin merunduk dan rendah hati.

Masalahnya sekarang membaca belum menjadi kebiasaan. Banyak orang yang merasa aneh saat membaca.

"Pusing, Bro, aku pusing melihat deretan huruf yang bersambungan itu,,,"

"Saya apalagi, tidak sabar membaca lembaran- lembaran buku ini...."

"Membaca...hah itu khan kegiatan yang membosankan...ngapain membaca sudah ada televisi, ada HP...Hellow...itu kebiasaan jadul"

" Mending makan daripada uang dipakai untuk beli buku...memangnya buku bisa dimakan?"

Tidak salah jika peringkat Indonesia termasuk rendah dalam hal minat baca. Rupanya perpustakaan, toko buku, kegiatan- kegiatan yang berhubungan dengan literasi masih amat minim dibandingkan dengan negara lain semisal Jepang.

Jangankan dengan Jepang, dengan Malaysia saja Indonesia sudah kalah dalam prosentasi orang yang menganggap membaca dan memiliki buku itu penting untuk menambah kemampuan diri.

Sekarang Indonesia termasuk negara tertinggi dalam hal kepemilikan HP dan juga negara dengan deretan atas pengguna internet. Seharusnya HP menjadi penggerak kesadaran literasi, sebab di aplikasi HP juga ada yang menyediakan e book, hal lainnya adalah aplikasi yang memberi kemudahan memperoleh pengetahuan. 

Sekarang memang ada gejala bahwa media mainstream yang menggunakan kertas mulai banyak yang beralih ke media berbasis internet. Ada media online yang menyediakan berbagai artikel, tips psikologi, tips  hukum, tips hidup sehat. 

Dengan kuota internet yang semakin kompetitif antar profider membuat konsumen semakin dimanjakan oleh generasi internet yang semakin cepat, semakin canggih.

Membaca Buku Lebih Sehat 
Walaupun generasi milenial lebih prefer pada smartphone tetapi keberadaan buku masih diperlukan. Sebab menikmati bacaan lewat lembaran kertas lebih nyaman, jauh lebih sehat untuk mata daripada mantengi layar HP atau layar laptop. 

Jika terlalu sering memelototi komputer radiasi dari mesin pintar ada efek sampingnya. Radiasi mesin pintar itu akan mengganggu metabolisme tubuh dan membuat mata  cepat lelah.

Yang jelas banyak manfaat yang bisa diambil dari kebiasaan membaca.Di internet banyak artikel tentang manfaat membaca. Anda akan banyak menemukan betapa membaca dapat membuka jendela dunia. 

Ketidaktahuan bisa diatasi dengan membaca, kemampuan analisis meningkat, daya kritis meningkat dan seseorang yang senang membaca jauh lebih toleran daripada mereka yang jarang membaca. 

Banyak thoh yang bisa dijadikan contoh positif bagaimana manfaat membaca bagi kehidupan para tokoh itu. 

Sebut saja dari Indonesia Soekarno, Mohammad Hatta, Daud Joesoef, Adam Malik, Muh. Syahrir, Apapagi para penulis terkenal yang akhirnya memilih jalan sebagai penulis, novelis, penyair karena kegemarannya membaca. Bill Gates, Mark Zukerberg,Warrent Buffet,Oprah Winfrey, Jeff Bezoz, Elon Musk

"It is one of the chief ways that I learn, and has been since I was a kid. These days, I also get to visit interesting places, meet with scientists and watch a lot of lectures online. But reading is still the main way that I both learn new things and test my understanding", 

"Ini adalah salah satu cara utama yang saya pelajari, dan sejak saya masih kecil. Hari-hari ini, saya juga mengunjungi tempat-tempat menarik, bertemu dengan para ilmuwan dan menonton banyak ceramah online. Tetapi membaca masih merupakan cara utama saya mempelajari hal-hal baru dan menguji pemahaman saya." (sumber dari:idehidup.com: 8 tokoh Dunia yang gemar membaca di dunia bisnis)

Membaca Membantu  Menambah Kualitas Menulis
Saya yang sedang gandrung menulis di Kompasiana dan sering mengikuti event lomba menulis yang pengumumannya banyak ditemui di media sosial tentu saja harus selalu menyediakan waktu membaca terutama buku yang menginspirasi saya untuk menulis.

Jika ssedang menulis tentang seni rupa, seni budaya dan materi sosial budaya setidaknya saya perlu membaca buku yang berhubungan dengan sosial budaya.

Koleksi Pribadi
Koleksi Pribadi
Saya sering kesal melihat komentar- komentar di media sosial yang amat kasar. Tanpa kegemaran membaca saya hanya akan terbawa emosi untuk ikut komentar. 

Maka penting membaca karena bisa meredam emosi dan lebih bijak dalam menanggapi isu atau  berita yang belum tentu benar. Harus mampu membaca cermat untuk bisa menjangkau pokok permasalahannya. Salam literasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun