Mohon tunggu...
Noor Azizah
Noor Azizah Mohon Tunggu... pelajar -

email baru avantidm@gmail.com. terimakasih.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tak (Pernah) Sendiri,

6 Agustus 2017   10:57 Diperbarui: 6 Agustus 2017   11:20 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Kau menyukainya."

"Terserah kau sajalah. Sesukamu kau ingin berpikiran apa. Liarkan saja imajinasimu itu. Puaskan saja andai andaimu. Kau tak membutuhkan jawaban apapun dariku Neng," getas nyaris putus asa usahanya menghentikanku, dia berdiri, kursi terjengkang ke belakang, lantas dia rebahan bertelekan kedua tangan di kepala memandang langit langit kamar. Aku masih memunggunginya.

Sejurus kemudian, dia bangkit, membereskan ranselnya, meletakkan di kaki tempat tidur. Dihampirinya aku dan memeluk dari belakang, membenamkan wajahnya di bahuku. Dipalingkannya lembut wajahku. Bibirnya ada dikeningku. Turun menuju hidung dan bibirku. Aku diam. Cairan bening bertambah debitnya meski tanpa suara.

"Nantikan aku okey? Aku selalu kembali padamu kan Neng? Ini hanya kewajibanku padanya."

Aku masih diam. Tak membalas peluk dan ciumnya seperti biasanya. Kepergian untuk selainku selalu menggangguku. Seharusnya aku terbiasa, nyatanya tidak. Setiap kali dia berpamitan, aku diserang kepanikan hebat. Sakit kepala berdenyut. Belum lagi ledakan emosi tak terkendali, berakhir menyakiti diri. Tapi dia tak peduli, tak pernah peduli. Nyaris matipun dia tak peduli. Tapi dia selalu kembali padaku. Selalu selama ini.

Terdiam di ambang pintu, dia berbalik memelukku erat, membisikan kata-kata yang berhasil menyihirku selalu,"I am yours honey, you are mine, just trust me, love you baby. I will back. "

Dilepaskannya pelukan, membuka pintu. Berdebam bunyi pintu tertutup. Berlanjut suara pagar dibuka dan ditutup, beriring dengan knalpot kendaraan menjauh. Senyap. Tangisku pecah, tergugu tak terkendali di atas bantal. Sampai kapan aku bisa sendiri di hatimu? Kenapa aku harus selalu berbagi tempat di hatimu? Silih berganti tak henti. Tak bisakah kau biarkan bintang-bintang berkelip? Tahukah kamu bulan pun mengejar matahari, hanya untuk bisa memeluknya dan terpaksa melepaskan lagi? Sampai kapan Bang, sampai kapan? 

Atau semestinya kutanyakan pada diriku sendiri sampai kapan aku bertahan di sisimu. Seberapa berharga kebersamaan kita dipertahankan? Bahagiakah aku disisimu dengan hati tergores sembilu? Ataukah memang sudah takdir, bahwa setiap pejantan menginginkan lebih dari satu untuk betinanya? Entah lah... entahlah... entahlaaaahh... aku tak tahu. Yang kutahu, aku hanya ingin memilikimu sendiri untukku. Salahkah itu? 

*to be continued

ada usulan endingnya gimana ya :) silakan usul di kolom komen :)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun