Mohon tunggu...
Wahyu Triasmara
Wahyu Triasmara Mohon Tunggu... Dokter - Owner Klinik DRW Skincare

Seorang manusia biasa kebetulan berprofesi dokter yang ingin berbagi cerita dalam keterbatasan & kesederhanaan.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Dok, Suntik Aku! (Obat Suntik antara Kebutuhan dan Sugesti)

31 Agustus 2013   13:20 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:34 6852
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1377935100108496831

[caption id="attachment_284570" align="aligncenter" width="620" caption="Admin/Ilustrasi(Shutterstock)"][/caption] Judulnya bikin geli, tapi ga jadi geli jika yang memintanya adalah seorang nenek-nenek yang usianya 72 tahun. hehe... didalam praktek sehari-hari seringkali saya menemui pasien yang biasanya lebih didominasi oleh orang tua jaman dulu dimana selalu minta disuntik setiap kali periksa ke dokter. Entah hanya sebuah suggesti/keyakinan atau memang benar ada khasiat nyata bagi kesehatan mereka ketika dokter memberikan suntikan tersebut. Terlepas dari itu, bisa dibilang saat ini jarang dokter yang memberikan suntikan pada pasien berobat jalannya, karena dengan pemberian obat oral (telan) saja sudah cukup. Namun bagi dokter yang berpraktek didaerah seperti saya masih sering bertemu dengan pasien-pasien yang belum merasa puas jika tidak disuntik. Sementara kondisi penyakit pasien sendiri sebenarnya tidak memerlukan obat suntikan secara masih bisa menelan obat. Dalam memberikan obat suntik, sebenarya dokter juga tidak boleh sembarangan. Ada beberapa kondisi / indikasi yang menyebabkan pasien memerlukan pengobatan dalam bentuk suntikan. Indikasi yang dimaksud antara lain adalah sebagai berikut: 1. Pasien tidak dapat menelan obat secara peroral (lewat mulut) karena sedang dalam kondisi tidak sadar, mual muntah terus menerus, atau adanya hambatan ditenggorokan (tumor/peradangan). 2. Pasien dengan penyakit berat sehingga memerlukan perawatan di rumah sakit dan dilakukan pemasangan infus, sehingga diharapkan obat lebih mudah diberikan dan dapat diserap lebih cepat oleh tubuh. 3. Pemberian antibiotik tertentu yang hanya tersedia dalam bentuk injeksi dimana obat tersebut sangat diperlukan untuk mengatasi penyakit infeksi berat. Sehingga mau tidak mau harus disuntik untuk membunuh kuman tersebut. 4. Pemberian obat yang tidak bisa diserap secara baik oleh usus/saluran pencernaan sehingga harus diberikan secara suntikaan baik intravena (pembuluh darah) maupun intramuscular (otot). 5. Menghindari efek obat oral (minum) yang dapat merangsang produksi asam lambung yang akhirnya dapat mengiritasi lambung. Seperti penggunaan beberapa golongan antinyeri yang dapat memicu kambuhnya penyakit maag. 6. Suntikan sebagai penenang, seperti pada kasus kejang-kejang yang sulit jika harus menelan obat atau pada pasien yang akan dilakukan tindakan operasi atau penjahitan luka yang memerlukan tindakan pembiusan. 7. Suntikan untuk KB dimana biasanya dilakukan oleh mereka yang lebih memilih KB jenis suntik tiap 1 bulan atau 3 bulan sekali. Itulah beberapa indikasi pemberian obat lewat jalur injeksi / suntikan yang bisa dilakukan baik lewat intravena, muskular, kutan (dalam kulit) atau subkutan (dibawah kulit). Tidak semua pasien memerlukan pemberian obat suntikan. Karena pengobatan lewat suntik sendiri juga bukan tanpa resiko dan kerugian. Diantara resiko dan kerugian tersebut bisa kita ambil beberapa contoh sebagai berikut: 1. Berisiko lebih mudah mengalami penularan infeksi lewat jarum suntik. 2. Biaya obat suntik biasanya lebih mahal. 3. Terjadinya pembengkakan/ peradangan pada area bekas suntikan. 4. Hematom / pecahnya pembuluh darah. 5. Terjadi emboli (masuknya udara) ke dalam saluran pembuluh darah. Dari informasi diatas dapat disimpulkan jika obat suntik selain memberikan keuntungan juga berpotensi memberikan kerugian pada pasien. Namun hal itu bisa diminimalisir selama obat diberikan oleh ahlinya sesuai dengan dosis aturan yang disarankan maka obat dapat bermanfaat bagi kesehatan tubuh, begitu juga sebaliknya jika obat-obatan tersebut diberikan secara serampangan bisa jadi justru akan menjadi racun bagi tubuh kita. Kembali pada adanya kepercayaan / suggesti kesembuhan jika pasien mendapatkan suntikan, saya pikir itu sah-sah saja. Bahkan ada penelitian yang menunjukkan peranan kekuatan suggesti dapat mempengaruhi lebih dari 75% kesembuhan pasien. Begitu besarnya efek suggesti ini bagi kesembuhan diduga karena dapat merangsang sistem imun tubuh seseorang menjadi lebih baik. Dari sana saya berpedoman, ketika ada pasien meminta saya untuk memberikan suntikan pada dirinya ketika datang periksa. Walaupun sebenarnya pasien masih bisa mengkonsumsi obat lewat oral, saya akan berusaha menjelaskan untuk tidak mengambil obat suntikan dengan argumentasi beberapa kerugian yang saya sebutkan diatas. Namun adakalanya ketika saya menemui pasien yang tetap ngotot dan minta disuntik, tentunya saya juga mempertimbangkan suggesti sebagai faktor kesembuhan, sehingga saya akan mengabulkan permintaanya walaupun sebenarnya obat suntikan yang diberikan hanya berupa vitamin atau bahkan hanya sekedar plasebo berupa (aquadest) saja. Kalau ada orang yang lebih senang disuntik ketika berobat, bagaimana dengan pembaca kompasiana sekalian? atau justru takut/phobia kalau disuntik? next time kita juga akan bahas perihal phobia suntikan ya, karena cukup banyak juga orang yang mengalami ketakutan hebat saat melihat jarum suntik :)


Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun