Mohon tunggu...
Dohot Owen
Dohot Owen Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Seorang yg memiliki hobby gaming dan menalaah setiap cerita di kehidupannya

Lahir di jakarta memiliki motto gunakan rasional paling depan fakta dan mempercayai metafisik dan kepercayaan yg di anggap ada oleh kebanyakan orang di barisan belakang

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Strategi Elite Politik dengan Segala Kedoknya

12 Desember 2019   09:08 Diperbarui: 12 Desember 2019   12:42 411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dari pemungutan suara ke pertumpahan darah,konflik SARA telah naik menepati posisi tertinggi dalam agenda internasional,konflik sara bukanlah hal yang baru;konflik tersebut sudah biasa terjadi selama masa pasca-kolonial.Satu survey komperehensif yang dilaksanakan oleh Ted Robert Gurr menandai 37 perang saudara bersifat SARA yang berkepanjangan antara 1945 dan 1989,semuanya di Negara berkembang.

Di Negara-negara sedang berkembang dewasa ini,masalah-masalah state-building dan nation-building terjalin erat dengan proses demokratisasi           Analisa klasik Rupert Emerson pada 1960 mengenai nasionalisme pasca-kolonial menyimpulkan bahwa nasionalisme muncul dari "gejolak dan perubahan sosial demokratisasi".

Seperti ditegaskannya,Kedok nasionalisme massa di Negara-negara berkembang merupakan pedang bermata dua;bisa menjadi kekuatan yang menggerakan berbagai kelompok dan kepentingan sosial demi tujuan bersama membentuk kerangka politik yang handal bagi tindakan bersama,tetapi juga bisa memecah belah bila suatu kelompok digerakkan dengan mengorbankan kelompok lain.

Mana dari dua mata pedang tersebut yang akan terpakai tergantung pada kelompok-kelompok mana yang memimpin usaha mobilisasi bangsa itu dan dengan susunan kelembagaan macam apa usaha itu dilakukan,demokratisasi di Negara-negara berkembang sama seperti di Negara lain,kemungkinan besar akan mendorong pecahnya konflik nasionalis apabila kaum elite terancam oleh perubahan politik yang cepat,dan apabila perluasan partisipasi politik mendahului terbentuknya lembaga-lembaga sipil yang kuat.

Makanya jangan heran kasus SARA banyak yang terjadi akibat landasan hal nasionalis,seperti hal kasus Diskriminasi dan rasisme yang dilontarkan kepada saudara kita orang papua di Surabaya dengan mengatakan "papua monyet" dan kata kata kasar lainnya.dan hal itu terjadi karna ideology nasionalis yang bersifat bermata dua dimana yang dilakukan protes oleh suatu kelembagaan yang dikabarkan jatuhnya bendera Indonesia ke selokan yang di tuduh oleh suatu lembaga hal ini dilakukan oleh orang orang di asrama papua Surabaya MIRIS BUKAN!!!

Dan saking ambisinya dgn kekuasaan para atasan tidak segan menghalalkan segala cara tidak cukup dgn duniawi spritualitas pun jadi,hingga menimbulkan ciri kehancuran duniawi dgn mencampuri keduanya demi kepentingan picik.Membawa agama yang sifatnya kekal dan baik sebagai tameng untuk mendapatkan suara yang sudah tidak bersifat murni lagi.Mereka tahu banyak masyarakat Indonesia yang kecerdasannya "belum sampai kesana".

Kampanye yang bersifat nasionalis dan dibalut juga agamis untuk kepentingan kekuasaan dan balik modal harta semata bila mana amanah dan rasa percaya diberikan kepada mereka dan mereka pun bersumpah dibawah kitab suci.mereka patahkan dengan begitu saja hanya karna bujukan kekuasaan dan rasa kerja sama dgn rekan lembaganya NEPOTISME.

Kembali ke awal karna kebanyakan kecerdasan masyarakat "belum sampai kesana" dan pendapatan kekuasaan berdasarkan hasil kuantitas melalui pemungutan suara.dimana masyarakat lebih dominan kepada batiniah daripada intelektual politikus pun mempermainkan mindset masyarakat "yang penting seiman" dgn ditambahkannya perekrutan rekan dgn lembaga lembaga spiritual dan ahli agama pedoman mereka yang padahal dalam urusan kenegaraan adalah menyangkut paut dengan tentang hukum sipil dan lainnya.

Esensi dari agama pun bergeser hal ini sudah pernah terjadi pada agama saya selaku umat kristiani dalam zaman renaissance dimana para "paus"(pemimpin gereja) mulai mencampuri gereja dengan ranah politik dan penjualan surat pengampunan dosa serta membangun mindset pembodohan "diluar gereja tidak ada keselamatan" yang tujuan sebenarnya agar jemaat pada tidak lari kemana mana.

Disinilah ciri ciri akhir zaman dalam agama saya dimana gereja gereja runtuh dan umat tidak percaya lagi terhadap pemimpinnya sendiri serta akan banyaknya dosa dosa Misalnya berdusta (1 yoh.1:6),perpecahan(Yak.2;4),Keduniawian(1Kor.3:1-4),penyembahan

berhala,sihir,perseteruan,irihati,amarah,percabulan,dan mementingkan diri sendiri (Gal.5:19-21).Itulah dosa dosa yang mendukung terjadinya akhir zaman dan menunggunya kedatangan yesus yg kedua kalinya untuk penghakiman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun