Kebakaran yang melanda apartemen Grenfell Tower, di North Kensington, London, Inggris, pada tanggal 14 Juni 2017 telah menewaskan enam orang dan minimal 70 orang korban lainnya dikirimkan ke rumaah sakit (Kompas, 15 /6/2017). Tak tertutup kemungkinan korban tewas akan bertambah mengingat masih banyak yang berada dalam keadaan kritis. Dan konon masih banyak lagi penghuni apartemen yang terjebak didalamnya. Bangunan berlantai 24 itu tampaknya mengalami kebakaran total, yang merupakan bencana terburuk yang dialami oleh penduduk London. Dengan sendirinya, bencana tersebut bisa terjadi dikota-kota metropolitan dimana saja, termasuk Jakarta.
Kita bisa membayangkan betapa paniknya penghuni apartemen ketika api sudah mengelilingi mereka. Tampaknya seluruh lantai telah dimakan api. Saking paniknya , ada seorang ibu yang melemparkan bayinya ke luar jendela dari lantai 9 atau 10, kata seorang korban yang selamat. Walaupun dinas pemadam kebakaran telah mengerahkan 200 orang anggotanya selama lebih daripada 10 jam, namun belum bisa menjinakkan kobaran api.Â
Adalah sebuah kenyataan bahwa bencana kebakaran yang terjadi di setiap apartemen dimana saja, akan menyebabkan kepanikan yang luar biasa. Penghuni tidak bisa lari kemana-mana. Apalagi kalau berada di lantai paling atas. Kepanikan  menyebabkan orang akan mati langkah sehingga ancaman terhadap kehilangan nyawa tidak terhindarkan lagi.  Berbeda dengan kebakaran yang terjadi di perumahan tapak (bukan berlantai tinggi). Kemungkinan untuk menyelamatkan diri masih lebih banyak dibandingkan dengan bangunan tinggi. Dinas pemadam kebakaran pun relatif lebih mudah untuk memadamkan apinya dibandingkan dengan bangunan berlantai tinggi.
Salah satu cara untuk mengurangi korban jiwa apabila terjadi kebakaran di gedung berlantai banyak adalah antara lain melakukan simulasi kebakaran secara serius dan rutin. Dengan adanya latihan kebakaran, maka setidaknya para penghuni telah disiapkan secara mental tentang bagaimana menyelamatkan diri apabila terjadi kebakaran. Karena itu sudah selayaknyalah apabila masing-masing apartemen di Jakarta atau di kota-kota lainnya melakukan simulasi kebakaran.Â
Tampaknya hal ini belum pernah dilakukan selama ini, mungkin dengan pertimbangan merepotkan dan kemungkinan terjadinya kebakaran dianggap mustahil. Padahal, bencana apapun tidak bisa diramalkan oleh siapapun. Barangkali pengembang (developer) atau perhimpunan penghuni rumah susun (PPRS) telah merasa aman dengan adanya peralatan canggih  anti-kebakaran yang telah dipasang di dalam apartemen tersebut. Padahal peralatan canggih tidak menjamin dapat menangkal api, sang raja bencana, seperti yang terjadi pada apartemen Grenfell Tower tersebut.