Mohon tunggu...
Diana Lieur
Diana Lieur Mohon Tunggu... Administrasi - Cuma orang biasa

No matter what we breed; "We still are made of greed"

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Meski Gagal, Pernahkah Kamu Terkesan saat Interview Kerja?

3 April 2019   20:30 Diperbarui: 4 April 2019   08:07 625
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : https://www.mediabistro.com

Berharap mampu menemukan keberuntungan nasibnya. Mulai dari pergi melamar pekerjaan 3 kali dalam seminggu, sampai pada 2 kali sehari bagaikan meminum obat sakit perut telah dilakukan oleh beberapa "fresh graduates". Tapi apa daya, hasilnya tetap saja sama, yakni tidak kunjung mendapatkan sebuah pekerjaan. Menyedihkan dan berat memang menerima kenyataan seperti itu. Dan perasaan seperti itulah yang pernah saya alami selama saya menjadi seorang jobseeker. 

Saya sempat berpikir apa yang salah dari kemampuan saya? atau saya memang benar-benar tidak berkualitas untuk diterima pada sebuah perusahaan. Jika dikira-kira, mungkin terhitung sudah 18 kali saya gagal dalam proses rekrutmen calon pegawai, mulai dari yang gagal pada test awal sampai gagal pada test akhir interview user. 

Namun begitulah hidup, tak serta merta semua harus instan. Jadi, pantas saja ada pepatah mengatakan "Forget, and move on!!" untuk mereka yang gagal dalam proses rekrutmen calon pegawai di sebuah perusahaan. Karena kalau Jobseeker baperan dengan hasil rekrutmennya yang gagal tersebut, bisa-bisa si jobseeker ini malah jadi ogah untuk mencoba lagi di lain kesempatan. 

Berbicara tentang proses melamar pekerjaan, saya memiliki sebuah pengalaman berharga pada akhir Januari 2019 lalu. Saat itu saya menghadiri undangan interview pada sebuah perusahaan finance di BSD.

Karena sudah tahu dengan latar belakang perusahaan tersebut, maka dengan pedenya saya datang ke sana. Segala rangkaian proses pelamaran tertib saya ikuti sampai pada saya mendapatkan kalimat "Tunggu kabar sampai 2 minggu ya!" dari seorang interviewer. 

Bagi saya yang sudah berpengalaman ditolak di berbagai perusahaan, mendengar kalimat tersebut bukanlah hal baru. Saya sudah tahu maksudnya adalah "Saya gagal". 

Namun entah kenapa, mendengar kalimat tersebut, saya merasa kalau hal tersebut sama sekali tidak membuat saya kecewa, apalagi sedih dan mencoba melupakannya. Saya malah kembali mengingat-ingat bagaimana keadaan saat itu, terlebih ketika si interviewer mengajukan pertanyaan demi pertanyaan kepada saya. 

Karena saya terkesan dengan caranya berbicara kepada saya mengenai hal di luar kemampuan saya. Si interviewer ini banyak bertanya mengenai keadaan keluarga saya. Dan dengan pembawaannya yang tenang, ia bertanya tentang seberapa dekat kah saya dengan orang tua? kemudian di antara Ayah dan Ibu, siapa yang paling dekat dengan saya? dengan santai saya jawab "Ibu". Kemudian dilanjut dengan pertanyaannya mengenai, hal apa saja yang Ibu saya ajarkan kepada saya. 

Entah, pertanyaan seperti itu tentu di luar dugaan saya sebelum mengahadiri interview tersebut. Toh untuk menjawabnya pun sebenarnya tidak memerlukan latihan atau merangkai kata-kata terlebih dulu, melainkan sebuah kejujuran. Tak ada waktu untuk berpikir bagi saya saat itu, saya hanya menjawab apa adanya. 

Namun sayangnya, di pertanyaan selanjutnya si interviewer bertanya tentang kedekatan saya dengan saudara-saudara kandung saya selama ini. Dan di momen inilah saya tertunduk sambil berpikir sejenak untuk menjawabnya. Bahkan saya ragu jika selama ini saya sudah cukup baik kepada kakak-kakak saya. 

Apakah saya sudah banyak membantu saudara kandung saya tersebut, atau malah menyusahkannya saja. Apakah saya sudah cukup santun di hadapannya, atau malah bertingkah menjengkelkan mereka. Saya kurang yakin jika saya sudah cukup baik dalam hal itu.

Sepanjang perjalanan pulang saya terus memikirkan pertanyaan-pertanyaannya mengenai keluarga, hingga saya teringat satu hal. Yakni ketika saya duduk dan bersalaman, hal pertama yang dikatakan oleh si interviewer ini adalah mempertanyakan link yang saya cantumkan pada CV saya, pun ia mengatakan bahwa ia telah membaca tulisan-tulisan saya yang linknya saya cantumkan pada CV melaui via email. 

Saya terharu. Itu kali pertama saya mendapatkan pertanyaan dan pernyataan seperti itu, karena dari sekian banyak interview yang pernah saya lakukan, tak ada satupun membahas tentang link yang saya cantumkan tersebut. 

Tentang hal itu, saya cukup penasaran hingga mesin pencarian google pun mengarahkan saya pada jejak digital yang pernah ditorehkan oleh si interviewer tersebut. Dan akhirnya jejak digital menunjukan bahwa terhitung sejak tahun 2010 ternyata ia sudah aktif menulis di blog pribadinya. Semua tulisannya tuntas saya baca tanpa satupun terlewati.

Hampir semua tulisannya membahas tentang pengalaman mengenai keluarga dan rasa syukur, bahkan dalam keadaan sulit sekalipun. Jadi pantas jika si interviewer banyak membahas tentang keluarga pada saat itu. Dan saya masih ingat dengan tulisannya yang berjudul "Bersyukur senantiasa" kalimatnya sederhana namun sangat berarti.

Pun saya heran dari sekian banyaknya kalimat penyemangat yang saya telah baca ketika menjalani masa-masa menganggur saat itu, Tuhan malah mengarahkan saya pada tulisan-tulisan sederhana yang dibuat oleh orang yang pernah meng-interview saya sendiri. Dan dari tulisannya tersebutlah telah memberikan banyak perubahan dalam cara saya memandang keadaan saat itu. Yakni;

"Saat ini, saya memang belum memiliki pekerjaan, namun saya memiliki keluarga yang lebih bernilai dari sekedar materi dan penghargaan"

Dari kejadian tersebut saya perlu banyak bersyukur dan menghargai arti sebuah keluarga di sekeliling saya. Pun saya perlu memperbaiki jawaban yang sempat terhenti karena ragu saat itu.

Gagal dalam proses mencari sebuah pekerjaan memang menyakitkan, dan saya pernah merasakannya. Namun tidak semua kegagalan dalam sebuah proses melamar kerja harus dilupakan lho. Kadang kita memang perlu menafsirkannya dari sisi lain agar kembali bangkit dan memulainya lagi di kesempatan selanjutnya. 

Dan salah satu kalimat di tulisan Bu Elizabeth memang benar, bahwa "Every moment in my life is a learning process. Gak ada yang patut disesali" maka terimakasih banyak telah meninggalkan kesan berharga yang sampai saat ini masih saya ingat. Pun proses interview yang diberikan sangat menarik dan berbeda pada umumnya. 

Tuhan memang tidak mengizinkan kita bertemu sebagai rekan kerja, namun jika ada pertemuan selanjutnya, saya percaya bahwa itu bukan sekedar kebetulan saja.

Tangerang, 3 April 2019

Diana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun