Mohon tunggu...
Dhanang DhaVe
Dhanang DhaVe Mohon Tunggu... Dosen - www.dhave.id

Biologi yang menyita banyak waktu dan menikmati saat terjebak dalam dunia jurnalisme dan fotografi saat bercengkrama dengan alam bebas www.dhave.net

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Mumpung Masih Muda, Kelilingilah Nusantara

30 Maret 2017   13:31 Diperbarui: 1 April 2017   06:29 1146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suku Dani di Lembah Baliem. Banyak orang asing membayar mahal untuk berjumpa denghan mereka, padahal mereka hanya sejengkal dari rumah kita. (www.kompasiana.com/dhave)

Saujana dari jendela pesawat yang menerbangkan saya menuju Jakarta, saya teringat bait terakhir dari lagu ciptaan Ibu Sud "Walaupun banyak negri kujalani, yang masyhur permai dikata orang, tetapi kampung dan rumahku, di sanalah kurasa senang". Renjana akan kampung halaman tetiba membuncah dan ingin berteriak "aku kangen INDONESIA". Itulah yang tergambar setelah sekian waktu meninggalkan kampung halaman untuk melancong melihat negeri seberang.

Memang ada anggapan bagi para pelancong, belum afdol jika belum menginjakan kaki di negeri orang. Tidak sedikit mereka yang mengikat pinggang erat-erat untuk menyeberang ke negeri tetangga demi memenuhi hasrat penasaran dan eksistensi dirinya. Bahkan ada yang berlomba-lomba mencari cap negara-negara tujuan di lembaran-lembaran halaman paspor. Luar negeri seolah menjadi kiblat-kiblat baru untu dituju. Memang acapkali pepatah "kuman di seberang lautan nampak, tetapi gajah dipelupuk mata tidak terlihat" ada benarnya. Ada yang sebagian lebih paham negeri tetangganya daripada tanah airnya.

Suatu saat saya menumpang kapal pesiar yang saat itu sedang berlayar di laut Andaman-Thailand bersama seorang teman yang berasal dari Pulau Buton. Dalam pelayaran saya berbincang dengan seorang palancong dari dari Amerika yang seorang pensiunan dari sebuah perusahaan tambang. Dia bercerita, jika dia bekerja mati-matian agar bisa menabung untuk melancong kesebuah surga di bumi. Lantas saya bertanya, surga apa yang dimaksud. Dia menceritakan, surga itu adalah sebuah pulau dengan pasir putih, nyiur melambai, setiap pagi bisa melihat matahari terbit dan sore bisa melihat matahari terbenam. Di penghujung obrolan tersebut, teman saya menyelutuk "saya lahir, tinggal dan besar di surga itu, di Pulau Buton-Wakatobi, tanpa harus mati-matian bekerja dan menunggu pensiun". Suasana seketika senyap.

Ratusan tahun sebelum masehi, banyak bangsa sudah mendatangi Nusantara. Tujuan mereka adalah berdagang dan mencari rempah-rempah. Akhirnya, begitu kayanya Nusantara maka tanah air kita menjadi tujuan kolonialisasi demi menguasai kekayaan alamnya. Tidak sedikit orang-orang asing yang ingin mendapatkan dan berusaha atas kekayaan dari bumi pertiwi ini. Selain menikmati kekayaan negeri ini, mereka berkeinginan untuk menikmati keindahan-keindahan alam negeri ini. Bangsa Indonesia semestinya mampu pegang kendali atas hasil bumi dan kekayaan alam dengan segala keunikan yang dianugerahkan Sang Pencipta.

Tercatat, beberapa ekspedisi orang asing mencatatkan dirinya sudah menjelajah Nusantara. Sebut saja Thomas Stamford Raffles yang mengaku orang paling tahu tentang Jawa dengan bukunya, The History of Java. Franz Wilhelm Junghuhn, seorang naturalis, doktor, botanikus, geology, dan pengarang yang mengetahui sebagaian besar tumbuhan di Jawa dan Sumatra. Alfred Russel Wallace, seorang naturalis, penjelajah, geografer, ahli antropologi dan ahli biologi yang mengidentifikasi binatang di Maluku dan memetakan persebarannya melalui garis Wallace. Masih banyak lagi tokoh-tokoh dunia yang sudah menjelajahi Nusantara dan bahkan sampai akhir hayatnya menetap di Nusantara.

Pala, salah satu sumber daya alam Nusantara yang membuat orang Eropa kepincut datang Ke Nusantara. (www.kompasiana.com)
Pala, salah satu sumber daya alam Nusantara yang membuat orang Eropa kepincut datang Ke Nusantara. (www.kompasiana.com)
Kecintaan orang-orang asing terhadap Nusantara tak semata-mata akan kekayaan alamnya saja, tetapi ada budaya, keindahan alam, serta luasnya wilayah. Luas wilayah 1.905 juta km, 99.000 km garis pantai, 10,830 km palung terdalam hingga 4,484 km titik tertingginya ada di Nusantara. Tercatat ada 17.504 pulau, 1.340 etnis dan budaya, dan 746 bahasa sebuah kekayaan yang luar biasa bagi Nusantara. Angka-angka tersebut membuktikan betapa kayanya Nusantara ini, bahkan orang asing pun bisa berpaling dari tanah airnya sendiri. Konon kata para pelancong, butuh setengah abad untuk mengelilingi Nusantara.

Menjadi pertanyaan sekarang, hendak melancong ke mana jika di Nusantara ini semua sudah tersedia. Hendak menikmati salju abadi, datang saja di pegunungan Jayawijaya. Hendak menikmati padang pasir, ada bukit pasir Parang Kusumo dan lautan pasir Gunung Bromo. Hendak melihat savana, cukup datang di Pulau Sumba. Hendak melihat keindahan laut, langsung saja menyelam di Raja Ampat. Nusantara sudah menyediakan apa yang kita perlukan, bahkan jauh lebih apa yang kadang kita harapkan. Yang membuat semakin bangga dengan Nusantara, hampir semua rakyatnya bisa berbahasa Indonesia sehingga komunikasi bukan lagi masalah walau sampai ke pelosok-pelosok terdalam.

Di saat negara-negara tetangga bersolek ingin mendatangkan wisatawan dengan berbagai cara mereka lakukan. Mereka mengklaim budaya-budaya Nusantara menjadi budaya asli mereka. Mereka juga mengakui makanan-makanan khas Nusantara menjadi sajian utama mereka. Masih banyak yang Nusantara ini miliki ditiru bahkan dicuri negara asing gegara mereka tidak memilikinya. Menyadari kekayaan Nusantara ini, acapkali membuat saya berpikir ulang untuk melancong ke negeri orang.

Matahari yang ada sepanjang tahun tidak ada batasan waktu berkeliling Nusantara. (dokumentasi pribadi)
Matahari yang ada sepanjang tahun tidak ada batasan waktu berkeliling Nusantara. (dokumentasi pribadi)
Apa untungnya melancong di negeri sendiri, yang pasti kita akan semakin mensyukuri Tuhan memberikan remahan-remahan surga di Nusantara. Selain itu, kita tidak perlu paspor ataupun visa, cukup berikan senyuman dan sapaan hangat sebagai perijinan. Selain itu, melancong di dalam negeri juga memberikan kontribusi ekonomi pada pendapatan daerah dan masyarakat sekitar. Orang asing saja berani bayar mahal, demi mencecap rasa Nusantara mengapa kita tidak bisa pegang kendali akan kekayaan dan keindahan alam kita.

Jika pun diberi pilihan, melacong ke luar negeri atau dalam negeri, keduanya tidak bisa ditampik tentunya. Namun yang pasti, melancong di dalam negeri bisa dilakukan kapan saja jika melihat musim yang hanya ada 2, berbeda dengan negara sub tropis dengan 4 musimnya. Melancong di dalam negeri juga tidak lebih murah daripada ke luar negeri. Bayangkan saja, tiket Jakarta – Papua PP bisa setara Jakarta – Singapura PP untuk 2 – 3 orang. Terbatasnya infrastruktur yang kadang membuat perjalanan di dalam negeri lebih mahal dibanding di luar negeri, ini sebagai salah satu konsekuensi luasnya negeri yang belum semuanya terbangun dengan baik.

Kata beberapa pelancong yang saya kenal, dia menyarankan "mumpung masih muda, kelilinglah Indonesia. Nanti jika sudah tua, baru keliling Eropa. Keliling Indonesia butuh fisik yang kuat dan mental baja, tidak banyak fasilitas yang tersedia. Berbeda dengan negara yang maju dan serba mudah dalam aksesnya". Inilah tantangan bagi para pelancong jika memilih tujuan dalam negeri. Mungkin pepatah "lebih baik hujan batu di negeri sendiri, daripada hujan emas di negeri orang" dan selayaknya Danamon yang sedang menyebarluaskan semangat saatnya pegang kendaliyangberarti memberikan kendalikepada nasabahnya dalam menentukan produk dan layanan financial yang tepat. Kini saatnyakita harus bergerak untuk mengubah batu-batu tersebut menjadi emas di negeri sendiri.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun