Mohon tunggu...
Muhammad Dendy
Muhammad Dendy Mohon Tunggu... Seniman - menulis adalah obat hati

"saya adalah orang yang selalu ingin belajar dan selalu ingin mengembangkan segala potensi yang ada dalam diri saya"

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jenderal Gatot Nurmantyo Matahari Baru Pada Pilpres 2019

30 Juni 2017   18:04 Diperbarui: 1 Juli 2017   17:59 2047
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Panglima TNI, Jenderal Gatot Nurmantyo (Antara/M Agung Rajasa).

Dalam ilmu tata surya, matahari adalah pusat dari sebuah tata surya dalam Sebuah Galaksi, selain merupakan pusat dari tata surya, matahari juga berfungsi sebagai pusat rotasi ataupun pusat kehidupan bagi planet yang mengitarinya maupun kehidupan dalam planet-planet yang mengitarinya tersebut. Dalam ilmu Politik, menurut penulis, mahahari yang tengah bersinar saat ini adalah Jokowi yang telah sukses menarik perhatian publik sejak Pilkada DKI 2012 lalu, sehingga ketika maju pada Pilpres 2014 lalu, Jokowi dengan berbekal perhatian publik yang begitu besar tersebut berhasil memenangkan Pilpres 2014. Pilpres 2019 memang masih begitu jauh, yang menyisakan waktu dua tahun lagi, akan tetapi nama-nama yang santer dalam pilpres 2019 mendatang sudah mulai mengemuka dimasyarakat atau publik sebagai khalayak media massa.

Mungkin pada saat ini, setelah Pilpres 2014 yang begitu sengit, nama Jokowi dan Prabowo masih menjadi yang paling populer, baik secara elektabilitas, maupun popularitas. Kedua nama tersebut masih saling bersaingan dengan perbandingan yang saling kejar mengejar. Sehingga kedua nama tersebut, dinilai oleh publik masih menjadi sosok yang pas dan disukai, jika bertarung kembali pada Pilpres 2019 mendatang. Akan tetapi, dari kedua nama tersebut ternyata ada matahari baru atau sosok yang juga menarik perhatian publik, nama tersebut adalah Jenderal TNI Gatot Nurmantyo, yang saat ini masih menjabat sebagai Panglima TNI. 

Nama Jenderal Gatot Nurmantyo santer dan mulai populer dalam waktu dua tahun belakangan ini. Jenderal Gatot Nurmantyo bahkan digadang-gadang menjadi sosok yang cocok jika maju pada pilpres 2019, selain Jokowi dan Prabowo. Hal ini tentu tidak berlebihan menginggat sosok Gatot Nurmantyo dikenal tegas, cerdas, serta dekat dengan rakyat. Penulis berpendapat, Fenomena populernya Jenderal Gatot sama dengan fenomena populernya Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjelang Pilpres 2004 lalu, SBY juga memiliki latar belakang militer sama seperti Gatot, meskipun pada saat itu sudah pensiun dan menjabat sebagai Menkopolhukam,

Ketika itu, nama SBY mulai Populer dimata masyarakat, dan digadang-gadang sosok yang tepat jika maju menjadi Presiden, pada Pilpres 2004. Ketika itu nama SBY yang dikenal sebagai sosok Militer yang cerdas, santun dan demokratis, perlahan tapi pasti mulai menandingi elektabilitas Megawati, Wiranto, maupun Amien Rais, yang sudah lebih lama Populer dimata masyarakat. Dan Terbukti, SBY mendirikan Partai Demokrat, serta memenangkan Pilpres 2004. 

Fenomena SBY tersebut hampir sama dengan fenomena populernya nama Jenderal Gatot Nurmantyo Belakangan ini. Jenderal Gatot dimata masyarakat pada saat ini, bagaikan Oase ataupun Matahari baru yang perlahan tapi pasti mulai disukai, dan bukan hal yang tidak mungkin bisa menandingi popularitas Jokowi dan Prabowo saat ini. Dalam setiap pidatonya yang visioner dan berpihak pada keadilan dan Kedaulatan Indonesia, mampu menarik perhatian Publik, yang saat ini merindukan sosok Pemimpin yang kuat, memiliki rasa kecintaan terhadap bangsa yang tinggi, serta berpihak pada keadilan serta kedaulatan rakyat. 

Nama Jenderal Gatot semakin Populer, ketika membacakan Puisi yang berjudul "Tapi Bukan Kami Punya". Puisi karya dari konsultan politik Lembaga Survei Indonesia (LSI) Denny JA, yang dibacakan oleh Jenderal Gatot pada Rapimnas Golkar, di Balikpapan, Kalimantan Timur pada 22 Mei 2017 lalu tersebut, seolah menarik perhatian publik luas. Dalam Puisi tersebut, Jenderal Gatot seakan menyindir fenomena yang terjadi pada negara kita belakangan ini, yang mana hanya menjadi penonton, tanpa menikmati hasil alam kita sendiri. 

Dengan kata lain, dalam puisi tersebut Jenderal Gatot seakan menyindir kondisi bangsa akhir-akhir ini, dimana kapitalisme dan neo liberalisme telah semakin memiliki dominasi besar dalam penguasaan sumber daya alam Indonesia yang melimpah, sedangkan Rakyat Indonesia hanya menjadi penonton dinegaranya sendiri, dan tidak menikmati hasil kekayaan Alam yang berlimpah tersebut.

Puisi yang dibacakan Jenderal Gatot Tersebut, tentu menggambarkan kondisi bangsa saat ini, dimana keberpihakan pemerintah saat ini yang lebih mementingkan pemilik modal, ketimbang Rakyat Kecil yang seharusnya berdaulat dan menikmati sepenuhnya kekayaan alam negaranya sendiri. Rakyat Indonesia selama ini hanya menjadi penonton, tanpa bisa menikmati kekayaan Alam Tersebut. Dari Puisi yang disampaikan oleh Jenderal Gatot tersebut, secara halus Jenderal Gatot menyindir pemerintahan Rezim Joko Widodo yang selama ini semakin jauh dari kesan keberpihakan terhadap Rakyat, hal itu terlihat dari kebijakan-kebijakan era Joko Widodo pada saat ini, yang lebih banyak mengutamakan para pemodal asing ketimbang mensubsidi kebutuhan Pokok Rakyatnya. 

Keberpihakan Jenderal Gatot terhadap kedaulatan negara Indonesia terhadap negara asing, serta keadilan untuk Rakyat kecil tergambar dari dibawakannya Puisi tersebut oleh Jenderal Gatot di Rampimnas Golkar tersebut. Sosok Jenderal Gatot dengan keberpihakannya terhadap Rakyat kecil dan kedaulatan negara, bagaikan Oase atau Matahari baru bagi masyarakat Indonesia, yang pada saat ini merindukan pemimpin yang mampu membuat Indonesia berdaulat dimata negara-negara asing dan berpihak kepada nasib Rakyat kecil. 

Sebagai negara dengan penduduk yang mayoritas memeluk agama Islam, tentunya peran ulama memiliki pengaruh yang sangat besar bagi kehidupan berbangsa dan bernegara Republik Indonesia. Jenderal Gatot kembali Populer dan menarik perhatian masyarakat, ketika Jenderal Gatot bertemu dengan para ulama dan santri di Tasikmalaya, pada 21 Juni 2017 lalu. Pidato Jenderal Gatot bersama para santri dan ulama di Tasikmalaya tersebut menjelaskan bahwa, Pancasila adalah hadiah dari umat islam untuk Indonesia, jadi dimanapun juga, tidak mungkin ulama dan umat islam  merusak Bhineka tunggal Ika dan Pancasila. 

Pada akhir pidatonya Jenderal Gatot menutup dengan kalimat "maka kepada Prajurit dimanapun bertugas, kamu harus bersama-sama dengan ulama". Dari pidato yang disampaikan Jenderal Gatot tersebut, ditengah guyuran hujan, langsung disambut tepuk tangan para ulama dan santri, serta para ulama pun mendoakan agar kelak Gatot menjadi Presiden Indonesia. Dengan pidato Jenderal Gatot dihadapan para ulama dan santri tersebut, tentunya Jenderal Gatot memiliki kedekatan yang sangat erat terhadap umat muslim, dan keberpihakannya terhadap ulama yang merupakan panutan bagi umat muslim tercermin dari pidato jenderal Gatot tersebut. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun