Mohon tunggu...
Dede Taufik
Dede Taufik Mohon Tunggu... Guru - Guru SD

Praktisi Pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengenang “Bandung Lautan Api”

13 Maret 2014   18:40 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:59 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Halo halo Bandung

Halo-halo Bandung Ibukota periangan Halo-halo Bandung Kota kenang-kenangan Sudah lama beta Tidak berjumpa dengan kau Sekarang telah menjadi lautan api Mari bung rebut kembali

Lagu “Halo, halo Bandung” tercipta sebagai simbol luapan emosi dari para pejuang dan rakyat, bersamaan dengan janji akan datang kembali pada kota tercinta, yang telah menjadi lautan api. Peristiwa lautan api terjadi terjadi pada tahun 1946, tepatnya pada tanggal 24 Maret 1946.

Peristiwa kebakaran besar sebagai bentuk politik “bumi hangus” terjadi di Kota Bandung, Jawa Barat. Dalam kurun waktu tujuh jam, sekitar 200.000 penduduk mencatatkan sejarah melalui pembakaran rumah dan harta benda mereka. Kemudian, mereka meninggalkan Kota Bandung menuju pegunungan di wilayah selatan.

Istilah “Bandung Lautan Api” berawal dari kesepakatan yang diputuskan untuk membumihanguskan Kota Bandung melalui Majelis Persatuan Perjuangan Priangan (MP3), pada tanggal 23 Maret 1946. Setelah, Jendral Abdul Haris Nasution kembali dari pertemuannya di Regentsweg (sekarang menjadi Jln. Dewi Sartika) bersama Sutan Syahrir, memutuskan langkah yang akan dilaksanakan sesudah mendapat ultimatum dari Inggris, terhadap Kota Bandung.

Abdul Haris Nasution, 1 Mei 1997 menyatakan “Jadi saya kembali dari Jakarta, setelah bicara dengan Sjahrir itu. Memang dalam pembicaraan itu di Regentsweg, di pertemuan itu, berbicaralah semua orang. Nah, disitu timbul pendapat dari Rukana, Komandan Polisi Militer di Bandung. Dia berpendapat, “Mari kita bikin Bandung Selatan menjadi lautan api.” Yang dia sebut lautan api, tetapi sebenarnya lautan air.”

Istilah “Bandung Lautan Api” muncul juga di harian Suara Merdeka, pada tanggal 26 Maret 1946. Aji Bastaman, seorang wartawan muda saat itu, menyaksikan kejadian pembumihangusan Kota Bandung dari bukit Gunung Leutik di sekitar Pameungpeuk Garut, Jawa Barat. Dari puncak itu, Aji Bastaman memperhatikan Kota Bandung yang memerah dari Cicadas sampai dengan Cimindi.

Setibanya di Tasikmalaya, Ia dengan penuh semangat segera menulis berita dan memberi judul “Bandoeng Djadi Laoetan Api”. Karena kurangnya ruang untuk tulisan judulnya, maka judul berita diperpendek menjadi “Bandoeng Laoetan Api”. Berdasarkan EYD, sekarang istilah itu menjadi “Bandung Lautan Api”.

Bandung dibumihanguskan merupakan langkah yang tepat pada saat itu, karena pejuang Republik Indonesia tidak rela apabila Kota Bandung dimanfaatkan pihak Sekutu dan Netherland Indies Civil Administration (NICA). Sementara jika melawan, kekuatan Tentara Republik Indonesia (TRI, sekarang menjadi TNI) dan sekumpulan rakyat tidak sebanding dengan kekuatan Sekutu dan NICA. Setelah kejadian pembumihangusan, TRI bersama rakyat mengadakan perlawanan secara gerilya.

Untuk mengenang kejadian besar tersebut. Maka, setiap tanggal 24 Maret diperingati sebagai hari Bandung Lautan Api.

Referensi : http://www.asal-usul.com/2009/03/sejarah-bandung-lautan-api.html

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun