Mohon tunggu...
Deddy Febrianto Holo
Deddy Febrianto Holo Mohon Tunggu... Administrasi - Warga Tana Humba

Nda Humba Lila Mohu Akama "Kami Bukan Sumba Yang Menuju Pada Kemusnahan".

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Walhi NTT: Spirit Hari Hutan Sedunia Belum Ada Dibenak Gubernur NTT

21 Maret 2019   23:39 Diperbarui: 22 Maret 2019   00:27 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hutan merupakan sumber daya alam yang berperan penting dalam kehidupan manusia. Hutan juga sangat besar sekali manfaatnya dalam lingkungan manusia karena kelestarian yang terjaga akan memberikan manfaat besar dalam kehidupan kita sendiri. 

Hutan berfungsi mengurangi dampak bencana hidrologi dan juga menjadi bagian untuk mengurangi dampak perubahan iklim. Hutan didominasi oleh pohon yang yang menghasilkan oksigen dan menyerap karbondioksida. Pohon menghasilkan sekitar 1,2 kg oksigen per hari dan satu orang perlu 0,5 kg oksigen per hari untuk bernapas. Dengan begitu, satu batang pohon dewasa tunggal bisa menunjang kehidupan dua orang.

Pada 21 Maret 2012, PBB menetapkan Hari Hutan Sedunia sebagai hari saling berbagi mengenai visi misi kehutanan dan kaitannya dengan perubahan iklim di seluruh dunia serta strategi yang harus dilakukan. Selain itu penetapan hari hutan sedunia juga sebagai upaya membangun kesadaran publik tentang pentingnya hutan sebagai penyangga kehidupan.

Tujuan dari penetapan Hari Hutan Sedunia tentu masih jauh dari harapan sebab ekspansi kapitalis dalam melakukan eksploitasi terhadap hutan di Indonesia masih terus berjalan sampai hari ini. 

Bahkan tidak berhenti pada tahapan ekspoitasi, deregulasi juga menjadi langkah startegis kapitalis untuk menghalkan eksploitasi. Memang benar Pemerintah juga melakukan revitalisasi dengan cara mengeluarkan skema Perhutanan Sosial dengan bentuk hutan adat. Sebab dalam pengelolaan hutan adat oleh masyarakat adat selalu berbasis kearifan lokal sehingga menjamin kelestarian hutan, selain itu pengakuan hutan adat sebagai salah satu cara menangkal ekspansi kapitalis pada hutan adat. 

Namun pengakuan hutan adat yang selama ini diupayakan oleh masyarakat adat yang ada di NTT masih mengalami kendala yaitu soal belum adanya perda masyarakat adat dan SK pengakuan masyarakat adat sehingga sangat memungkinkan terjadinya ekploitasi hutan.
Kendala ini saja masih memungkinkan terjadinya pembabatan hutan apalagi sebelum adanya peluang pengajuan hutan adat oleh masyarakat adat. Contohnya hutan adat 

Pubabu, masyarakat Temukung (kampung adat) Polo di Desa Linamnutu, Kecamatan Amanuban Selatan, Kabupaten TTS. Pada tahun 2003, 2006 dan 2008 telah terjadi pembabatan hutan secara besar-besaran dengan total 1.050 hektar. Kasus ini pernah dilaporkan sebagai tindak pidana lingkungan namun dalam prosesnya hukumnya hanya sebatas BAP (Berita Acara Pemeriksaan). Selanjutnya tidak ada tindak lanjut untuk meberikan efek jera kepada oknum-oknum yang sedang merusak paru-parunya sendiri.

Sampai dengan adanya Putusan MK 35 Tahun 2012 yang mengeluarkan hutan adat sebagai hutan negara dan Permen Lingkungan Hidup 83 Tahun 2016 Tentang Perhutanan Sosial yang di dalam ada hutan adat, NTT akhir ini masih mengalami pembabatan hutan secara besar-besaran atas nama investasi. Contohnya investasi perkebunan monokultur yang dilakukan PT. MSM di Sumba Timur 4 tahun terahir telah membabat hutan mau pun kawasan hutan. 

Di Tahun 2019 pengrusakan hutan untuk kepentingan investasi PT. MSM terjadi lagi di Desa Watuhadang, Kecamatan Umalulu, Kabupaten Sumba Timur. Hal ini tentu terjadi di depan mata penguasa namun apakah hal ini menjadi bagian penting yang harus disikapi pemerintah ? Tentu kita tau jawabannya adalah tidak. Sebab masyarakat yang menolak pengrusakan itu sebagian dianggap sebagai kelompok provokator dan sebagiannya lagi dianggap sebagai kelompok yang tidak mampu memanfaatkan sumber daya alam sejak diciptakan oleh Tuhan.

Di Kabupaten Timor Tengah Selatan terjadi pembalakan liar oleh beberpa perusahaan. Pengiriman kayu sonokeling tidak mengantongi izin resmi dan berada di dalam kawasan cagar alam.

 Senin 17 Sepetember 2019 Aliansi Masyarakat Peduli Hutan (AMPUH) yang terdiri dari WALHI NTT, PIAR NTT, LAKMAS, FAN dan IRGSC melakukan pertemuan bersama Sekda Pemprov NTT, Dinas Kehutanan NTT, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) NTT di Kantor Gubernur NTT. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun