Hari ini, Kamis, 16 Agustus 2018, 73 tahun yang lalu, tepatnya pada malam hari, 16 Agustus 1945, tempat kediaman Laksamana Muda Angkatan Laut Jepang Maeda yang sekarang menjadi Museum Perumusan Naskah Poklamasi di Jalan Imam Bonjol No.1, Jakarta Pusat ( waktu itu namanya Jl. Myako Dori No. 1) dipenuhi oleh tokoh-tokoh pergerakan yang menginginkan agar Indonesia segera merdeka.
Di antara para pemuda yang hadir di malam 17 Agustus 1945, terlihat pemuda Burhanudin Mohamad (B.M) Diah. Ketika saya sedang menulis buku biografi beliau, pernah saya bertanya, kenapa beliau memakai nama sepanjang itu.
Waktu itu, saya selalu mengunjunginya di kantornya harian "Merdeka, " Jl. A.M. Sangaji 11 Jakarta Pusat. B.M.Diah tersenyum seakan ingin bercanda. "Kalau orang Barat memakai tiga suku kata nama, mengapa saya tidak boleh," ujarnya.
Sebenarnya pemuda B.M Diah baru saja keluar dari tahanan Jepang. Ini dikarenakan pihak Jepang melihat gerakan pemuda B M. Diah dengan Angkatan Baru '45 nya sangat berbahaya. Tetapi, ia tidak lama dalam tahanan, karena pada 15 Agustus 1945 telah dilepaskan pihak tentara Jepang. B.M. Diah waktu itu adalah ketua Gerakan Angkatan Baru '45 dan juga seorang wartawan di media "Asia Raya " milik Jepang.
Sejak itu membuat dirinya lebih leluasa berkenalan dengan para tokoh perjuangan, terutama dengan Ahmad Subardjo yang kemudian memperkenalkan B.M.Diah kepada Bung Karno dan Bung Hatta. Ketika B.M. Diah menikah dengan Herawati, keponakan Ahmad Subardjo, pada 18 Agustus 1942, kedua pemimpin bangsa itu hadir.
Para pemuda waktu itu, termasuk pemuda B.M. Diah terpancar suasana dalam keadaan revolusi. Itulah yang dimiliki para pemuda. Sementara pemimpin yang tua- tua memiliki semangat evolusi.
Kalau boleh dikatakan, para pemuda tidak yakin bahwa kemerdekaan dapat dicapai melalui non-revolusioner dan lemah lembut. Tetapi nampaknya golongan muda dan tua pada tanggal 16 Agustus 1945 di rumah Maeda itu bertemu di satu titik, bahwa naskah Proklamasi yang selesai ditik oleh Sayuti Melik dibacakan pada tanggal 17 Agustus 1945.
Dalam sejarah Indonesia, Bung Karno adalah Bapak Kemerdekaan Indonesia, sebagaimana George Washington adalah Bapak Kemerdekaan Amerika Serikat, Simon Bolivar Bapak Kemerdekaan negara-negara Amerika Latin, Mahatma Gandhi Bapak Kemerdekaan India dan Sun Yat Sen Bapak Kemerdekaan Rakyat Tiongkok.