Mohon tunggu...
Darwono Guru Kita
Darwono Guru Kita Mohon Tunggu... profesional -

**************************************** \r\n DARWONO, ALUMNI PONDOK PESANTREN BUDI MULIA , FKH UGM, MANTAN AKTIVIS HMI, LEMBAGA DAKWAH KAMPUS JAMA'AH SHALAHUDDIN UGM, KPMDB, KAPPEMAJA dll *****************************************\r\n\r\n\r\n\r\n\r\nPemikiran di www.theholisticleadership.blogspot.com\r\n\r\nJejak aktivitas di youtube.com/doitsoteam. \r\n\r\n\r\n*****************************************\r\n\r\nSaat ini bekerja sebagai Pendidik, Penulis, Motivator/Trainer Nasional dan relawan Pengembangan Masyarakat serta Penggerak Penyembuhan Terpadu dan Cerdas Politik Untuk Indonesia Lebih baik\r\n*****************************************

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ambisi Orba yang Memerlukan Propaganda

26 September 2017   11:31 Diperbarui: 26 September 2017   11:39 644
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pada tulisan berjudul "Film Propaganda untuk Meredam Gejolak Umat" edisi lalu, dari judulnya jelas bahwa penulis berpendapat bahwa diproduksinya film itu lebih terkait dengan upaya propaganda Orba untuk meredam gejolak masyarakat terutama kaum muslimin ahibat kebijakan-kebijakannya yang sangat merugikan kaum muslimin ketimbang membuat sebuah catatan sejarah untuk pembelajaran masyarakat dalam kaitannya kewaspadaan nasional terhadapa ideologi yang bertentangan dengan pancasila. Pertanyaannya adalah mengapa Orba memerlukan propaganda itu ? 

Dalam tulisan yang lalu diterangkan sepintas tentang mengapa masyarakat bergejolak, diantaranya terkait dengan menggadaikan tanah tumpah darah Indonesia kepada pihak asing hususnya Amerika dengan kontrak kerja yang tidak wajar sebagaimana lazimnya kontrak kerja yang berlaku secara Internasional. Lebih mendasar dari itu, berdirinya Orde Baru dengan berkuasanya Soeharto, yang diawali dengan surat perintah sebelas Maret (Supersemar) hingga kinipun surat itu tidak jelas juntrungnya. Apalagi ditambah dengan fakta bahwa pasca G30S/PKI justru kaum muslimin banyak diserang fisik maupun psikologis melalui kebijakan-kebijakan rezim Orba, yang melahirkan gelombang protes masyarakat. 

Secara garis besar, pada tahun 1974 saja, di Jakarta tercatat tiga kali unjuk rasa besar, yakni, unjuk rasa menolak Rencana Undang-Undang Perkawinan (RUUP) yang isinya dinilai banyak bertentangan dengan hukum Islam; unjuk rasa penolakan atas kehadiran PM Jepang Takeu Tanaka, simbol kehadiran investor asing yang akan mengangkangi Indonesia (termasuk penolakan atas kehadiran IGGI); dan unjuk rasa menolak diadakannya Sidang Raya DGD di Jakarta, yang berujung pembatalan meski Rezim Orba tetep ngotot ingon dilaksanakan.

Belum bethenti protes umat terkait UU no 1 tahun 74 itu, gelombang protes terhadap penguasa ORBA kembali terjadi terkait masuknya aliran kepercayaan. Protes itu beerbarengan juga dengan protes protes mahasisswa dengan diterapkannya Normalisasi Kehidupan kampus (NKK) yang memberangus lembaga  kepemimpinan mahasiswa yang ada saat itu Dewan mahasiswa. 

Bagi umat Islam sendiri perioda itu hingga pertengahan yahun 80-an merupakan upaya penjagaan tauhid umat, dimana para dai dan aktivis harus berhadapan dengan senjata aparat ORBA dalam upaya menegakkan tauhid sebagai pencerminan sila Ketuhanan yang Maha Esa. Peneguhan tauhidpun juga dilakukan oleh musisi jenius Rhoma Irama dengan lagunya yang dikenal sebagai sound of Muslim, "laa ilaha Illalah", akhibat lagu itupun Rhoma tidak diperkenankan tampil di TV, bahkan dicap sebagai tidak pancasilais, padahal dengan lantang Rhoma pada awal tahun 70-an sudah mengumandangkan lagu kebinekaan, 135 Juta Penduduk Indonesia. 

Satu lagi yang terus dihembuskan oleh rezim Orba untuk memojokkan kaum muslimin adalah Komando Jihad (Komji). Komando Jihad sendiri merupakan satu istilah yang sampai sekarang masih menjadi  polemik  dalam pendefinisian dan peristilahannya. Terkait dengan masalah Komando Jihad, dinayatakan sebagai salah satu peristiwa pelanggaran hak asasi manusia berat di Indonesia yang korbannya ialah umat Islam. Ribuan aktifvs Islam ditangkapi secara sewenang-wenang, disiksa, dipenjara tanpa prosedur dan vonis tanpa landasan hukum yang jelas. 

Meskipun  korban yang jatuh mencapai ribuan tetapi kasus ini seakan tidak pernah terjadi. Dokumen yang paling pasti, peristilahan Komando Jihad dilahirkan di meja pengadilan dan kejaksaan. Satu institusi Negara yang berkesatuan dengan kerja-kerja kepolisian dan militer di masa orde baru. Lembaga-lembaga itu semuanya dibawah kendali pemimpin tertinggi Soeharto.

Fakta di lapangan menunjukan bahwa diantara aktvfis dakwah Islam itu bahkan ada yang dihukum mati, bahkan untuk mengejar pengakuan yang tidak pernah dilakukan, korban disiksa yang melebihi batas batas kemanusiaan, termasuk ketika korban sakitpun, dokter tidak segan-segan memberikan keterangan bahwa korban sehat, betapa beraninya Orba melanggar aturan dan perundangan termasuk menghianati janji dan supah dokter. 

Peristiwa kekerasan dan kesewenang-wenangan itu semua dibangun dalam konteks penghancuran politik umat Islam pasca pemusnahan komunisme PKI. Ali Murtopo seorang OPSUS dan tangan kanan Soeharto menyebut tahun itu sebagai tahun yang menentukan bagi kekuasaan orde baru pasca krisis Orde Lama. Sesuai cita-cita Ali Murtopo, akhirnya peristiwa Komando Jihad turut mengantarkan pada menunggalnya dan represifnya kekuasaan politik orde baru hingga kekuasannya rontok. 

Kekejaman dan represifnya Orde Baru telah dijadikan disertasi oleh Busro Muqodas yang kemudian dibukukan dengan judul Hegemoni Rezim Intelijen: Sisi Gelap Peradilan Komando Jihad. Berisi tentang kontraversi komando jihad sendiri. Busro Muqodas yang kita kenal sebagai mantan ketua Komisi Yudisial itu pernah terlibat langsung mendampingi sejumlah terdakwa yang dituduh melakukan tidakan subversif di era 1970 hingga 1980-an. 

Dengan kondisi yang semaakin bersebarangan apa lagi dalam maslah yang paling fondamental bagi kaum muslimin, yakni tauhid, maka sangat dapat dipahami jika rezim Orba kemudian perlu berpropaganda mengambil hati untuk meredam gejolak umat yang makin masif, apalagi pada saat itu berbarengan dengan gema kebangkitan Islama abad XV hijriyah yang ditandai oleh kemenangan umat Islam Iran atas negra mitra karib Orba, Amerika serikat. Sikap mengambil hati umat dengan propaganda yang diantaranya melalui film G30S/PKI tidak menghapus tindakan represif rezim ORBA terhadap aktivis iskam. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun