Mohon tunggu...
Amakusa Shiro
Amakusa Shiro Mohon Tunggu... Engineer -

A masterless Samurai

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mati Ketawa ala Jepang

2 Agustus 2017   15:24 Diperbarui: 14 Agustus 2017   05:57 2930
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
poster festival film komedi di (dokumentasi pribadi)

Humor is the shock-absorber of life; it helps us take the blows.

Itu adalah kata-kata dari Peggy Noonan, seorang penulis buku politik, kebudayaan dan kolumnis dari Amerika.

Terjemahan bebasnya kira-kira seperti ini :

Humor adalah suatu yang bisa berfungsi sebagai peredam syok dalam kehidupan.

Dan humor juga membantu kita untuk kuat menerima goncangan2 (dalam hidup).

Dunia memang perlu humor atau lelucon. Coba deh pembaca bayangkan kalau di dunia tidak ada humor. Jika semua kegiatan kita diisi dengan sesuatu yang serius terus, maka lama kelamaan akan terasa "garing". Bisa-bisa kita mati berdiri bukan karena tertawa, tapi karena capek dan bosan.

Apalagi di dunia sekarang, dimana hubungan antara manusia sangat intens. Maka humor ini boleh dikatakan sebagai sesuatu yang bisa memberikan ruang gerak, supaya hubungan antara manusia ini tidak menjadi kaku bahkan kemudian menjadi macet. 

Seperti gigi (gear)  yang terpasang di dalam jam analog. Kalau gigi yang terpasang itu terlalu mepet dan pas dengan gigi yang lain sehingga tidak ada ruang gerak lagi,  maka jam pun tidak bisa berfungsi dengan normal karena gigi-gigi itu pasti tidak akan bisa bergerak. Perlu ada sedikit ruang, sehingga gigi tersebut bisa bergerak dengan lancar dan berakibat jam juga bisa berfungsi dengan baik sebagai pengukur/penentu waktu.

Semua orang boleh dibilang suka humor seperti juga semua orang boleh dibilang suka akan makanan enak ( iya kan ? ). Dan semua orang boleh melontarkan humor atau lelucon, tanpa memandang jabatan, status sosialnya, gajinya atau apapun itu. Humor bukan hanya milik para pelawak, namun boleh menjadi milik semua orang. Bedanya, kalau pelawak itu bisa dapet fulus dari hasil dia ber-humor-ria sedangkan kita (saya) tidak.


Meskipun humor bisa menjadi milik semua orang, sering juga terjadi hal yang seperti ini.

Terkadang ada beberapa orang yang mencoba melontarkan humor atau lelucon, namun orang yang mendengarkannya tidak satupun ada yang kelihatan tertawa.  Atau sebaliknya, ada orang yang berkata-kata serius tanpa ada tujuan untuk melontarkan lelucon, tapi sebaliknya orang yang mendengarkannya justru tertawa karena kata-katanya itu terdengar seperti lelucon.

Saya kurang tahu apa yang menjadi penyebabnya. 

Tapi memang, bagi sebagian humor, baik pelontar humor dan juga pendengarnya tentu haruslah "pintar" dan harus punya imajinasi yang kreatif. Kalau nggak, ya humornya bisa jadi kadaluarsa (misalnya karena telat mikir) dan kalau sudah kadaluarsa tentu menjadi basi. Sesuatu yang sudah menjadi basi, pantang untuk di "cerna" karena bisa bikin perut mules beneran :)

Sejarah Humor di Jepang

Humor di Jepang mempunyai sejarah yang cukup panjang. Di dalam kojiki  (buku sejarah tertua di Jepang) sudah ada tulisan yang memasukkan unsur humor. Di era Nara (tahun 710 s/d 794) ada beberapa humor dengan cara meniru gerak-gerik orang, perpaduan tarian dan akrobat, sulap dan lainnya yang disebut sangaku  , yang merupakan kebudayaan impor yang masuk dari Tiongkok. Lalu sangaku  ini kemudian bertransformasi menjadi sarugaku, dan beberapa esensi dari sarugaku  ini kemudian diambil dan digunakan di seni yang sekarang kita bisa nikmati dalam pertunjukan Noh, Kabuki  maupun Kyogen.

Tarian matsuribayashi dengan gerakan yang jenaka (dok.pribadi)
Tarian matsuribayashi dengan gerakan yang jenaka (dok.pribadi)
Kemudian di abad 16/17 mulai bermunculan buku-buku yang berisi humor. Buku-buku ini ada sebagian yang disimpan di kuil sehingga ada pula yang digunakan sebagai bahan untuk khotbah.  Kemudian dari sini, muncul orang2 yang menceritakan humor ini secara lisan kepada pendengarnya yang kemudian disebut Rakugo. 

Rakugo dalam bahasa Inggrisnya sering juga disebut sit-down comedy, sebagai lawan dari stand-up comedy.  Karena rakugo  menuturkan cerita yang berisi humor sambil duduk.

Saya juga kurang tahu apakah stand-up comedy  ini mengambil ide atau merupakan bentuk transformasi dari rakugo. Yang pasti, kalau melihat dari sejarahnya, memang rakugo  sudah berkembang jauh sebelum ada stand-up comedy. Stand-up comedy  sendiri baru populer pada abad 18 di Inggris, yang kemudian masuk dan meluas di Amerika pada akhir abad ke 19.

Rakugo  di Jepang ada dua versi yaitu Kamigata Rakugo  yang berkembang di daerah barat Jepang khususnya Oosaka, dan Edo Rakugo  yang berkembang di daerah Tokyo dan sekitarnya. Di antara kedua rakugo  ini tidak ada perbedaan yang mencolok. 

Mungkin perbedaan yang bisa terlihat adalah, karena perbedaan perilaku masyarakat diantara dua daerah ini, ada perbedaan dalam cara pertunjukannya. Kamigata Rakugo  umumnya memakai kendai  (meja kecil) dalam pertunjukannya, sedangkan Edo Rakugo  tidak memakai kendai.

Perbedaan ini disebabkan dahulu kala, waktu orang mempertontonkan rakugo  di daerah Oosaka, umumnya disajikan diluar. Sehingga penutur kadang memukulkan kayu kecil ke meja ini untuk menarik perhatian orang yang berlalu lalang. Sedangkan edo rakugo  umumnya disajikan di dalam ruangan dan dalam kelompok kecil, jadi tidak diperlukan suatu gerakan untuk menarik perhatian pemirsa.

Gedung tempat pertunjukan Rakugo oleh Yanagiya Kosanji yang telah diangkat sbg National Living Treasure (dok.pribadi)
Gedung tempat pertunjukan Rakugo oleh Yanagiya Kosanji yang telah diangkat sbg National Living Treasure (dok.pribadi)
Selain rakugo, ada pula manzai  yaitu biasanya 2 orang yang akan berbicara satu sama lain tentang berbagai macam topik dan menyajikannya secara jenaka. Walaupun umumnya tidak ada alat (seperti meja dan hiasan lain) yang digunakan dalam pertunjukannya, ada juga grup manzai  yang membawa alat musik sebagai penunjang pertunjukan.

Manzai dulunya adalah pertunjukan dengan menyanyikan puja puji syukur untuk perayaan tahun baru dengan harapan agar bisa panjang umur dan keluarga bisa sejahtera. Lha, terus apa hubungannya (atau gimana ceritanya) sejahtera dengan manzai  yang mengandung humor ?

Di Jepang ada peribahasa yang berbunyi "warau kado ni wa fuku kitaru".  Artinya kira-kira, di dalam keluarga (kadoini bisa diartikan keluarga), jika selalu memikirkan hal-hal yang positif, selalu ceria dan ada tawa (warau=tertawa) , maka hal-hal baik ( fuku=keberuntungan, kesejahteraan) akan datang. 

Jadi  keceriaan (tertawa) adalah sesuatu yang sangat bagus untuk awal dari pergantian tahun.  Dan memang sudah terbukti bahwa tertawa (ceria) itu amat sangat baik bagi kesehatan jiwa dan raga. 

Dalam manzai, ada yang peran utamanya sebagai orang yang bercerita jenaka yang disebut boke, dan ada yang berperan untuk mengomentari cerita itu (atau biasanya berceloteh usil)  yang disebut tsukkomi. Boke  dan tsukkomi  ini adalah dua unsur yang tidak bisa dihilangkan di dalam manzai.

Saat ini ada berbagai macam grup manzai dan masing-masing memiliki ciri khas dalam hal bokedan tsukkomi ini. Kelihaian suatu grup dalam hal boke  dan tsukkomi  biasanya juga berbanding lurus dengan popularitasnya. Grup manzai dengan ritme boke  dan tsukkomi yang bagus dan menarik biasanya akan lebih populer di kalangan pemirsa.

Menurut pengamatan saya, lebih mudah memahami humor yang terselip di dalam manzai  dibanding dengan rakugo. Karena manzai  biasanya menggunakan bahasa yang biasa dipakai sehari-hari dan terkadang juga menggunakan bahasa yang sedang "populer" di kalangan anak muda. 

Sedangkan rakugo biasanya menggunakan bahasa Jepang yang agak "sulit" dalam artian ada beberapa kosa kata yang jarang dipergunakan di dalam percakapan sehari-hari. Dan lagi dibutuhkan pemahaman yang mendalam di alur cerita yang dituturkan dalam rakugo  supaya bisa memahami "ochi", yaitu tujuan utama cerita yang sedang dituturkan yang tak jarang mengandung petuah tentang filosofi hidup dan dituturkan diakhir penyajian rakugo.

Dengan alasan ini, maka biasanya manzai  lebih populer di kalangan anak muda, sedangkan rakugo  lebih populer di kalangan masyarakat yang berusia diatas 30/40 tahun.

Pikotaro yang sempat hits dengan PPAP nya juga merupakan pelawak yang perform sendirian (dok.pribadi)
Pikotaro yang sempat hits dengan PPAP nya juga merupakan pelawak yang perform sendirian (dok.pribadi)
Selain rakugo  dan manzai  ini, ada beberapa grup yang menyajikan humor dalam suatu bentuk yang disebut conte. Lalu ada beberapa juga orang yang perform  sendirian (mirip stand up comedy), tidak bergabung dalam grup.

Humor dan Orang Jepang

Meskipun sebagian besar kita mempunyai imajinasi bahwa orang Jepang itu selalu serius (contohnya dengan stigma workaholic), namun sebenarnya orang Jepang juga termasuk ras yang menyukai humor. 

Di Jepang banyak acara televisi yang menyajikan humor. Sebutlah acara televisi yang dimotori oleh Beat Takeshi, atau pertandingan melawak yang kerap diadakan seperti M-1 Grand Prix dan sejenisnya.  

Beberapa grup manzaiatau pelawak  bahkan banyak juga yang mempunyai/memegang acara yang tetap baik di radio maupun televisi. Karena konsep acara yang menarik, ditambah pemandu yang juga lucu, biasanya acara-acara ini mampu menggaet rating  yang tinggi.

Sebenarnya, ada beberapa sifat yang "negatif" dari orang Jepang yang menjadi bahan untuk anekdot. Salah satunya adalah, sifat bahwa terkadang orang Jepang itu memang suka solider aja walaupun dia sebenarnya nggak begitu ngerti atau faham. Misalnya waktu kita cerita ke orang Jepang, dianya pasti ikutan manggut2 bilang "soudesune", atau "naruhodo"  padahal belum tentu dia itu ngeh (ngerti) dan simpati secara serius dengan apa yang kita sedang kita ceritakan (kelakuan solider semacam ini disebut aizuchi  di bahasa Jepangnya).

Anekdotnya begini. 

Kalau kita cerita lelucon ke orang Jepang, maka mereka akan tertawa 3 kali.

3 Kali ?!!! Kok bisa sih ? Apa nggak dower tuh bibir ??? :)

Ini penjelasannya. Mereka tertawa untuk pertama kalinya waktu kita cerita lelucon itu ke orang Jepang. Ini menurut saya sebenarnya hanya sindiran bahwa orang Jepang sering karena solider aja ketawanya (kalau untuk tertawa jenis ini bahasa Jepangnya aisouwarai), seperti juga sifat negatif lain yang saya tulis di paragraf sebelumnya. 

Kedua, orang Jepang ketawa lagi pas kita ceritain "arti" dari lelucon itu. Ini menguatkan dugaan bahwa ketawa pertamanya itu cuma solider. Dan yang terakhir, orang Jepang akan tertawa lagi beberapa hari setelahnya, waktu mereka benar2 paham akan lelucon yang kita telah ceritakan. Padahal kalau sudah liwat beberapa hari, ya ceritanya sudah kadaluarsa alias sudah basi. Jadi ya nggak ada gunanya sih.

Saya nggak tahu persis siapa yang membuat anekdot ini, tapi menurut saya memang bisa menggambarkan orang Jepang dengan pas dan menarik. 

Walaupun Jepang mempunyai sejarah yang panjang dalam hal humor, namun dalam kehidupan sehari-hari orang Jepang sangat berhati hati terhadap humor. Sebab, terkadang kalau kita tertawa setelah lawan bicara kita mengatakan sesuatu, maka bisa saja dia merasa, apakah ada yang salah dengan yang dikatakan tadi, atau dia akan bingung kenapa kita tertawa. 

Seperti yang sudah saya tulis diawal, kadang orang yang berbicara tidak bertujuan untuk melucu, namun pendegar merasa bahwa hal itu lucu.

Hal beginilah yang masih ditakutkan masyarakat Jepang. Jika ada yang tertawa padahal orang itu tidak bermaksud melucu, maka tertawaan itu bisa dianggap sebagai penghinaan. Terutama kita juga harus berhati-hati karena ada juga orang yang mengidap gelotophobia,  walaupun ini bukan hanya terbatas untuk orang Jepang saja.

Toilet paper dengan tulisan untuk ajakan naik gn.fuji. Ternyata daerah sekitar Gn. Fuji adalah tempat produksi toilet paper terbanyak di Jepang. Omong2, ada yang tahu hubungan naik Gn. Fuji dan toilet paper nggak ?? :) (dok.pribadi)
Toilet paper dengan tulisan untuk ajakan naik gn.fuji. Ternyata daerah sekitar Gn. Fuji adalah tempat produksi toilet paper terbanyak di Jepang. Omong2, ada yang tahu hubungan naik Gn. Fuji dan toilet paper nggak ?? :) (dok.pribadi)
Oleh karena itu, orang Jepang sangat jarang memasukkan unsur humor dalam perhelatan atau event yang sifatnya formal. Salah satu sebabnya adalah, orang Jepang menganggap keseriusan adalah modal utama untuk menaruh kepercayaan kepada seseorang. 

Jika orang memasukkan unsur humor, maka akan terkesan bahwa orang tersebut tidak serius. Kalau di luar Jepang, kadang justru terjadi kebalikannya. Orang berlomba-lomba untuk memasukkan (unsur) humor, walaupun kadang terkesan memaksa atau bahkan ironisnya humornya itu terkadang tidak lucu sama sekali.

Juga sangat jarang di Jepang orang memakai humor sebagai salah alat (tool)  dalam berbisnis. Kalau di luar Jepang, terkadang humor dipakai sebagai cara untuk melunakkan suasana (ice-breaking  kalau bahasa kerennya) , misalnya di saat meeting maupun perbincangan tentang bisnis yang tegang atau sedang macet di tengah jalan.

Di Jepang bahkan tidak mustahil, jika kita melontarkan humor, lawan bicara bisa juga berbalik menjadi sinis. Hal semacam ini terutama untuk jenis humor yang tergolong oyaji gag,  yaitu jenis humor yang biasanya menggunakan permainan kata yang banyak dilontarkan oleh orang-orang yang berusia diatas 40 tahun (oyaji=golongan tua/bapak2).

Tapi pembaca nggak usah khawatir jika mau menggunakan humor sebagai cara berdiplomasi dengan orang Jepang. Yang pasti sih harus liat sikonnya juga. Walaupun kebanyakan, supaya tidak mengecewakan si penutur humor, kadang orang Jepang akan tertawa sebagai rasa solidaritas. Tapi menurut pengalaman, kalau sudah kenal baik, saya rasa lontaran humor tidak akan menjadi masalah. 

Saya mau tutup pakai tulisan dengan meniru buku  "Mati Ketawa ala xxxx" yang sempat populer jaman dahulu kala. Pembaca bisa bebas untuk aisowarai  lho.

Kira-kira ada nggak yang tau maksud dari kata-kata yang berwarna merah dibawah ini ?

Karena dokunya banyakne, minggu ini saya mau ke tokoada apasaja karena siapa tau banyak nikisae  yang lagi takashimura.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun