Mohon tunggu...
Danang Satria Nugraha
Danang Satria Nugraha Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar di Universitas Sanata Dharma

Selain mengajarkan ilmu bahasa dan meneliti fenomenanya di ruang publik, penulis gemar mengamati pendidikan dan dinamikanya.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Alih-alih Tantangan Digital, Benarkah itu Peluang Edukasional?

3 Mei 2024   14:05 Diperbarui: 3 Mei 2024   14:13 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(credit: https://mrstooshnov.wordpress.com/2010/10/17/educational-technology-cartoon/)

Ketiga, Personalisasi Pembelajaran. Teknologi digital memungkinkan pembelajaran yang lebih personal dan disesuaikan dengan kebutuhan individu setiap siswa. Perangkat lunak adaptif, sistem penilaian berbasis data, dan platform pembelajaran online dapat membantu guru menyesuaikan materi pelajaran, kecepatan belajar, dan metode pengajaran untuk memenuhi kebutuhan unik setiap siswa.

Keempat, Meningkatkan Kolaborasi dan Komunikasi. Teknologi digital memfasilitasi kolaborasi dan komunikasi yang lebih mudah antara guru, siswa, dan orang tua. Platform online, alat komunikasi, dan media sosial memungkinkan siswa untuk bertukar ide, mengerjakan proyek bersama, dan mendapatkan umpan balik dari guru dan orang tua secara real-time.

Kelima, Mendukung Pembelajaran Sepanjang Hayat. Teknologi digital membuka peluang bagi pembelajaran sepanjang hayat dengan menyediakan akses ke berbagai sumber daya edukasi dan program pelatihan online. Orang dewasa dapat terus belajar dan mengembangkan keterampilan baru untuk meningkatkan karir mereka atau sekadar untuk memperluas pengetahuan mereka.

Sementara itu, harus diakui, sejalan dengan beberapa dampak positif tersebut, tedapat beberapa catatan dampak negatif yang perlu diwaspadai. 

Pertama, Kesenjangan Digital. Akses terhadap teknologi digital dan internet tidak merata di seluruh Indonesia, yang dapat memperparah kesenjangan pendidikan. Siswa di daerah terpencil atau dari keluarga kurang mampu mungkin tidak memiliki akses ke perangkat dan koneksi internet yang memadai untuk mengikuti pembelajaran online atau memanfaatkan sumber daya digital.

Kedua,Distraksi dan Gangguan. Penggunaan teknologi digital yang berlebihan dapat menjadi sumber distraksi dan gangguan di kelas, sehingga menghambat fokus dan konsentrasi siswa. Guru perlu menerapkan strategi untuk meminimalisir penggunaan perangkat elektronik yang tidak terkait dengan pembelajaran dan memastikan lingkungan belajar yang kondusif.


Ketiga, Keterampilan Digital yang Tidak Memadai. Tidak semua guru dan siswa memiliki keterampilan digital yang memadai untuk memanfaatkan teknologi secara efektif dalam proses belajar mengajar. Penting untuk menyediakan pelatihan dan pengembangan profesional bagi guru untuk membantu mereka mengintegrasikan teknologi dengan cara yang kreatif dan bermanfaat.

Keempat, Pemanfaatan yang Tidak Tepat. Teknologi digital dapat disalahgunakan untuk berbagai tujuan, seperti cyberbullying, plagiarisme, dan penyebaran informasi yang salah. Penting untuk mendidik siswa tentang penggunaan teknologi yang bertanggung jawab dan etis, serta menerapkan langkah-langkah pengamanan untuk melindungi mereka dari bahaya online.

Kelima, Ketergantungan pada Teknologi. Terlalu bergantung pada teknologi dapat menghambat pengembangan keterampilan penting lainnya, seperti berpikir kritis, pemecahan masalah, dan komunikasi interpersonal. Penting untuk menyeimbangkan penggunaan teknologi dengan kegiatan belajar lainnya yang tidak melibatkan layar atau perangkat digital.

Secara keseluruhan, teknologi digital membawa pengaruh yang signifikan terhadap sistem pendidikan di Indonesia, menghadirkan peluang dan tantangan baru. Dengan memanfaatkan teknologi secara bijak dan bertanggung jawab, kita dapat meningkatkan kualitas pendidikan dan memastikan bahwa semua siswa memiliki kesempatan untuk belajar dan berkembang.

Proyeksi Masa Depan

Pada kesempatan yang berbeda, Paulo Freire dalam cetakan khusus edisi 30th anniversary of Pedagogy of the Oppressed (2005:69) berpesan, "A revolutionary leadership must accordingly practice co-intentional education. Teachers and students (leadership and people), co-intent on reality, are both Subjects, not only in the task of unveiling that reality, and thereby coming to know it critically, but in the task of re-creating that knowledge. As they attain this knowledge of reality through common reflection and action, they discover themselves as it permanent re-creators. In this way, the presence of the op pressed in the struggle for their liberation will be what it should be: not pseudo-participation, but committed involvement." Tidak dapat lain, pendidik dan peserta didik, juga pemerintah dan kita semua, adalah pemeran dalam masa depan pendidikan di Indonesia. Kita semua perlu terlibat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun