Mohon tunggu...
Marlistya Citraningrum
Marlistya Citraningrum Mohon Tunggu... Lainnya - Pekerja Millennial

Biasa disapa Citra. Foto dan tulisannya emang agak serius sih ya. Semua foto yang digunakan adalah koleksi pribadi, kecuali bila disebutkan sumbernya. Akun Twitter dan Instagramnya di @mcitraningrum. Kontak: m.citraningrum@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Mengejar Matahari

22 Februari 2017   19:51 Diperbarui: 13 Juli 2017   02:35 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berita apa yang "hot" untuk dibicarakan? Pilkada? Freeport? Demo 212?

Ada yang lebih panas lagi, dan literally panas, yaitu matahari.

Errrr, gimana Mbak?

Saya mau cerita.......

Banyak penduduk Indonesia yang masih miskin energi. Istilah kemiskinan energi ini sering dimaknai sempit: nggak bisa beli gas untuk memasak, nggak bisa memasang listrik karena nggak ada biaya. Padahal kemiskinan energi jauh lebih luas dari itu. Kemiskinan energi adalah sebuah kondisi, dan tidak selalu berkaitan dengan motif ekonomi. Pada dasarnya seseorang disebut miskin energi bila dia tidak dapat memenuhi kebutuhan minimum mereka untuk memasak dan menerangi tempat tinggal. Penyebabnya banyak, tak melulu tidak mampu secara ekonomi, juga bisa tidak mampu menerima teknik atau metode yang ada atau tidak akses ke sumber energi.

Akses pada sumber energi ini seringkali terjadi karena lokasi. Indonesia dengan 17 ribu lebih pulau dengan sekian ribunya berpenghuni, memiliki sebaran geografis yang jika dibayangkan akan mumet sendiri. Ada yang tinggal di puncak bukit, tengah hutan, hingga pulau terluar. Tantangan ini jelas terlihat dampaknya: banyak saudara-saudara kita sebangsa setanah air yang belum mendapat akses listrik secara penuh,

 bahkan banyak yang sama sekali belum terjamah listrik. Betul, energi tak melulu identik dengan listrik. Namun energi dalam bentuk listrik adalah komponen penting yang mendukung kehidupan dan geliat perekonomian untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dan kebutuhan akan listrik ini biasanya menjadi salah satu kebutuhan dasar yang menjadi kewajiban negara untuk memenuhinya. Bahasa kerennya: essential services.

Tidur dengan Kucing

Suatu waktu, saya menginap di sebuah desa di Sumatera Selatan. Jaraknya kira-kira 4 jam naik sepit (kapal motor) dari Palembang. Desa ini terletak di tepi anak Sungai Musi, dan lokasinya cukup jauh dari "perkotaan" terdekat. Desa-desa di sana banyak berseberangan (dibelah sungai), satu dengan lainnya jauh, dan ada pula yang merupakan kompleks transmigrasi zaman Pak Harto. Karena lokasinya yang aduhai, listrik yang mengalir ke sana juga henghong. Maksudnya antara ada dan tiada. Rumah yang sudah masuk jaringan PLN biasanya tidak menerima aliran listrik 24 jam, melainkan hanya beberapa jam di malam hari. Itupun dengan daya yang terbatas sehingga mereka yang cukup mampu, membeli generator berbahan bakar minyak diesel. 

Menginap semalam, dengan kondisi gelap gulita lepas jam 10. Benar-benar gelap karena cuaca sedang mendung sehingga bulan malu-malu untuk keluar. Saya sebenarnya takut gelap, tapi ikut malu pula untuk ngomong. Hihihi. Jadilah saya merapatkan selimut, memejamkan mata, dan mencoba tidur. Ternyata tidur saya cukup nyenyak. Saya terlelap sampai mungkin lewat tengah malam ketika saya merasakan sosok makhluk berbulu ndusel-ndusel (ini apa ya bahasa Indonesianya?). Sementara telepon genggam harus dihemat baterainya dan dimatikan, saya cuma bisa meraba-raba dan mikir ya sudahlah. Besoknya ketika matahari mulai terbit, barulah terlihat kucing gendut berpola sapi milik tuan rumah ternyata menyusul saya tidur di kasur.  Meow.

Kondisi seperti ini jamak terjadi di desa-desa di luar Pulau Jawa (dan bahkan di Jawa). Masyarakat masih miskin energi, karena daerah tempat tinggal mereka tak terjangkau listrik PLN. Atau ada pula yang sudah namun listrik hanya menyala beberapa jam sehari karena suplai listrik ke daerah tersebut masih terbatas. Alhasil banyak kegiatan yang tidak bisa dilakukan secara optimal, misalnya proses belajar mengajar di sekolah dan di rumah atau kegiatan pertanian yang dilakukan manual. Ada pula yang bergantung pada kayu bakar untuk memasak dan tidak bisa melakukan kegiatan itu ketika kayu bakar tak ada atau karena musim hujan membuat kayu tak lekas kering. Plus, ibu dan anak yang mengalami gangguan pernapasan karena asap kayu bakar yang pekat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun